# Masih Flashback
Alina tidak menjawab pertanyaan Samuel, gadis yang sudah tidak perawan itu tidak punya tenaga untuk bangun, seluruh tubuhnya remuk karena kejadian semalam. Bagian tubuh sensitifnya berdarah dan terasa perih, bahkan darah di seprai menjadi bukti rasa sakit Alina.
"Kamu masih tidak mau menikah meski aku sudah melakukan ini?" tanya Sam sambil menyesap rokoknya, dia menatap Alina dengan tajam.
"Brengsek....anda benar-benar binatang buas. Saya harap anda mendapatkan balasan atas semua perbuatan anda, pak Samuel." Alina menangis dan menyumpahi pria yang sudah memperkosanya itu.
Samuel mengangkat tubuh Alina, kemudian dagunya. "Beraninya kamu mengatakan hal seperti itu padaku! Jadi, kamu mau menikah denganku atau tidak, hah? Aku bisa memberikan apapun yang kamu mau, kemewahan, hidup sebagai nyonya kaya, kamu hanya perlu berada di rumah... menungguku pulang, melayaniku di ranjang, mengurus anakku...tidak sulit!"
Alina jijik dengan pria itu, dia menolak tawaran Samuel untuk menikah. Alina pergi dari villa tempat Samuel memperkosanya itu. Dia menangis, dia memang jijik pada Samuel, tapi dia lebih jijik pada dirinya sendiri yang sudah kotor apalagi dia sudah memiliki kekasih, yaitu Bara.
Satu bulan setelah kejadian itu, Samuel tidak tahu bagaimana kabar Alina dan tidak mendekati Alina lagi. Sampai pada suatu hari, berita mencengangkan terdengar sampai ke telinganya tentang seorang siswi SMA kelas dua yang lompat dari gedung sekolahnya. Dia adalah Alina, wanita yang pernah dia perkosa.
#End Flashback
Maura menatap ayahnya yang masih melamun, dia menantikan penjelasan ayahnya tapi sang ayah malah melamun.
"Ayah!"
"Maura, diam! Jangan tanya lagi tentang dia, jangan bahas!" sergah Samuel pada putrinya.
Tidak, Maura tidak boleh tau tentang kelakuanku di masa lalu. Putriku...dia tidak boleh tau tentangku, kalau dia tau, dia akan kecewa dan marah.
"Aku harus tau tentang Alina, itu karena Bara mengatakan kalau dia melakukan semua ini untuk Alina!" Kata Maura tegas meminta penjelasan.
Samuel terdiam, kedua matanya melebar menatap tajam Maura. Dia sangat terkejut karena Alina mungkin ada hubungannya dengan Bara.
"Bara bicara soal Alina?" tanya Samuel terperangah.
"Iya ayah, dia bicara soal Alina." jawab Maura.
Samuel menolak untuk membahas Alina lebih jauh lagi, dia tidak mau putri kesayangannya tau kelakuan bejatnya di masa lalu. Dia malah meminta Maura untuk meminta pada Bara agar mengembalikan semua harta milik keluarga Agradana. "Ayah, aku rasa aku tidak bisa memintanya dengan mudah. Dia juga membuat kak Evan masuk penjara."
"A-apa?!!" Samuel tercengang lagi, belum cukup semua harta bahkan perusahaannya berpindah tangan pada Bara, kini Evan keponakan yang dia sayang berada didalam penjara. "Ugghhhh...." Samuel memegang dadanya yang terasa sesak. Pria itu meringis kesakitan.
"Ayah! Ayah kenapa ayah?!" Maura panik melihat ayahnya kesakitan, lalu ayahnya tidak sadarkan diri.
Maura berlari memanggil dokter untuk segera datang kesana dan memeriksa papanya. Dokter datang dan memeriksa Samuel, papanya terkena serangan jantung koroner.
"Dok, apa papa saya bisa sembuh?" Maura sangat mencemaskan keadaan ayahnya.
"Ibu tenang saja, penyakit jantung koroner masih belum sampai ke tahap gagal jantung. Masih ada jalan untuk sembuh, namun pak Samuel harus menerapkan pola hidup sehat, jangan stress dan sering check up keadaannya."
"Alhamdulillah dok, terimakasih dok." Maura menghela nafas lega karena ayahnya baik-baik saja.
"Oh ya Bu, untuk sementara waktu sampai keadaan pak Samuel pulih...beliau harus tetap berada di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan karena keadaan pak Samuel masih belum stabil." jelas dokter itu pada Maura.
"Iya dokter."
Tak lama kemudian datanglah seorang suster yang mengatakan pada Maura, bahwa biaya rumah sakit ayahnya belum dibayar. Maura segera pergi ke bagian administrasi rumah sakit, dengan pakaian tipis dan sandal tidur yang masih dipakainya itu.
"Sus, apa biaya rumah sakit ayah saya belum dibayar?" tanya Maura pada suster disana.
"Atas nama pak Samuel kan?" tanya suster itu.
"Iya sus."
"Belum dibayar." jawab suster itu sambil melihat ke arah Maura. "Ini tagihannya Bu." suster itu menyodorkan secarik kertas pada Maura.
Maura tertegun melihat biaya rumah sakit yang jumlahnya lumayan besar. Belum lagi biaya rawat inap ayahnya nanti, sakit jantung bukanlah penyakit yang sepele.
Belum dibayar? Bukannya udah dibayar pak Nathan? Aku harus minta uang pada siapa, sedangkan kak Evan satu-satunya keluargaku sedang berada di penjara.
"Nanti akan saya bayar sus, bisa tunggu sampai besok pagi, kan?" tanya Maura meminta keringanan pada suster itu.
Oh ya, aku masih punya tabungan!
"Bisa Bu, terakhir pembayarannya besok pagi." jawab suster itu.
Malam itu Maura pergi ke tempat pengambilan uang untuk mengambil uang tabungannya. Namun setelah beberapa kali dia mencoba menarik uang dengan kartu Atm-nya, selalu ada tulisan di layar bahwa kartunya telah di blokir.
"Astagfirullahaladzim, bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa tulisannya di blokir?!" Maura panik karena dia tidak bisa mengambil uang di atm itu, padahal passwordnya sudah benar dan dia yakin itu.
Tok, tok, tok!
Seseorang mengetuk pintu kaca pada tempat pengambilan uang itu.
"Mbak! Bisa cepetan gak!" kata seorang wanita dengan suara marah karena Maura sudah terlalu lama di dalam sana.
Maura keluar dari ruangan itu, dia meminta maaf kepada semua orang yang sudah mengantri di ATM. "Maaf Bu, pak...mas...mbak."
"Kalau gak punya uang, jangan sok sok an ngambil uang!" kata seorang pria nyinyir pada Maura karena kesal.
Maura diam dan pergi dari sana dengan langkah gontai. Dia terlihat sedih karena tidak tahu bagaimana caranya mendapat uang untuk ayahnya, karena semua uang tabungannya ada didalam ATM.
Di dalam keadaan malam yang dingin, Maura kembali ke rumah sakit. Dia tiduran di sofa ruangan tempat ayahnya dirawat. Sepanjang malam dia tidak tidur karena memikirkan sikap Bara yang berubah padanya, keadaan ayahnya dan juga Evan yang dipenjara.
Pagi itu, Maura berniat menemui Bara di ruangannya. Dia melihat beberapa pria berseragam polisi datang kesana dan bicara dengan Bara juga Nathan. "Baik pak, jadi bapak mau menghukum bapak Evan sesuai dengan hukum yang berlaku?"
"Iya, dia telah melakukan penganiayaan terhadap saya. Tentu saja dia harus dapat hukuman." Kata Bara pada seorang polisi yang bertanya padanya.
Maura langsung masuk ke ruangan itu dengan pakaian yang masih sama dengan kemarin. "Tidak pak polisi! Tolong jangan hukum kakak saya!" seru Maura pada polisi itu.
"Maaf mbak, anda ini siapa ya?" tanya seorang polisi pada Maura.
"Saya adik sepupu kak Evan, tolong pak bebaskan kakak saya dari tahanan. Dia tidak bersalah."
"Maaf mbak, anda tidak bisa meminta kepada kami...karena pak Bara lah yang melaporkan dan menuntut pak Evan." jelas polisi itu pada Maura.
Intinya Maura harus meminta pada Bara untuk melepaskan Evan, sedangkan Maura tidak mau meminta pada Bara. Polisi-polisi itu tidak mendengarkan Maura dan pergi dari sana. Bara tersenyum puas melihat Maura panik dan kalang kabut seperti itu. "Bara! Cepat lepaskan kak Evan dari penjara!" pinta Maura dengan wajah memerah yang emosi.
"Lepaskan dia? Kenapa aku harus melakukan itu?" Bara tidak mau mendengarkan Maura, dia acuh dan tidak peduli pada wanita yang berstatus istrinya itu.
Maura menatap Bara dan Nathan dengan sakit hati. Dia merasa sakitnya dikhianati berlipat-lipat ganda, dari Bara dan Nathan yang ternyata memihak Bara. "Pak Nathan...apa bapak juga..." Maura menatap Nathan yang berdiri didekat Bara.
"Maafkan saya non Maura." Nathan menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap Maura karena dia juga ikut andil dalam pengkhianatan Bara.
"Ayahku sangat baik sama bapak, kenapa bapak tega sekali...hiks..." Maura menangis kecewa dengan Nathan, yang adalah tangan kanan Samuel.
"Sudah sudah...jangan menangis begitu. Aku dengar ayah mertuaku sedang dirawat dan dalam keadaan kritis, tapi kamu gak punya uang ya? Atau kartu ATM mu diblokir?" tanya Bara sambil tersenyum sinis.
Maura terdiam, dia baru ingat kalau Bara adalah satu satunya orang tau kode kartu Atm-nya.
"A-apa kamu yang melakukannya? Kamu memblokir kartu ATM ku?!" teriak Maura pada Bara kesal.
"Iya, aku yang lakukan. Gimana, apa kamu butuh uang untuk biaya pengobatan ayahmu?" tanya Bara yang lagi-lagi tersenyum bahagia disaat Maura sedang menderita.
"Cih! Walaupun aku sangat membutuhkan uang, aku tidak akan meminta pada iblis sepertimu!" Ujar Maura emosi, diiringi tangisan tanpa suara.
"Ayolah Maura, jangan munafik begitu! Aku tau kamu butuh uang, aku bisa memberimu uang dengan cepat. Atau kamu mau ayahmu dikeluarkan dari rumah sakit?!" Bara mengancam Maura dengan dalih untuk kebaikan ayahnya.
Ayah...jika biaya rumah sakit belum dibayar sampai jam 10 pagi, maka ayah tidak bisa berobat.
Maura mengepalkan tangannya dengan gemas, entah apa keputusan yang akan dia ambil. Menyerah pada keadaan dan meminta bantuan Bara, ataukah dia punya rencana lain?
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Juan Sastra
inilah yg sering bikin nyesek,,dosa orang tua anak yg harus menanggung resikonya..padahal anak itu tak tahu apa pun yg di lakukan ayahnya. namun berimbas di kehidupannya
2023-01-12
2
Dedek Ray
kasiahan maura
2022-08-31
2
lina
kerjasama yg bagus, pntesan harta nya bisa d keruk ama bara
2022-08-07
1