Tami adik Tama sudah lebih baik sudah mulai menerima kenyataan sesingkat itu iya, memang sesingkat itu berkat Soleh dan Galang.
Alarico sudah kembali lagi pulang kerumah seketika baru sampai rumah Alarico masuk kedalam rumah tanpa salam tapi, kedua orang tuanya mengajarkan untuk salam dan itu pun tak pernah Alarico lakukan sejak ayahnya sudah tak sependapat dengannya dan tinggal dengan istri baru.
"Sayang kalo masuk itu salam nak," ucap sang ibu dari dapur.
Bukannya mengiyakannya Alarico malah menjawab salam itu. ibu hanya bisa menggeleng seberapa sulitnya menasehati putranya.
Alarico melangkah naik keatas ke kamarnya lalu mandi setelah itu kembali lagi turun dengan kaos putih kebesaran dan celana pendeka selutut dan sepatu kets nyaman.
Melihat rupa putranya sudah di pastikan jika putranya tidak akan di rumah setelah ini.
"Kamu mau kemana lagi, kita makan malam," ucap ibu layaknya perintah tapi, sebenarnya berucap santai. Alarico mendengus sebal malas sebenarnya tapi, ya perintah ibu mau gimana lagi.
Alarico duduk dan makan di depan ibu baru saja Alarico selesai doa dan akan makan Alarico tidak melihat ibu makan.
"Ibu kok gak makan?" Alarico menatap apa yang ibunya lakukan.
"Udah tadi Mommy makan sebelum kamu pulang bahkan ini udah jam setengah sepuluh. Kamu kamu kemana lagi hem?" Dengan tatapan lembutnya pada Alarico seketika menunduk malu karena tatapan ibunya terlalu lembut untuknya yang berusaha jadi anak bandel.
"Tapi, tadi kan Mommy bilang kita makan malem bareng kenapa jadi Al sendiri yang makan mom," ucap pada ibu dengan tatapan tak terima.
Ibu tersenyum dan mengangguk.
"Kalo gitu kamu nyuapin mommy aja," ucap sang ibu pada putranya. Seketika itu Alarico terdiam tapi, tak juga menolak. Alarico terdiam dan menyuapkan nasinya yang pertama untuk ibunya seketika ibunya menyuapkan ke mulut sang anak.
"Mommy gak mungkin makan, makanan dari anaknya tapi, kalo makanan mommy di makan kamu itu gak papa," ucap sang ibu pada sang putra. Alarico terdiam dan meneruskan makannya.
Sampai suapan terakhir Alarico menatap ibunya dan seketika itu piringnya diambil ibunya dan seketika mengusap sayang kepala sang anak.
Sikap ibunya tak berubah walaupun Alarico sudah besar dan berusia lebih dari belasan tahun dan sekarang sudah kuliah.
Ibunya selalu terbaik walaupun sakit ibunya selalu terlihat baik-baik saja.
Alarico melangkah keluar dari rumah seketika itu menaiki mobilnya. Seketika itu air matanya menetes. Alarico benci saat dirinya menangis kenapa harus menangis Alarico sangat tak suka situasi ini dimana seakan besok adalah hari terakhir ibunya kenapa ibunya selalu seperti ini. Alarico tak bisa jika melihat ibunya sungguhan pergi darinya.
Ibu sering bersikap baik saja Alarico sangat hancur. Terkadang Alarico berpikir jika takdir jahat padanya tapi, sebenarnya Takdir itu sedang berjalan sesuia pengaturannya.
Rasa sedih ini lebih mendominasi di bandingkan apapun Alarico mencoba melajukan mobilnya lebih cepat di tengah malam.
Itu kenapa Alarico tak pernah di rumah karena takut menghadapi kenyataan bagimana jika besok adalah hari terakhir ibunya dan kedua tangan juga usapan kepala itu akan hilang.
Seketika itu Alarici menghajar stir mobilnya dan menginjak pedal gas lebih dalam dan kecepatan mobilnya bertambah.
Di sini Syera Alinda duduk memberi makan ikan di pinggir kolam buatan di taman.
Kesedihannya sangat besar sampai hanya bisa menangis dan menjatuhkan air matanya di atas kolam.
Syera merasa jika dirinya yang paling sedih sekarang tak akan ada orang sesedih dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments