Gadis itu memunguti barang-barangnya dengan cepat dan memasukkannya kedalam tas. Niat hati ingin kembali masuk ke dalam kamar itu dan meminta penjelasan suaminya. Namun, telepon dari kakak sepupunya membuat Maura terpaksa harus meninggalkan hotel itu.
"Kenapa kamu melakukan ini padaku? Perih hatiku..." Maura menangis, menatap pintu kamar dimana ada suaminya dan wanita lain didalam sana.
Dalam keadaan memakai baju tipis dan sendal tidur, Maura pergi dari hotel itu dengan berlari-lari. Maura tidak peduli dengan tatapan orang-orang padanya, setidaknya masih ada jaket yang menutupi baju tipisnya itu.
"Ayah...semoga ayah baik-baik saja." Gumam Maura sambil memegangi ponselnya dengan cemas. Dia melihat ada pesan masuk dari Evan, tentang dimana ruangan rawat ayahnya.
Kini Maura berada didepan hotel mewah itu, dia menunggu taksi yang lewat. "Taksi!"
Maura memberhentikan taksi yang ada didepannya itu, kemudian dia masuk ke dalamnya dan duduk di kursi belakang. "Pak, ke rumah sakit Mitra Husada! Cepat!" titah Maura pada supir taksi itu buru-buru.
"Mau ke rumah sakit, apa ke klub malam neng?" tanya supir taksi itu menggoda Maura sambil melihat baju tipis dan rok diatas lutut dan dipakainya. Supir taksi itu menyindir Maura, seolah wanita itu bukan wanita baik-baik.
"Rumah sakit pak!" Tegasnya pada supir taksi.
"Ehem,"
Maura dan supir taksi itu menoleh ke arah suara orang yang berdehem. Orang itu duduk disamping Maura. Penampilan pria itu terlihat seperti seorang pengusaha, dia rapi terlihat dewasa, wajahnya juga terlihat tampan. Kedua bola matanya yang berwarna biru itu menatap Maura dengan sinis.
"Maaf pak, tapi saya duluan yang naik taksinya." ucap pria itu pada supir taksi.
"Oh ya, mas duluan yang naik. Neng, maaf ya...tapi si mas bule duluan yang naik. Silahkan keluar!" seru supir taksi itu menyuruh Maura keluar dari taksinya.
"Pak, saya mohon...izinkan saya naik taksi ini. Saya sedang sangat buru-buru, ayah saya berada di rumah sakit. Tolonglah..." Maura memohon sembari mengatupkan kedua tangannya didepan si pria yang disebut bule itu.
"Excuse me, tapi saya juga buru-buru." jelas pria itu menolak.
Mau rebutan taksi denganku? Enak saja.
"Sa-saya akan bayar berapapun, tapi tolong sekarang pergi ke rumah sakit! Tolong pak!" Maura memohon lagi, dia tidak bisa menunggu taksi yang datangnya cukup lama didepan hotel itu.
"Maaf, anda tidak bisa seperti ini ya honey. Silahkan keluar." Pria itu bersikekeh tak mau mengalah, dia bahkan membukakan pintu keluar untuk Maura.
"Hikssss... hikssss...dasar pria jahat, gak punya hati!" Maura menangis tersedu-sedu didalam mobil itu.
Dia membuat si pria bule dan supir taksi merasa bersalah. Kini gadis bernama Maura sedang menangis seperti anak kecil di dalam mobil taksi.
"Hey honey!" Pria itu mengerutkan keningnya saat melihat Maura menangis.
Apa dia bilang? Aku gak punya hati?
"Apa bapak gak punya orang tua? Bagaimana kalau orang tua bapak berada di rumah sakit dan sedang dalam keadaan darurat saat ini? Lalu tidak ada yang mau menolong bapak! Bagaimana? Bapak jahat...hikss..."
Bagaimana bisa aku berantem sama anak kecil?
Pria itu mendesah, kemudian dia berkata pada si supir taksi. "Pak, Rumah sakit mitra Husada!"
Maura menyeka air matanya, kemudian dia tersenyum tipis dan menatap si pria bule itu. "Apa aku masih pria jahat?" tanyanya sambil tersenyum tipis.
"Tidak! Bapak pria yang sangat baik!"
Pria itu tersenyum mendengar pujian dari Maura, padahal satu detik yang lalu Maura mengatainya pria jahat dan tidak punya hati.
Lucu sekali gadis kecil ini, raut wajahnya bisa berubah dengan cepat.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai didepan rumah sakit yang dituju oleh Maura. Maura turun dari mobil, kemudian dia balik lagi karena lupa belum bayar ongkos taksinya. "Terimakasih pak, bentar ya uangnya!" Maura membuka tasnya untuk mengambil uang.
"Katanya sedang buru-buru,cepat pergi! Ayah kamu sudah menunggu kan?" Pria itu meminta Maura untuk segera turun dari taksi.
"Ta-tapi uangnya?" Maura tergagap.
"Saya yang bayar." jawab pria itu pada Maura.
"Tidak pak! Tidak boleh begitu,"
"Kamu pergi saja, anak kecil." Kata pria itu cuek pada Maura.
"Terimakasih pak, bapak sangat baik. Semoga Allah selalu melindungi bapak."
"Terimakasih doanya. Tapi, kamu itu cantik, kamu harus melakukan pekerjaan yang halal...usiamu masih muda, masa depanmu masih panjang." ucap pria itu seperti menasehati Maura, dia selalu tersenyum tipis.
"A-apa?" Maura tercengang.
Pria itu meminta si supir taksi untuk melajukan mobilnya. Di depan rumah sakit, Maura mendesah kesal. Dia paham arti ucapan si pria itu, dia mengira Maura melakukan pekerjaan yang kotor karena penampilannya saat ini.
Maura bergegas masuk ke dalam gedung rumah sakit dan mencari-cari ruangan tempat ayahnya di rawat. Hingga dia tiba di sebuah lorong dan melihat Evan juga Nathan, sekretaris ayahnya ada disana. Wajah kedua pria itu terlihat sangat cemas.
"Kakak! Gimana keadaan ayah?" tanya Maura yang sangat mencemaskan ayahnya.
"Maura, om Sam ada didalam dan masih belum sadarkan diri...kata dokter om Sam mengalami serangan jantung." jelas Evan dengan wajah cemas bercampur marah.
"Astagfirullah, gimana ini bisa terjadi?"
Evan mendengus kesal, "Ini semua gara-gara si Bara sialan!"
"Bara? Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa kakak menyalahkan Bara?" tanya Maura tidak paham bagaimana akar permasalahannya.
Evan terdiam, dia membuka jaketnya dan memakaikan jaket itu pada tubuh adik sepupunya. Dia tau Maura pasti buru-buru datang kesana dan dia sudah bisa menebak kalau ada apa-apa dengannya dan Bara. Sebab, biasanya Maura selalu pergi kemanapun bersama Bara dan kini Maura hanya sendirian.
"Kemana suamimu si pria sialan itu? Apa sifat aslinya sudah terlihat olehmu, Maura?" tanya Evan pada Maura.
"Aku tidak paham, kenapa kakak semarah ini pada Bara?"
Apapun yang Bara lakukan saat ini, dia pasti punya alasannya.
Evan melirik ke arah Nathan dan memintanya menjelaskan. "Nathan, jelaskan!"
Nathan menghampiri Maura, dia menjelaskan semua situasi yang membuat Maura tercengang. Perusahaan ayahnya, PT Argadana grup kini adalah milik Bara, semua aset kekayaan yang dimiliki keluarga Argadana sekarang atas nama Bara. Entah bagaimana itu bisa terjadi, yang jelas Bara telah merebut semua milik keluarga Argadana.
"Benarkah Bara melakukan itu? Benarkah itu kak Evan??" Maura menangis, dia tidak percaya Bara akan menusuknya sekejam ini.
"Aku sudah bilang sama kamu sebelumnya, kalau dia itu gak beres! Kenapa sih kamu tidak mau percaya? Sekarang om Samuel, kamu dan keluarga Argadana tidak punya apa-apa lagi karena pria sialan itu!" Evan berteriak emosi, menumpahkan semua kekesalannya.
Kenapa kamu melakukan ini padaku, Bar? Kenapa?
"Bara...dia pasti punya alasan kenapa dia melakukan ini." Maura masih membela suaminya, ya itu karena kasih sayangnya pada Bara sangat besar.
"Masih saja kamu membela dia!" Evan membentak adik sepupunya itu.
Evan yang berada dalam emosi pergi ke hotel tempat Bara dan Maura seharusnya tinggal bersama malam itu. Maura mengikuti Evan ke hotel. Di depan kamar itu, Evan marah-marah hingga membuat keributan disana. "Keluar kamu Bara! Sialan! Keluar kamu bajingan!"
"Kak, tenanglah kak!"
Semua penghuni kamar hotel di lorong itu sampai keluar dari kamar mereka karena suara Evan yang keras.
Cekret!
"Kamu sudah gila ya? Mengetuk pintu kamar orang malam-malam begini?" Bara membuka pintu kamar dan langsung menunjukkan sifat aslinya didepan Evan.
Evan menatap Bara penuh kemarahan, dia bersiap untuk menghajar pria itu. Apalagi saat dia melihat ada wanita lain hanya memakai pakaian tipis berada diatas ranjang itu. Evan ternganga dibuatnya.
"Brengsek!" Evan memukuli Bara tanpa ampun.
"Kakak!"
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
lina
matiiin bae apa
2022-08-03
0
lina
keren s bara
2022-08-03
0
lina
🤣🤣🤣 maura di kata psk 😅😅
2022-08-03
1