...🍀🍀🍀...
Evan masuk ke dalam ruangan tempat Maura dan Hanna berada. Dia yang baru saja keluar dari penjara, langsung pergi ke rumah sakit begitu mendengar Maura juga sakit.
"Kak Evan?" Maura lega melihat Evan sudah berada di hadapannya dan itu artinya dia sudah keluar dari penjara.
Ternyata Bara menepati janjinya. Syukurlah kak Evan sudah keluar dari penjara.
"Maura!" Evan menghampiri Maura dan memeluk adik sepupunya itu.
"Kakak, syukurlah kakak sudah bebas dari penjara. Aku senang sekali kak." Maura membalas pelukan kakak sepupunya itu.
"Iya, aku juga gak tau kenapa si brengsek itu mencabut tuntutannya. Apa kamu tau kenapa Maura?" tanya Evan kebingungan karena Bara melepaskan dia begitu saja tanpa syarat.
Evan tidak tahu apa yang dikorbankan Maura untuk mendapatkan kebebasannya dan biaya operasi ayahnya. Dia menukar kebebasannya demi kebaikan keluarganya.
"Mungkin saja dia berubah pikiran. Sudahlah kakak jangan pikirkan itu, lebih baik kakak pikirkan saja hidup kita setelah ini dan akan tinggal dimana kita." ucap Maura mencoba bersikap bijak ditengah badai yang melanda.
Hanna terperangah melihat sikap Maura yang lebih tenang, dia tidak menunjukkan sedihnya didepan Evan. Hanna tau sebelumnya Maura adalah gadis yang manja dan selalu bergantung pada keluarganya. Namun kali ini dia terlihat lebih dewasa, apa karena masalah membuatnya berubah? Hanna bertanya-tanya dalam hatinya.
"Aku masih ada sedikit tabungan di rekeningku. Kita bisa tinggal di rumah kontrakan sementara waktu, tapi kamu gimana?" tanya Evan pada Maura, dia tau adik sepupunya itu mungkin tak bisa diajak hidup susah.
"Tinggal dimanapun, asalkan kita bersama...aku gak masalah kak. Oh ya, Hanna...gimana keadaan ayahku?" Maura teringat ayahnya dan langsung bertanya pada Hanna.
"Operasi om Samuel berjalan dengan lancar, tapi dokter bilang kalau om Samuel koma." jelas Hanna dengan berat hati menyampaikan kurang menyenangkan pada Maura dan Evan.
Evan dan Maura tercengang mendengarnya. Mereka terlihat sedih dengan berita itu, semuanya membuat Maura sakit kepala. Masalah satu sudah selesai, muncullah masalah lain lagi.
Keesokan harinya, Maura sudah sedikit lebih membaik dari sebelumnya walau kepalanya masih sedikit pusing. Ponsel Maura terus berdering semalaman, ada beberapa pesan masuk dari Bara dan juga puluhan panggilan masuk yang tidak terjawab.
"Maura, kamu mau kemana? Kamu kan masih sakit?" Hanna cemas melihat ke arah Maura yang sudah bersiap pergi dari rumah sakit.
"Han, kamu tau kan aku mau kemana."
"Kamu mau ke rumah si brengsek Bara! Apa kamu harus melakukan semua ini?"
"Aku sudah terikat kontrak, dia sudah menolong biaya operasi ayah dan membebaskan kak Evan. Tentu saja aku harus menepati janji." ucap Maura dengan wajah datarnya tanpa senyum sedikitpun.
"Maura, kita bicara saja pada Evan ya? Siapa tau dia bisa membantu kamu?" Hanna memberi saran.
"Aku kan udah bilang, jangan kasih tau dia Han. Please, biarkan saja aku melaksanakan kontrak ini dengan tenang sampai batas waktu yang ditentukan dan mintalah kak Evan untuk menjaga ayah dan bekerja di perusahaan lain." Maura terlihat sedih.
Maura pun pergi darisana tanpa Evan ketahui, dia pergi ke tempat Bara dan disanalah dia akan mulai berperang. "Tunggu saja, aku akan merebut semuanya lagi dari kamu Bara!"
Gadis itu memasuki rumahnya sendiri seperti masuk ke rumah orang lain. Ya, memang rumah itu sekarang sudah menjadi milik Bara keluarganya.
"Darimana saja kamu semalam? Apa kamu berbuat kabur?" tanya Bara yang sudah bersiap dengan setelan jas rapi, seperti akan berangkat bekerja.
Maura menjelaskan dengan singkat. "Aku habis menunggu ayahku di rumah sakit."
"Hem..lain kali kamu harus mengangkat telpon dariku, tidak peduli dimanapun kamu berada." Bara menatap Maura dengan tajam.
Kenapa wajahnya pucat? Ah, kenapa juga aku peduli padanya.
"Baik." jawabnya singkat.
"Ya sudah, kamu cepat lakukan pekerjaanmu!" Bara beranjak dari tempat duduknya, dia membawa tas hitam persegi panjang di tangannya.
Maura terlihat bingung. "Apa yang harus aku lakukan?"
"Bukankah kemarin sudah jelas didalam kontrak? Kamu harus melakukan semua pekerjaan rumah." Kata Bara sinis.
"Iya, tapi bagaimana dengan pekerjaanku di kantor kalau aku bekerja disini?" tanya Maura bingung.
"Bekerja ya bekerja saja seperti biasanya. Aku tidak akan melarang mu mencari nafkah." ucap Bara dengan sinis seperti biasanya.
"Tapi...aku kan harus bekerja disini pagi dan sore juga." kening Maura berkerut.
"Itu urusanmu, bukan urusanku. Sudahlah, aku pergi bekerja dulu...sebagai Presdir baru perusahaan Agradana aku tidak boleh terlambat." Bara menyombongkan dirinya, dia tersenyum sinis.
Dasar pria tidak tahu diri, kamu menyombongkan dirimu dengan harta orang lain. Bagus sekali Bara Rahadian, bagaimana bisa aku mencintai sampah sepertimu selama 4 tahun. Aku benar-benar buta karena cinta, kini aku tau hal berharga dalam hidupku saat melihatmu...bahwa salah satu hal yang tidak bisa dipercaya di dunia ini adalah cinta.
Maura terdiam, sambil mengepalkan tangannya dengan gemas. "Oh ya Maura, kalau kamu tidak mau terlambat bekerja hari ini...lebih baik kamu cepat lakukan pekerjaan rumah!" Bentak Bara dengan ucapan tajam.
Maura tidak menjawab, tangannya gemetar menahan amarah pada Bara. Bara pun pergi dari sana di jemput oleh Nathan layaknya bos besar. Sebelum meninggalkan rumah, Nathan melihat Maura dsngan tatapan kasihan.
Gadis itu pun pergi ke dapur untuk menjadi babu di rumahnya sendiri. Dua orang pelayan didapur terlihat tidak nyaman ketika Maura meminta pekerjaan pada mereka, bagaimanapun juga Maura telah menjadi non mereka selama bertahun-tahun.
"Bi Iyam, Bi Inah, gak apa-apa kok...tolong jangan sungkan, pekerjaan apa yang harus saya lakukan?" tanya Maura sopan. Gadis itu memang selalu sopan dan baik kepada semua orang di rumahnya.
"Non, biar kami saja yang-"
"Heh! Kamu butuh pekerjaan kan?" tanya seorang wanita paruh baya yang berdiri didekat pintu dapur.
Maura menatap wanita itu, dia yakin bahwa wanita didepannya adalah ibu Bara. "Iya Bu, apa yang harus saya kerjakan?" tanya Maura dengan tenang.
"Ikut saya!" kata Alya sinis pada Maura.
Alya membawa Maura pergi ke kamar atas, kamar yang biasa ditempatin oleh Maura sebelumnya. Dia melihat kamar itu sangat acak-acakan dan dekorasinya diubah, Maura sakit hati melihat kamarnya yang ditempati orang lain.
"Ini kamar anak saya, tolong kamu bersihkan. Ah ya dan juga jangan lupa setrika baju baju disana." tunjuk Alya pada baju yang menumpuk di atas kasur itu.
"Baik Bu, tapi apa saya boleh minta izin? Saya harus pergi bekerja sebelum pukul setengah 8 pagi, apa boleh setrika bajunya nanti saja?" Maura menawar.
"APA? Dasar, babu aja ngelunjak ya kamu. Kamu belum bisa pergi sebelum menyelesaikan pekerjaan kamu!" Bentak Alya pada Maura dengan tegas.
Aku harus menyiksa anak sombong ini, kata Bara dia sangat manja dan tidak tahu aturan. Ayah dan anak pasti sama saja.
Maura hanya mengangguk lemah, dia pun melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Alya. Dengan susah payah dia membereskan kamar yang seperti kapal pecah itu.
Ketika akan menyetrika baju, Maura terlihat bingung karena dia tidak pernah melakukannya. "Bagaimana aku melipatnya ya?" gumam Maura bingung, dia tak bisa melipat baju.
"Heh! Lama banget sih kamu! Udah mau setengah delapan loh, kamu mau telat kerja." ucap Alya sinis.
"Iya Bu."
Iyain aja deh, aku pusing.
Alya memperhatikan Maura melipat bajunya secara asal, dia pun menghampiri Maura dan tak sengaja menyenggol setrika hingga menimpa tangan Maura. "Ahhh!! Panas!!!" pekik Maura kesakitan.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Rusma Yulida
orang ky baru mna harta orang KH mknya kelkuan ky dajal gbtau diri
2022-10-14
0
lina
kaga sengaja apa emang sengaja? dasar nenek sihir
2022-08-09
0
lina
kaga sengaja apa emang sengaja?
2022-08-09
0