Alya terkejut karena setrika panas yang masih menyala itu mengenai punggung tangan Maura. Gadis itu merintih kesakitan, bahwa dia kepanasan.
"Ahhh...panas...perih sekali...ya Allah..." Maura memegang tangannya, tanpa sadar air matanya mengalir karena sakit dan perihnya setrika panas yang menyengat pada punggung tangan kirinya yang cantik itu.
"Hey! Kamu seharusnya hati-hati dong!" Alya menutupi rasa bersalahnya.
Tidak, aku gak boleh kasihan padanya. Bara bilang kalau wanita ini dan ayahnya adalah orang jahat.
Tak lama kemudian, Bi Iyam dan Bi Inah datang ke ruangan khusus menyetrika baju di rumah itu. Kedua ART itu menghampiri Maura dengan cemas, mereka terlihat peduli pada Maura.
"Astagfirullah non! Non Maura kenapa?" Bi Iyam cemas melihat Maura yang menangis meringis kesakitan.
"Huhh.. sakit...perih Bi.."
"Ya Allah, kok bisa kayak gini non?!" kata Bi Inah yang juga mencemaskan nonanya itu.
Bi Iyam segera membawa Maura keluar dari ruangan itu dan membawanya ke kamar mandi. Bi Inah mengikutinya, sementara itu Alya terlihat bingung.
"Bara bilang kalau istrinya itu wanita yang jahat, tapi kenapa semua orang di rumah ini peduli padanya?" gumam Alya bingung.
Beberapa menit kemudian setelah dari kamar mandi, Bi Inah mengobati tangan Maura dengan salep luka bakar. Tangan Maura yang cantik itu kini melepuh dan memerah. "Sakit ya non?" tanya Bi Inah tidak tega melihat Maura terluka.
"Udah gak apa-apa kok bi...bibi jangan nangis gitu ah." Maura berusaha tersenyum kuat didepan Bi Inah dan bi Iyam yang menangis karena melihat luka ditangannya.
"Non... bagaimana ini? Sepertinya bekas lukanya tidak akan hilang." ucap bi Iyam cemas.
"Apa nyonya yang menyetrika tangan nona?" tanya Bi Inah sambil membalutkan perban di telapak tangan Maura.
"Enggak, bukan Bu Alya kok... setrikanya gak sengaja jatuh sendiri." ucap Maura sambil tersenyum.
Aku tau dia gak sengaja, jadi aku katakan saja begini. Aku gak mau cari ribut dengan Bara sementara waktu.
Tanpa mereka bertiga sadari, Alya mendengar percakapan mereka bertiga. Dia tak menyangka bahwa Maura tidak mengatakan bahwa setrika itu jatuh ke tangannya akibat ulah Alya.
"Masa bisa begitu non?" tanya Bi Inah tak percaya dengan jawaban Maura.
Maura tersenyum. "Eh, benaran loh Bi...aku kan gak bisa setrika baju dan ini pertama kalinya aku setrika baju, jadi ya gini deh." kata Maura berusaha santai.
Kalau aku menangis, gak ada gunanya juga. Lebih baik aku terlihat kuat agar mereka tidak memandang remeh padaku.
Bi Inah dan bi Iyam masih tidak percaya dengan ucapan Maura, mereka yakin bahwa Alya telah menindas Maura. Setelah luka Maura di obati, Alya datang menghampirinya dan mengatakan bahwa Bara meminta agar gadis itu segara pergi ke kantor kalau tidak mau dipecat.
Maura pun bergegas pergi ke kantor dengan memakai pakaian seadanya karena semua pakaiannya di rumah itu telah dibuang oleh Bara. Sungguh kejam Bara, dia bahkan tak menyisakan satu baju pun untuk Maura.
Beberapa menit kemudian, Maura sampai di kantor ayahnya yang kini menjadi milik Bara. Sedih dan perih hatinya, masuk ke kantor yang sudah menjadi milik suaminya yang ternyata adalah musuh dibalik selimut. "Tega sekali kamu Bara! Aku tau ayahku bersalah pada kekasihmu, tapi kenapa kau harus sampai melakukan hal sejauh ini?" gumam Maura sebelum masuk ke dalam kantornya.
Di kantor ayahnya, Maura bekerja sebagai kepala manager desain di tim desain. Sesuai dengan jurusannya saat kuliah di Amerika, dulu. Dia lulus lebih cepat dari angkatannya, karena dia murid berprestasi dan cerdas.
"Ketua tim!" ujar seorang wanita berkacamata pada Maura yang baru saja masuk ke dalam gedung kantor.
"Mila?" sahut Maura pada Mila, rekan kerjanya di kantor.
"Kenapa Bu ketua baru datang?" tanya Mila resah.
"Ya, aku ada sedikit urusan...ada apa? Mengapa kamu terburu-buru?" tanya Maura yang melihat Mila berjalan dengan nafas terengah-engah.
Mila berusaha menstabilkan nafasnya. "Sebenarnya banyak hal yang ingin saya tanyakan, tapi...hal ini lebih penting. Mari ibu lihat saja sendiri!" kata Mila dengan kening berkerut dan wajah panik.
Mila dan Maura langsung berjalan ke ruang rapat, dimana rapat baru saja berakhir. Bara berada didalam ruangan itu bersama Vera kekasihnya.
"Apa kalian gak bisa ketuk pintu dulu?" tanya Bara membentak Maura dan Mila yang masuk begitu saja ke ruang rapat tanpa mengetuk pintu.
Maura mengepalkan tangannya dengan kesal, melihat Vera berada di pangkuan suaminya. Mila juga terheran-heran, padahal Maura dan Bara belum lama menikah tapi Bara sudah membawa wanita lain bahkan bermesraan didepan umum. Mila ikut bertanya-tanya dalam hatinya, apa yang terjadi pada Maura dan Bara?
Mila tidak bisa bersama Maura didalam ruangan itu, karena Bara memintanya pergi keluar dari sana.
"Sayang, gimana dong? Aku diterima kerja gak?" Vera membelai lembut pipi Bara seraya menggodanya.
"Saya dengar, bapak memanggil saya? Ada apa?" tanya Maura sambil menahan dirinya untuk menangis.
Tahan Maura, jangan lemah...kamu gak boleh lemah.
"Ah ya benar, Vera akan bekerja dibawah bimbingan kamu mulai hari ini dan seterusnya." kata Bara sambil tersenyum pada Vera, wanita yang menjadi kekasihnya itu.
"Unchhh...makasih sayang." Vera memeluk dan mencium pipi Bara tanpa peduli disana ada siapa.
Bagaimana ini Maura? Kamu lihat kan? Hati kamu sakit kan?. Bara menatap Maura yang hanya diam saja.
"Maaf pak, saya menolak." jawab Maura tegas.
Bara tercekat mendengar ucapan Maura. Dia menanyakan alasan kenapa Maura menolak Vera bekerja dengannya? Maura menjelaskan bahwa dia tidak bisa menerima bawahan begitu saja, tanpa mengetahui kualifikasinya.
Bara pun menunjukkan ijazah dan dokumen milik Vera pada Maura dengan percaya diri. Ketika Maura membaca dokumen itu, dia tertawa sarkas.
"Haha,"
"Apa yang kamu tertawakan?" tanya Vera sinis pada Maura.
"Maaf pak Bara Rahadian, saya menolak Bu Vera untuk bekerja dibawah bimbingan saya. Bahkan dengan kualifikasinya seperti ini, mungkin dia hanya bisa mendapatkan jabatan office girl." Maura mengejek Vera sambil tersenyum tipis.
"Apa? Kamu berani mengejekku?! Mas...istri kamu ini mas..." Vera mengadu pada Bara atas kelakuan Maura, dia merasa kesal telah dihina oleh istri kekasihnya itu.
"Kenapa kamu bicara begitu?" tanya Bara dengan tatapan tajam pada Maura.
"Saya bicara dengan alasan yang profesional, selingkuhan anda ini hanya lulusan SMA. Mana bisa dia menjadi seorang karyawan di perusahaan ini? Kecuali jika dia menjadi office girl, dia sangat cocok dengan posisi itu sesuai dengan kepribadiannya."
Plakkkk...
Bara menampar pipi Maura, entah berapa lama dan sampai kapan dia dipermalukan oleh Bara didepan orang asing. "Jaga mulut kamu! Jangan menghina kekasihku!" Bara menunjukkan jarinya pada wajah istrinya.
Vera tersenyum bahagia melihat Maura di pukul oleh Bara. Sementara Maura, kembali membalikkan wajahnya. "Anda pria paling brengsek dan paling tidak berkompeten yang pernah saya temui pak Bara. Anda pengecut!" Maura mengatai Bara dengan mata penuh amarah, matanya berkaca-kaca.
"APA?"
"Kalau anda ingin dia bekerja disini, kenapa tidak pekerjakan saja dia sebagai pemuas ranjang. Saya rasa posisi itu akan cocok untuknya!" Maura menatap kedua orang didepannya itu dengan sakit hati.
Vera mendekati Maura dan hendak menampar gadis itu, namun Maura menahan tangan Vera dengan tangan kirinya yang terluka, lalu dia menampar wajah Vera dengan tangan kanannya.
Plakkkk...
"Beraninya kamu menamparku!" Vera hendak membalas Maura, namun Bara menghentikannya setelah melihat tangan kiri Maura yang dibalut perban.
"Cukup Vera! Maura, kamu keluar saja!" teriak Bara pada kedua wanita itu.
Maura pergi tanpa memberi hormat pada Bara, dia kesulitan menahan air matanya. Tapi setidaknya dia puas sudah memukul Vera. "Jangan menangis Maura, ayo bangkit...kamu harus bisa. Jangan terjebak oleh cinta yang palsu."
Siang itu, Maura hendak makan siang bersama anggota tim yang lainnya di kantin kantor seperti biasa. Namun sebuah telpon dari nomor tak dikenal, membuatnya harus menunda makan siang.
"Halo,"
"Apa ini kamu gadis kecil?"
"Ini siapa ya?" tanya Maura pada pria yang sedang bicara dengannya ditelepon itu.
"Hey, gadis kecil...kenapa saya harus menghubungimu lebih dulu?!" Pria itu membentak Maura dengan kesal.
"Maaf, sepertinya bapak salah sambung." kata Maura kesal.
"Maura Syanita Agradana, its your name, right?"
"Iya, anda siapa ya?'"tanya Maura sopan.
"Hero kamu, saya yang bawa kamu ke rumah sakit. Siang ini kamu harus traktir saya makan siang." kata pria itu tak mau dilanggar.
"Hah?!" Maura terperanjat mendengar ajakan pria yang terkesan memaksa itu.
Pria ini siapa sih? Apa dia sangat miskin sampai minta traktiran makan siang dariku sebagai balas budi?
"Saya didepan kantor kamu, cepat keluar! Waktu saya gak banyak!" Ujar pria itu memerintah.
Dia menutup teleponnya tanpa apapun lagi pada Maura. "Woah! Dasar gila! Ngapain dia didepan kantor?"
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Rinny AP
panasin si bara api itu sama bule maura😂
2022-09-27
0
lina
gila karena cinta ama maura 😅😅
2022-08-09
0
lina
pahlawan lu maura
2022-08-09
0