Hari berganti hari, Aida dan Laila saat ini tengah menjalani ujian akhir sekolah. Sejenak Aida berusaha sekuat hati melupakan ingatan nya tentang gus Umar, meski senyata nya Aida tak mampu melakukan nya karena mereka masih berada di lingkungan yang sama dan hampir setiap saat bertatap muka.
Dan setiap kali bertemu, Aida tak sanggup untuk tidak melirik laki-laki tampan nan kharismatik yang telah menghiasi mimpi-mimpi nya selama ini. Begitu pun dengan gus Umar, yang setiap kali bertemu.. seakan hendak mengajak Aida untuk bercengkrama dari hati ke hati, meski hal tersebut tak sanggup terucap dari bibir nya.
Kedua nya hanya saling pandang dalam diam, dan kemudian Aida akan buru-buru berlalu untuk menyembunyikan kegundahan dan kesedihan hati nya.
Seperti pagi ini, di hari kedua ujian akhir sekolah. Ketika Aida hendak berpamitan sama nyai Robi'ah, gus Umar nampak tengah menunggu nya di ruang keluarga. Karena kebetulan, nyai Robi'ah sedang ada keperluan diluar pesantren bersama kyai Abdullah
"Assalamu'alaikum,," ucap salam Aida, dan langsung masuk ke ruang keluarga seperti biasa nya. Namun Aida terkejut, tatkala mendapati hanya ada gus Umar di ruangan tersebut, "maaf gus, Aida mau ketemu Laila," ucap Aida seraya menyembunyikan kegugupan nya dengan menundukkan kepala.
"Mau ketemu Laila, atau mau pamit sama umi?" Tanya gus Umar, yang memang sudah mengetahui kebiasaan Aida setiap pagi.
"Eh iya, dua-dua nya," balas Aida terdengar gugup, dan masih dengan menundukkan kepala nya. Entahlah.. semenjak mengetahui bahwa gus Umar telah dijodohkan, Aida merasa tak sanggup mendongakkan kepala setiap kali berhadapan dengan laki-laki pujaan hati nya yang ternyata sudah dijodohkan itu.
Pada hal dahulu hubungan mereka sangat lah baik, kedua nya terbiasa bercanda dan tertawa bersama layak nya adik dan kakak. Meski seringkali Aida malu-malu saat kedapatan tengah mencuri-curi pandang pada gus Umar, dan gus Umar akan bereaksi dengan tertawa gemas hingga Aida pun akhirnya ikut tertawa.
"Mau ketemu sama kakak ding dia,," ucap Laila tiba-tiba yang baru muncul dari kamar nya.
"Eh,, enggak kok," balas Aida cepat, sambil mengerucutkan bibir nya menatap Laila.
"Kalau iya juga enggak apa-apa kok dik," goda gus Umar mencoba mencairkan suasana, namun justru hal itu membuat Aida semakin salah tingkah.
"Mm,, mboten kok gus, Laila aja yang asal ngomong," balas Aida masih terdengar gugup, dan wajah Aida menjadi merah padam.
Laila terkekeh melihat wajah sahabat nya yang memerah karena malu, "Da, wajah mu kenapa? Sampai merah gitu? Kayak udang rebus tahu Da,," Laila semakin menggoda sahabat nya.
Dan Gus Umar tersenyum melihat kearah Aida, "kamu semakin manis saja dik, dan dengan malu-malu seperti itu wajah mu semakin menggemaskan," gumam gus Umar dalam hati, dan sedetik kemudian gus Umar segera menepis pikiran liar nya.
Aida mencubit pelan lengan sahabat nya, "aw,, Da.. sakit??" Protes Laila, pura-pura kesakitan. Pada hal dalam hati dia tertawa senang, karena telah berhasil membuat kakak kesayangan nya tersenyum kembali meski hanya sejenak.
Ya, semenjak kepulangan nya hari itu.. gus Umar kehilangan keceriaan nya. Kakak Laila yang biasa nya suka iseng sama adik nya itu berubah menjadi pribadi yang pendiam dan datar, dan bicara nya juga lempeng tak seperti biasa nya yang kadang suka ngebanyol.
"Ayo La, kita berangkat.. nanti kita terlambat," ajak Aida yang merasa sudah tidak betah berlama-lama berada di dekat gus Umar, semua oksigen di ruangan itu seakan menguap entah kemana hingga membuat Aida seolah kesulitan bernafas.
"Duduk sini dulu Da,, aku belum sarapan," tolak Laila, sambil berlalu menuju ruang makan meninggalkan Aida dan kakak nya hanya berdua.
Laila mengambil dua potong roti yang sudah diolesi susu beserta dua gelas susu hangat, dan kemudian membawa nya ke ruang keluarga.
"Kok masih berdiri aja Da,, ayo duduk," titah nya pada sahabat nya itu, dan Laila kemudian duduk di samping sang kakak.
Aida pun kemudian ikut duduk, agak jauh dari kedua nya.
"Nih buat kamu Da, harus di habis kan ya,," Laila memberikan sepotong roti dan segelas susu yang tadi dibawa nya kepada Aida.
"Kok cuma makan roti dik, tadi kan umi masak?" Tanya gus Umar pada sang adik, tapi tatapan nya tertuju pada Aida.
Aida yang sempat melihat nya, buru-buru menundukkan pandangan nya.
"Males makan nasi kalau pagi kak, kecuali kalau nasi goreng.. apalagi kalau nasi goreng nya buatan bibi Aini, ah bikin Laila kangen aja sama masakan bibi Aini yang the best itu," balas Laila nyerocos kemana-mana.
"Banyak mau nya kamu,," gus Umar mencubit gemas pipi sang adik.
Dan sudut netra Aida yang bisa menangkap adegan itu, hati nya menghangat. Aida memang sudah sering melihat kehangatan gus Umar pada Laila, dan hal itu lah yang membuat Aida semakin mengagumi sosok pribadi gus Umar yang sangat menyayangi keluarga nya.
"Tidak,, tidak,, aku tidak boleh terus-terusan memikirkan nya. Ayo fokus Da,, fokus pada ujian mu, dan setelah lulus segera tinggalkan pesantren ini agar kamu dapat melupakan nya," Aida menyemangati diri nya sendiri.
Aida dengan cepat menghabiskan roti dan susu nya, dia makan tanpa mengunyah nya dengan benar. Yang ada di pikiran nya, Aida hanya ingin segera menghabiskan rotinya dan segera pergi dari hadapan gus Umar,, bahkan rasa manis dan gurih dari roti tersebut pun tak dapat dia nikmati sepenuh nya.
"La, punyaku udah habis. Yuk berangkat," kembali Aida mengajak sahabat nya itu untuk segera berangkat ke sekolah.
"Aku belum minum susu nya Da, sabar napa?" Protes Laila yang merasa Aida terlalu terburu-buru memakan roti nya, Laila kemudian memasukkan suapan roti terakhir kedalam mulut nya dengan gerakan slow motion.. dan hal itu membuat Aida semakin cemberut.
Laila tertawa dalam hati, dia tidak bermaksud membuat sahabat nya marah.. tapi Laila hanya ingin mengulur waktu sejenak, agar kakak nya dan Aida bisa duduk bersama meski mereka tak saling berbicara.
Gus Umar mendesah pelan, "jangan suka bikin orang menunggu lama, makan nya agak dipercepat," titah gus Umar menatap sang adik, gus Umar merasa tidak tega juga melihat Aida yang duduk dengan tidak tenang.
"Iya, nih udah habis," balas Laila setelah menelan makanan terakhir nya, dan Laila segera menghabiskan susu hangat milik nya.
"Kak, Laila berangkat ya," pamit Laila pada sang kakak, seraya mencium punggung tangan sang kakak dengan takdzim.
"Yang teliti menjawab soal ujian nya, jangan buru-buru ingin selesai. Manfaatkan aja waktu yang tersedia dengan baik," gus Umar menasehati sang adik, sekaligus ditujukan pula pada Aida.
Laila dan Aida mengangguk, dan Aida tersenyum manis pada gus Umar.
"Kak, beneran.. kakak enggak ingin mengatakan apa-apa pada Aida?" Kembali Laila mengingatkan kakak nya.
Gus Umar menatap Aida dengan perasaan tak karuan, dia bingung harus memulai darimana?
Setelah cukup lama terdiam, gus Umar akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan semua isi hati nya. Meski pemuda itu tahu.. ini sudah sangat terlambat, dan yang pasti akan melukai perasaan mereka berdua.
"Dik Aida, bisa kita bicara sebentar?" Pinta gus Umar.
Aida mengangguk, dan kemudian kembali duduk di tempat nya semula.
"Mungkin dik Aida sudah bisa menebak perasaan ku sama kamu dik, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku.. aku menyukai mu sudah sejak lama, dan aku akan terus menyimpan nama mu di hatiku." Gus Umar menatap intens netra indah Aida, sedangkan Aida menggeleng pelan.
"Jangan seperti itu gus, lupakan Aida dan Aida pun akan belajar untuk melupakan gus Umar," lirih Aida.
bersambung,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
sendu sendu sendu
2023-07-02
1
Ita rahmawati
ya ampung nyesek bgt sih pdahal blm ap² lho in 😭😭😭
2023-06-05
1
Rapa Rasha
nyesek kak🥺😭
2023-04-04
1