Menjagamu Dengan Do'A
Sepanjang perjalanan dari Bandara Adi Sucipto, wajah Gus Umar nampak selalu murung. Pemuda berbadan tinggi tegap, berkulit putih, berhidung mancung, dan berambut ikal panjang sebahu itu hanya diam membisu. Dia sama sekali tidak menanggapi pembicaraan kang santri yang menjemputnya ke bandara.
Tatapan Gus Umar tertuju jauh ke depan dan tanpa ekspresi, seperti ada ketidak relaan dengan kepulangannya ke tanah air kali ini. Hingga sepanjang perjalanan yang dilalui selama lebih dari satu jam itu, hanya kebisuan yang tercipta di dalam kuda besi yang melaju pelan membawa Gus Umar pulang ke kampung halamannya.
Ya, gus Umar baru saja menyelesaikan studi S1 di Madinah. Awalnya, putra sulung Kyai Abdullah itu ingin melanjutkan studi hingga pasca sarjana. Namun, sang kakek menyuruh untuk segera pulang karena Gus Umar telah dijodohkan dengan seorang gadis yang merupakan cucu dari sahabat kakeknya tersebut.
Setelah beberapa lama melandas di jalan raya beraspal, mobil yang dikendarai kang santri itu pun tiba di kediaman Kyai Abdullah. Kang santri segera memarkir mobil dan setelah terparkir dengan sempurna, kang santri tersebut segera turun, kemudian membukakan pintu mobil untuk putra sang kyai.
"Gus, kita sudah sampai," ucapnya pelan seraya menepuk lembut lengan Gus Umar, tatkala dia mendapati putra sang kyai masih terdiam, dan nampak tengah melamun di tempat duduknya di jok belakang.
"Hmm ...." Gus Umar segera tersadar dari lamunan dan menanggapi kang santri hanya dengan gumaman. Putra sulung Kyai Abdullah itu kemudian turun dari mobil dengan malas.
Gus Umar berdiri terpaku dan menatap kosong ke depan. Padahal di teras kediaman Kyai Abdullah, para santri telah berdiri dengan takdzim menyambut kedatangannya. Namun, Gus Umar seperti tidak melihat keberadaan mereka.
"Monggo, Gus." Kang santri segera menuntun Gus Umar untuk masuk ke ndalem sang kyai.
Kyai Abdullah dan Nyai Robi'ah berjalan tergopoh-gopoh menyongsong kehadiran sang putra di ruang tamu.
"Alhamdulillah... akhirnya sampean pulang juga, Gus. Umi kangen sama sampean," sambut nyai Robi'ah dengan merentangkan kedua tangan, merengkuh tubuh sang putra, dan memeluk putranya dengan penuh kerinduan.
Seketika wajah Gus Umar yang tadinya dingin, kini mengulas senyum menyambut pelukan sang umi. Hati Gus Umar seketika menghangat, mendapatkan pelukan dari wanita hebat yang telah melahirkan dirinya ke dunia.
"Umar juga kangen sama Umi," balas Gus Umar seraya melepaskan pelukan uminya. "Umi sehat?" tanya gus Umar kemudian, sambil menatap penuh rindu netra teduh Nyai Robi'ah.
Nyai Robi'ah mengangguk. "Alhamdulillah, Gus. Seperti yang sampean lihat, umi sehat wal-afiat," balas sang umi dengan tersenyum hangat, seraya menepuk lembut punggung kokoh putra sulungnya.
"Apa kamu tidak kangen sama abah, Gus?" sindir Kyai Abdullah yang nampak cemburu, melihat kehangatan sang putra dan istrinya.
Gus Umar tersenyum lebar pada sang abah, yang masih terlihat ganteng di usia senjanya. Wajah tua itu semakin berwibawa dan tatapan matanya begitu teduh hingga dapat membuat tenang siapa saja yang melihat.
"Tentu saja Umar kangen dengan laki-laki sepuh kesayangan Umi," balas gus Umar dengan bercanda dan kemudian memeluk abahnya dengan begitu erat.
"Sampean mengatakan, abah ini sepuh?" protes sang abah setelah melerai pelukan. "Ya, usia abah memang sudah sepuh, Gus, tetapi abah masih sanggup menggendong Umimu untuk mengelilingi ka'bah," gurau sang abah seraya mengerlingkan sebelah mata, pada sang istri.
Ya. Kyai Abdullah dan sang istri berniat untuk menjalankan ibadah umroh kembali bersama kedua putra putrinya jika sang putra sulung sudah pulang kembali ke tanah air. Rencananya, mereka akan berangkat sebelum Gus Umar menikah dengan gadis yang telah dijodohkan.
"Gus, ayo kita masuk ke dalam!" ajak sang umi seraya menggandeng putra kesayangannya. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam ruang keluarga.
Kyai Abdullah hanya bisa mengikuti keduanya dari belakang seraya bergumam, "Wah, abah bakalan kalah saing sama kamu, Gus."
"Umi masih bisa mendengar perkataan Abah," ucap nyai Robi'ah, seraya menoleh pada sang suami. Mereka bertiga kemudian duduk dengan nyaman di sofa, di ruang keluarga kediaman Kyai Abdullah.
"Ah, Abah. Paling Umi bersikap seperti ini pada Umar juga hanya sampai nanti sore. Malam harinya, Umi bakalan melupakan Umar demi suami tercinta," balas gus Umar, seraya tersenyum jahil pada sang umi yang duduk tepat di sampingnya.
"Kamu ini lho Gus, malah ngeledek umi." Nyai Robi'ah menjewer pelan telinga sang putra, pura-pura marah. Padahal dalam hati, ibu dari dua anak itu sangat bahagia karena memiliki dua laki-laki berbeda generasi yang sangat menyayangi dan mengerti dirinya.
Kyai Abdullah terkekeh kecil, mendengar candaan putranya yang membuat wajah sang istri yang nampak awet muda itu menjadi merona merah.
Tengah asyik mereka bertiga bercengkrama dengan hangat, terdengar suara salam yang diucapkan dengan riang gembira dari arah luar, "Assalamu'alaikum ...."
"Wa'alaikumsalam," balas mereka, kompak.
"Abah, Umi, Kak Umar!" Disusul dengan seruan manja seorang gadis, yang mengabsen satu per satu anggota keluarganya. Tidak lama kemudian, muncul dua gadis cantik dengan seragam putih abu-abu memasuki ruang keluarga.
Kedua gadis itu segera menyalami Kyai Abdullah dan sang istri, seraya mencium punggung tangan kedua orang tua tersebut dengan takdzim. Salah seorang gadis kemudian mendekati Gus Umar, menyalami pemuda tampan yang selalu tersenyum itu lalu segera memeluknya.
"Kak Umar jahat, mau pulang enggak kasih kabar dulu sama Laila," protes gadis itu dengan manja, yang ternyata adalah adik kandung Gus Umar.
Gus Umar melepaskan pelukan sang adik yang selalu manja pada dirinya itu. Dia kemudian mengacak lembut puncak kepala Laila yang tertutup hijab putih.
"Maaf Dik, kakak pulangnya dadakan. Jadi, enggak sempat membelikan kamu oleh-oleh," ucap gus Umar sendu, mengingat kembali kepulangannya yang sangat terpaksa. Sebab, perjodohan yang sama sekali tidak dia kehendaki.
Apalagi dihadapannya kini, berdiri seorang gadis yang terus menundukkan pandangan, dan menyembunyikan senyum manisnya. Seorang gadis belia, yang diam-diam disukai oleh Gus Umar, dan selalu disebut namanya dalam setiap do'a yang di langitkan putra sulung Kyai Abdullah tersebut.
Gus Umar hanya bisa menatap gadis itu dengan segala kesedihan hatinya. Musnah sudah harapan yang selama ini selalu dia pupuk. Keinginan untuk menyatakan perasaannya yang mendalam kepada teman sang adik, ketika nanti gus Umar sudah menyandang gelar sarjana, dan sudah bisa bekerja.
Laila yang belum tahu rencana perjodohan sang kakak, cemberut. "Lain waktu kalau kakak mau pulang lagi, kasih kabar sama Laila, ya? Soalnya Laila pengin dibeliin hijab yang kembaran sama Aida," pinta gadis itu manja, dengan sorot mata memohon pada satu-satunya kakak yang dia miliki.
Merasa disebut namanya, gadis yang sedari tadi menunduk itu pun mengangkat wajah dan sedetik kemudian Aida tersipu malu tatkala pandangan matanya tanpa sengaja, terpaut pada netra hazel milik Gus Umar. Untuk beberapa saat, kedua insan berlainan jenis itu saling tatap, dan seolah bercengkrama dalam diam.
Suara nyai Robi'ah kemudian, membuyarkan lamunan keduanya. "Kakakmu tidak akan kembali lagi ke Madinah, Ning, karena Gus Umar akan segera menikah."
"Apa? Menikah? Dengan siapa, Umi?" cecar Laila pada sang umi, yang sangat terkejut mendengar berita bahwa sang kakak akan dijodohkan.
Laila sekilas menatap tajam kearah sang kakak dan kemudian menatap Aida, sahabat baiknya dengan tatapan yang sulit diartikan. 'Maafkan aku Da,' bisik nya dalam hati.
Sementara Aida, gadis berseragam putih abu-abu itu langsung menundukkan wajahnya dengan dalam.
bersambung...
🌟🌟🌟🌟🌟
Buat kalian yang sudah mampir ke novel keempat ini, aku ucapkan terimakasih banyak 🤗🤗
Meski karya ini sudah TAMAT, tapi tetep,,, tolong tinggal kan jejak kalian di sini 😉😉
Dengan Like, komen, vote dan hadiah yang banyak dan jangan lupa klik tombol hati/ masukkan favorit 🥰🥰
Dan jika kalian suka dengan jalan ceritanya, jangan lupa berikan rating bintang lima dan katakanlah sesuatu untuk menyemangati ku 😊🙏
Happy Reading bestie ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
mama aya
nyimak kak
2024-05-22
1
Nar Sih
mampir lgi kakak👍❤️
2023-12-23
1
Nurr Amirr🥰💞
Hadirrrrr thorrrr🥰🥰🥰🥰
2023-12-19
1