"Saya tahu semua ini pasti ulah kamu?" Ucap Laras.
***
Laras dengan beraninya menunjuk sang dosen tampan di hadapannya itu sebagai biang keladi dari semua masalah yang sedang di hadapi oleh sahabat tercintanya.
Fariz hanya tersenyum menanggapi Laras. Fariz malas menanggapi Laras yang sudah mulai menyebalkan itu.
Fariz memilih menghindar dari Laras dan berlalu pergi menyusul Luna yang masuk ke ruang makan.
Laras yang geram dengan sikap Fariz, yang sama sekali tidak menanggapi ucapnnya.
Laras memilih menngikuti Fariz masuk ke ruang makan dan masih dengan geramnya mengomel panjang lebar kepada Fariz yang hanya diam saja menanggapi ocehan Laras.
"Bapak kalau cuman mau buat masalah untuk hidup temen saya lebih baik pergi aja dech!" Hardik Laras emosi dengan tingkah Fariz.
Fariz hanya diam dan mendengar ocehan Laras sambil mengangguk-anggukan kepala saja.
"Hidup temen saya ini udah susah jangan bapak tambahi dengan ke gilaan yang bapak lakukan lagi!" Omel Laras sambil berkecak pinggang di depan Fariz.
Luna yang mendengar itu hanya bisa menoleh nafas pasrah. Luna tahu sifat Laras yang tidak akan berhenti mengoceh hingga dia merasa puas.
Luna menyiapkan makanan yang di bawa Laras kedalam piring-piring, lalu di letakkan di atas meja makan.
Mendengar Laras yang masih terus mengomel panjang lebar kepada dosen tampan di depannya, Luna memegang lengan atas Laras lalu memberikan isyarat kepadanya untuk duduk.
"Kenapa?" Tanya Laras tidak ingin di tenangkan.
"Makan dulu ja, ngomelnya lanjut nanti ja atau besok ja!" Jawab Raya sambil meletakkan makanan di meja depan Laras.
"Kamu belain dia?" Tanya Laras emosi. "Kamu udah suka sama dia?"
"Kalaupun iya memang masalahnya dimana?" Tanya Fariz sambil mengelap mulutnya, karena sudah selesai makan.
"Kamu itu yang masalah besar dalam hidup Luna!" Tegas Laras emosi.
Luna menghela nafas panjan dan membuangnya dari mulut, dengan lelah sambil menutup mata sejenak.
Luna lalu mengusap mukanya pelan mendengarkan pertengkaran kedua orang di hadapannya, cukup membuat Luna juga hampir terpancing emosi.
"Masalah yang sedang aku hadapi cukup banyak, dan kalian tahu itu kan?" Tanya Luna pelan.
"Iya, gara-gara dia!" Ucap Laras sambil menunjuk Fariz.
"Maka dari itu, kamu bisakan sebagai seorang sahabat yang baik hati, tidak sombong dan sering membuntu aku ini." Puji Luna agar Laras bisa sedikit lebih tenang sebentar saja.
Laras yang di puji Luna, tersenyum bahagia.
"Kamu bisa bantu aku sekali lagi sajakan?" Tanya Luna sambil tersenyum.
Luna faham sekali dengan sifat Laras yang harus di puji dan di sanjung dulu sebelum kita meminta sesuatu.
"Apa? Aku pasti akan selalu bantu kamu!" Ucap Laras yakin, sambil mengambil piring yang tadi sudah di sodorkan Luna ke hadapannya.
"Jadi.." Luna menoleh nafas sejenak.
Laras mulai menyuap makanan yang berada di piringnya, sambil mendengarkan apa yang akan di bicarakan oleh Luna.
"Kamu harus tenang!" Pinta Luna.
"Maksudnya gimana?" Tanya Laras sambil mngeryitkan dahinya.
"Dasar loading lama!" Ejek Fariz kepada Laras pelan, bahkan nyaris tidak terdengar kedua orang di depannya.
Fariz asik dengan ponsel di dalam genggamannya, sambil masih mendengarkan kedua orang sahabat itu berbicara.
" Kamu nggak usah ngomel nggak jelas kayak gitu ke pak Fariz. SE-BEN-TAR-SA-JA?" Tanya Luna dengan menekan setiap suku kata, kalimat 'sebentar saja'.
Laras mengerjakan matanya sejenak memandang Luna yang baru kali ini memintanya untuk lebih tenang, walaupun hanya sebentar.
"Kamu tahu kan, Kalau kalau ngomel terus aku nggak bisa mikir nanti!" Pinta Luna.
Luna memang susah untuk berfikir, bila sudah mendengar Laras mengoceh tidak jelas.
"Ta...pi.." Laras yang tidak terima ingin membantah Luna dengan mulut penuh makanan.
"Nggak ada tapi-tapian ya LA-RAS!" Potong Luna, menekan nama 'Laras' pada kalimatnya.
"Ya, tapi nggak mau kalau ada dia!" Ucap Laras sambil menunjuk ke arah Fariz.
"Kamu yang tidak di butuhkan disini!" Ucap Fariz lugas. "Jadi mending kamu ja yang pergi!" Usir Fariz sambil mengibaskan tangan ke arah Laras.
"Heem" Luna menarik nafas panjang.
Pusing sendiri dengan tingkah kedua orang ini yang selalu bertengkar.
Setelah selesai dengan makan malamnya, Luna pergi sendiri mempersiapkan semua yang di butuhkan untuk mempersiapkan presentasi besok.
Luna tidak memperdulikan Fariz dan Laras yang masih terus berdebat sendiri. Luna lebih memilih untuk memulai mengerjakan PPT untuk sidang skripsi besok pagi.
"Pak, jadi mau bantu saya atau mau berdebat dengan Laras?" Tanya Luna pada Fariz.
"Bantu kamu!" Ucap Fariz cepat, lalu duduk di dekat Luna.
"Kamu, mau bantu aku atau cuman mau buat rusuh disini Laras?" Tanya Luna pada Laras sambil melipat tangannya di depan dada. Luna menatap Laras dengan tatapan sinis.
Laras menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu tersenyum canggung. "Aku mau bantu kamu sebenarnya, ta...tapi.." Ucap Laras terbata-bata.
"Tapi apa?" Tanya Luna.
"Em... Sebenarnya aku tu mau bang...et buat bantu kamu.." Jawab Laras terputus.
"Tapi apa?" Tanya Luna lagi sambil menaikkan satu alisnya.
"Ak...aku mau pergi sama Aldi, mau..." Laras belum selesai menjawab pertanyaan, sudah Luna usir.
"Kalau begitu, lebih baik pergi kamu pergi sekarang!" Jawab Luna sambil mengibaskan tangannya.
"Lun.." Bujuk Laras memelas.
"Kalau nggak ada niat bantu aku, minimal jangan ganggu aku, kan bisa?" Tanya Luna sarkas.
"Aku niat bantu kamu kok, ta... Tapi..." Laras berniat membela diri.
"Tapi aku bukan prioritas kamu kan?" Tanya Luna. "Jadi kamu pergi aja sekarang, daripada kamu kelamaan disini, dan malah ribut sama pak Fariz!" Jelas Luna.
"Kamu nggak marahkan aku pergi?" Tanya Laras memelas.
"Nggak!" Jawab Luna sedikit membentak.
"Yakin?" Laras masih tidak enak hati dengan Luna.
"Pergi sekarang atau aku timpuk kamu pakai meja?" Tantang Luna yang sudah mulai kesana dengan Laras.
"Aki pergi. Jangan kangen aku ya!" Ucap Laras, percaya diri.
Luna yang malas dengan tingkah temannya itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja.
Luna kembali duduk di meja ruang tamu, dengan hanya beralaskan karpet bulu cukup tebal. Fariz juga duduk di sebelahnya.
"Jadi apa yang harus di kerjakan dulu ya?" Tanya Luna, lebih kepada diri sendiri.
"Coba kamu buat rumusan masalah dulu, lalu baru kamu buat kerangka kayak gini!" Ucap Fariz sambil menyodorkan tablet yang sedang di pegangnya kepada Luna.
Ketika Luna hendak menerima tablet yang di berikan oleh Fariz, Luna mendongak ke arah Fariz ingin mengucapkan terimakasih. Tapi, hal itu malah membuat mereka merasa sangat canggung, karena tepat ketika Luna mendongak, Fariz menunduk menatap tepat wajah Luna, sehingga jarak wajah di antara mereka hanyalah beberapa senti saja.
***
bersambung
Baca karya aku yang lain juga yok ada
JODOH: Cinta Pertama (36 bab)
Brondong Meresahkan (12 bab)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments