Luna baru saja keluar dari rumah besar keluarga Fariz, ketika matahari sudah mulai meredupkan sinarnya dan menampakkan senja berwarna jingga yang begitu menggoda mata.
Luna masuk ke mobil masih dengan senyum palsu kepada kedua orang tua Fariz. Sambil sesekali menarik nafas lelah dengan semua kejadian dua hari ini.
Setelah mobil keluar dari perkarangan rumah besar itu Luna seketika memukul lengan Fariz sekuat tenaga yang dia bisa.
"Plak.." Sekuat tenaga Luna memukul lengan Fariz hingga membuat tangan luba memerah seketika.
" Aw.. kenapa Lun?" Tanya Fariz bingung, karena tiba-tiba saja di pukul oleh gadia yang duduk di sampingnya ini.
"Pak ini bukan seperti rencana awal, bukan menyelesaikan masalah, malah tambah masalah yang ada kita!" Omel Luna mengarahkan pandangan kedepan.
Luna mengusap wajahnya kasar, karena sudah tidak tahu harus berkata apa lagi. Luna benci situasi aneh antara dirinya, Fariz dan juga kedua orang tua Fariz.
"Maaf... Saya tidak tahu kalau kejadiaannya akan serumit ini, Lun!" Jelas Fariz.
Luna tidak merespon ucapan Fariz. Dia lebih memilih menatap layar ponselnya dan melihat beberapa pesan masuk yang ada di sana. Sambil berfikir apa yang harus di lakukan lagi.
Seketika Luna membelalakkan matanya karena melihat pesan yang paling atas pada ponselnya. Artinya pesan ini baru saja masuk.
"Pak!" Setelah membaca pesan itu Luna lalu menunjukkan layar ponselnya kepada Fariz.
"Apa?" Tanya Fariz yang masih fokus mengemudi mobilnya.
"Lihat ini!" Pinta Luna panik.
"Bentar!"
Fariz memberhentikan mobilnya tepat ketika di lampu lalu lintas yang sedang menyala merah. Fariz melihat layar ponsel yang di hadapkan kepadanya.
"Jadwal Ujian skripsi?" Tanya Fariz bingung.
"Iya!" Ucap Luna santai
"Terus ada masalah apa?" Tanya Fariz santai.
"Pak, ini besok jadwalnya!" Jelas Luna geram.
"Terus?" Tanya Fariz masih bingung.
"Saya belum buat rangkuman untuk presentasi, saya belum siap mental kalau itu besok pagi!" Jelas Luna dengan menggebu-gebu. "Bapak kira otak saya nggak butuh istirahat dengan semua masalah yang ada?" Tanya Luna frustasi.
"Oke, kita selesaikan satu-satu!" Ucap Fariz lembut.
Fariz kembali melanjutkan perjalanan setelah melihat lampu sudah berubah menjadi hijau.
"Bapak enak bilang gitu, saya nggak bisa!" Omel Luna.
Luna mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan menarik nafas cukup panjang, lalu menghebuskannya berlahan. Mencoba memejamkan mata sejenak.
"Kita mampir beli makan malam dulu, Kamu mau makan apa?" Tanya Fariz.
Fariz melihat pinggir jalan yang di padati oleh pedagang kaki lima.
"Apa aja!" Jawab Luna asal.
"Nggak ada makanan apa aja, Luna." Ucap Fariz.
"Saya makan yang sama dengan bapak aja!" Jawab Luna masih sibuk dengan ponselnya.
"Oke!"
Fariz mencari makanan yang bisa menemani mereka mempersiapkan presentasi skripsi Luna besok pagi. Fariz berhenti didepan sebuah warung pinggir jalan yang terlihat cukup bersih dan ramai pengunjung.
"Kamu mau ikut turun atau di sini saja?" Tanya Fariz.
Luna hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab pertanyaan Fariz.
"Maksudnya apa?" Tanya Fariz yang mulai lucu melihat tingkah Luna yang panik dan fokus ke layar ponselnya.
"Disini aja!" Jawab Luna singkat.
"Mau pesen sesuatu?" Tanya Fariz lagi.
"Pak, bisa nggak keluar terua pesen, dan balik bawa makanan tanpa tanya saya mau makan apa, minum apa?" Omel Luna. "Saya masih nyari file skripsi saya!"
"Oke sayang!" Ucap Faris sambil mengusap kepala Luna lembut.
Ketika Fariz sudah keluar dari mobil Luna memegang dadanya yang berdetak tak karuan.
"Ini jantung kenapa sich, kok aneh!" Ucap Luna pada dirinya sendiri.
Sedang di Luar Fariz memesan beberapa cemilan dan juga makanan untuk mengisi perut mereka berusaha nantinya. Fariz tersenyum melihat tangannya yang sudah mengusap kepala Luna.
Fariz kembali masuk ke mobil setelah mendapatkan pesanannya. Lalu melajukan mobilnya ke arah rumah Luna.
Selama sisa perjalanan mereka hanya di temani dengan keheningan, Luna pura-pura tidur untuk menutupi detak jantungnya yang sudah tidak bisa terkontrol lagi.
Sedang Fariz tersenyum melihat Luna yang aktingnya tidak begitu bagus sedang membuat drama di depannya.
'Lucu' Batin Fariz.
Setelah sampai Fariz tidak langsung membangunkan Luna. Dia sengaja ingin melihat seberapa tahan Luna untuk berpura-pura tertidur.
Faris sengaja menghitung di dalam hati seberapa luna dapat bertahan. Sambil menghitung dengan jarinya.
satu
dua
tiga
.
.
.
lima puluh delapan
lima puluh sembilan
enam pu. ..
Belum selesai hitungan yang di lakukan Fariz Luna sudah tidak tahan dan pura-pura terbangun dengan muka yang memerah.
"Ehm.." Luan pura-pura merenggangkn tangannya.
"Sudah bangun?" Tanya Fariz sarkas.
"Kita sudah sampai?" Tanya Luna balik sambil mengusap kedua matanya agar tidak terlalu terlihat.
" Sudah dari tadi!" Jawab Fariz cuek.
"Kenapa nggak bangunin?" Ucap Luna sewot dan keluar dari mobil.
Fariz menyusul Luna keluar dari mobil dengan membawa makanan di kedua tangannya.
Luna membuka pintu rumah dan mempersilakan Fariz masuk terlebih dahulu kedalam rumah. Sebelum masuk rumah Luna menelpon Laras terlebih dahulu.
Luna sudah menelpon untuk ketiga kalinya, namun tidak juga di angkat.
"Luna, kamu ngapain?" Teriak Fariz dari dalam ruang tamu.
"Bentar pak, lagi nelpon Laras!" Jawab Luna masih mencoba menelpon Laras.
Hingga akhirnya setelah telpon ke empat baru saja Laras mengangkat telpon tersebut.
"Kamu dimana?" Tanya Laras ketika baru saja mengangkat telpon itu.
"Aku dirumah!" Jawab Luna bingung.
"Kamu dirumah? bukannya kalian harus ketemu rektor untuk kalrifikasi video itu? Kok bisa dirumah?" Tanya Laras panjang lebar.
Laras sudah mencari Luna di ruang rektorat, dan menunggu di sana, sampai matahari sudah terbenam dengan sempurna di ufuk barat. Tapi yang ditunggu oleh dirinya malah sudah ada di rumah.
"Iya a...!" Belum sempat Luna menjawab dengan sempurna. Laras langsung menutup telponnya tanpa salam.
"Ras...laras..." Panggil Luna tanpa di jawab sama sekali.
"Ini anak udah di telpon susah, di angkat ngomel sendiri, sekarang di amtiin senak jidatnya tanpa salam?" Ucap Luna pelan sambil menatap layar ponselnya yang masih menampilkan nama Laras.
"Lun!" Panggil Faris mengagetkan Luna.
"Bapa bisa nggak jangan bikin orang jantungan. Dari tadi perasaan suka banget bikin orang jantungan!" Omel Luna.
" Kamu ngapain lama banget di luar?" Tanya Fariz sambil menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.
"Nelpon Laras!" Jawab Luna berjalan melati Fariz .
"Buat apa?" Fariz mengikuti Luna.
" Buat nemenin kita disini!" Jawab Luna sambil berbalik ke belakang dan terkejut ketika wajahnya tepat berada di dada Fariz. Luna secara otomatis hendak mundur dan menghindari Fariz. Namun luna terpeleset karena menginjak kakinya sendiri.
*****
bersambung
Baca karya aku yang lain juga yok ada
JODOH: Cinta Pertama (29 bab)
Brondong Meresahkan (11 bab)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Reni Anjarwani
lanjut thor semanggat upnya
2022-06-29
0