8. sidang

"Pak kita mau kemana?" Tanya Luna bingung.

Pasalnya Luna yang melihat Fariz membelokkan mobil kearah yang berlawanan dari jalan menuju kampus, menjadi sedikit panik. Apalagi baru saja dosen tangannya ini membicarakan hal aneh.

"Kita kerumah orang tua saya dulu!" Jelas Fariz singkat.

"Kenapa kesana, bukannya bapak harus sampai di kampus jam 7 ya, ketemu rektorat. Katanya tadi malam?"

Luna mengerutkan keningnya mengingat-ingat perkataan Fariz tadi malam. 'Sepertinya tadi malem ni dosen ganteng bilang gitukan!' Pikir Luna sambil garuk-garuk kepala.

"Perubahan rencana, karena ayah saya sudah tahu tentang berita itu tadi subuh." Jelas Fariz.

"Ooo.!" Luna ber'o' saja sambil mengerucutkan bibirnya.

"Si tua bangka itu akan lebih gawat di bandingkan rektor kampus!" Ucap Fariz pelan.

"Bapak manggil orang tua bapak apa tadi?"

Luna pikir dia salah dengar dengan panggilan Fariz untuk orang tuanya, lebih tepatnya ayah dari dosen tampannya ini. Sampai-sampai Luna menggosok-gosok telinganya.

"Tu-a ba-ng-ka!" Ulang Fariz santai.

Fariz mengatakan hal itu dengan penekan di setiap suku kata dan juga mencondongkan diri ke arah luna.

Luna yang mendengar itu dengan jelas, merasa agak aneh hanya bisa mengerjapkan matanya berulang kali serta menatap Fariz aneh.

"Kenapa gitu?"

Fariz yang melihat Luna seolah tidak percaya dengan panggilannya kepada sang ayah.

"Bapak kok nggak sopan gitu?"

"Di keluarga saya emang begitu, jadi nanti kamu jangan kaget ja ketika panggilan orang tua saya lebih menyeramkan!" Ucap Fariz sambil tersenyum memperiatkan Luna.

"Bapak bercandakan?" Tanya Luna tidak percaya.

Fariz tidak lagi menjawab pertanyaan Luna itu.

Tidak berapa lama Fariz membelokkan mobil ke arah rumah yang cukup besar, namun tidak terkesan mewah. Dengan suasana yang nyaman, dan juga sejuk. Terdapat banya bunga dan juga pohon buah yang tertata dengan rapi menyejukkan mata.

Kesan pertama Luna melihat rumah itu adalah suasana yang hangat dan benar-benar rumah, untuk tepat berkeluh kesah.

Luna asyik mengagumi pemandangan yang ia lihat ini. Tanpa sadar mobil telah berhenti cukup lama.

"Lun.."

"Luna..."

Fariz susah memanggil beberapa kali namun tidak juga mendapat jawaban.

"Luna" Fariz memanggil sambil membuka pintu mobil di sebelah Luna.

"Heh!. Bapak ngagetin ja!" Ucap Luna kesal sambil memegang dadanya, karena kaget.

"Kamu thu ngelamun ja, ayo masuk!" Ajak Fariz sambil berjalan terlebih dahulu di depan Luna.

Luna berjalan mengikuti Fariz memasuki area rumah. Mereka di sambut oleh perempuan setengah baya yang sepertinya asisten rumah tangga disana.

"Bi, apa kabar?" Tanya Fariz beebasa basi.

Fariz sudah lama tidak pulang kerumah orang tuanya, meskipun rumah kedua orang tuanya ini cukup dekat dengan kampus tempatnya mengajar. Fariz selalu mencari alasan untuk menghindari pulang keruma dengan berbagai alasan.

"Baik, Den Fariz sudah di tunggu di ruang keluarga sama Bunda dan Ayah!" Ucap sang asisten rumah tangga tersebut.

"Ayo Lun!" Ajak Fariz sambil menggandeng tangan Luna.

"Pak, nggak usah gandengan juga!" Ucap Luna sambil menarik tangannya dari genggaman Fariz.

"Ya kan kita udah sepat buat pura-pura jadi pasangan Lun.. Kamu lupa?" Bisik Fariz sepelan mungkin.

Fariz takut Ayahnya bisa mendengar obroalannya bersama Luna. Karena mereka sudah cukup dekat dengan ruang keluarga.

"Tapikan kemaren janjinya cuman di depan rektorat kampus?" Bisik Luna pelan, mengikuti Fariz.

"Masalahnya ayah saya lebih tinggi jabatannya dari pada rektorat kampus.!" Ucap Fariz sambil bergumam yang bisa dengan jelas di dengar Luna.

"Mak..."

Luna belum selesai bertanya dengan detail maksud Fariz. Mereka di hampiri oleh Ibunda sang dosen muda dengan sangat ramah dan juga bersemangat.

"Kok malah pacaran disini?"

"Luna gerogi mau ketemu camer, Bun!" Ucap Fariz sopan sambil mencium tangan sang Bunda.

Luna yang melihat itu, mengikuti jejak Fariz mencium tangan wanita paruh baya yang masih begitu cantik dan juga sangat ceria di depannya dengan sopan.

"Nggak usah gerogi sayang, Bunda seneng kamu mau kesini!" Ucap Bunda sambil menuntun Luna membawanya masuk ke arah ruang keluarga.

Disana sudah ada seorang Laki-laki paruh baya yang masih gagah itu. Dia begitu mirip dengan Fariz, yang sudah bisa di pastikan ayah dari sang dosen muda Fariz.

Luna menatap ayah Fariz cukup lama. Wajahnya cukup familiar bagi Luna. Luna seperti sudah pernah melihatnya. Tapi, Luna lupa dimana ia pernah melihat laki-laki paruh baya ini.

'Mungkin hanya mirip saja!' Pikir Luna.

"Ini calon mantu ayah?" Tanya laki-laki paruh baya itu sambil menghampiri Luna dengan hangat.

"Siapa namanya sayang?" Tanya Bunda dengan lembut.

Karena begitu senang sang anak yang tidak pernah membawa gadis kerumah, membuat ang bunda lupa menanyakan nama Luna.

" Luna, Bunda!" Ucap Fariz duduk di kursi, dan mengambil makanan di atas meja.

"Heh, Anak durhaka siapa yang mengizinkan kamu duduk di situ?" Marah sang Ayah.

"Lihat?" Ucap Fariz tanpa suara ke arah Luna.

"Ini masih rumah orang tuaku kan?" Tanya Fariz santai.

"Dasar anak tidak tahu diri!" Ucap sang Ayah sambil memeluk anak semata wayangnya.

"Dasar tua bangka!" Ucap Fariz sambil melepas pelukan sang ayah.

"Anak Kurang....!"

"Yah, Fariz, masih ada Luna!" Ingat sang Bunda.

Bunda takut Luna tidak terbiasa dengan suasana keluarga mereka yang memenga aneh bila di bandingkan dengan keluarga lain yang lebih memiliki sopan santun.

"Luna udah tahu kok, Bun!" Ical Fariz santai.

"Kita ngobrol di ruang kerja ayah Saja!" Ajak sang Ayah, berjalan memasuki sebuah pintu yang tidak jauh dari ruang keluarga itu.

"Aku kesana dulu ya, sayang!" Ucap Fariz sambil mengusap kepala Luna dan tersenyum.

Fariz berjalan menuju ruangan yang tadi di masuki sang ayah.

Tinggal Luna dan juga Bunda dari Fariz yang berada disana. Luna sedikit canggung, tidak tahu harus berbuat apa.

"Kamu bisa masak?" Tanya Bunda hati-hati.

"Sedikit, eemmm..."

"Panggil Bunda ja, kayak Fariz panggil Bunda juga"

"Iya... Bunda..."

"Kalau gitu kita buat kue aja sambil nunggu mereka, bisanya kalau mereka sudah masuk ruang itu bakal lama sekali keluarnya." Jelas Bunda sambil berdiri mengajak Luna menuju dapur.

"Kalau buat kue Luna nggak bisa sama sekali, Bunda!" Luna berkata jujur takut nanti malah mengacaukan dapur milik orang tua Fariz yang sepertinya memiliki perabotan cukup mahal.

"Nggak pa-pa, Bunda juga dulu nggak bisa masak apa-apa!" Jelas Bunda menenangkan.

"Tapi sekarang pasti masakan Bunda enak banget kan?" Ucap Luna memuji.

"Mereka berdua yang jadi bahan uji coba masakan bunda!" Ucap Bunda sambil menunjuk ke arah pintu yang tadi dimasukin kedua ayah dan anak tadi.

"Bund itu Ayah pak Fariz sama jajaran Rektor di kampu?" Tanya Luna penasaran melihat Foto di sebelah foto keluarga.

"Iya, itu waktu peresmian gedung kampus milik Ayah yang baru!"

'Maksudnya gimana, jadi pak Fariz anak pemilik kampus?' Pikir Luna.

****

bersambung

Baca karya aku yang lain juga yok ada

JODOH: Cinta Pertama (26 bab)

Brondong Meresahkan (8 bab)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!