"Ayo dik,," ajak gus Umar seraya menyeret pelan lengan sang adik, dan mengabaikan pertanyaan Laila.
"Assalamu'alaikum bi,'" ucap salam kedua nya seraya keluar dari kediaman bibi Aini.
"Wa'alaikumsalam,,," balas bibi Aini dan Aida bersamaan, mengiringi kepergian putra putri kyai Abdullah.
Laila berjalan sedikit cepat mengikuti langkah kaki sang kakak yang lebar, dan kedua kakak beradik itu langsung menuju mobil.
Gus Umar segera melajukan kendaraan nya dengan kecepatan sedang, menyusuri jalanan beraspal yang masih cukup ramai.
"Kak, kenapa tadi kakak enggak jadi bicara sama Aida?" Tanya Laila, memulai pembicaraan setelah cukup lama kedua nya terdiam.
"Kakak rasa waktu nya belum tepat dik, dan kakak juga khawatir dengan keadaan bibi Aini yang kurang sehat," balas gus Umar, seraya melirik sang adik sekilas.
"Tapi besok malam,,," Laila menggantung ucapan nya, dan tak hendak meneruskan nya. Laila merasa tidak rela jika kakak nya melamar gadis lain, meski Laila tahu bahwa ning Zahra adalah gadis yang baik. Tapi bagi Laila, kakak nya lebih cocok jika bersanding dengan Aida, sahabat nya.
"Kakak juga bingung dik," balas gus Umar yang mengerti arah pembicaraan sang adik, "kakak juga bingung, kalau pun kakak punya kesempatan untuk bicara sama Aida... dan jujur mengatakan pada nya tentang perasaan kakak, apakah itu masih ada gunanya dik? Jika perjodohan itu masih tetap berlanjut? Bukan kah lebih baik, kakak dan Aida tidak perlu saling terbuka agar kami tidak ada yang semakin terluka?" Gus Umar menarik nafas dalam, dan menghembus nya dengan kasar.
"Lantas? Apa kakak tetap menerima perjodohan itu?" Laila menatap kakak nya, menuntut jawab.
Gus Umar masih fokus dengan kemudi nya, dan tak langsung menjawab pertanyaan sang adik. Hingga mobil yang dikendarai gus Umar memasuki halaman rumah, dan gus Umar segera memarkirkan kendaraan nya di garasi di samping rumah utama.
Laila tak langsung turun, gadis itu masih menunggu jawaban sang kakak.
Gus Umar pun menatap sang adik dan mengurungkan niat nya untuk turun, "nanti di Baitullah kakak akan berdo'a sama Allah, agar Allah menunjuk kan mana yang terbaik untuk kakak," balas gus Umar terdengar pasrah.
Laila mengangguk, dan tersenyum pada kakak nya. "Semoga Aida yang terbaik," gumam Laila dalam hati.
"Ayo turun," ajak sang kakak, dan gus Umar segera membuka pintu mobil nya dan kemudian turun yang diikuti oleh Laila dari sisi yang lain.
"Assalamu'alaikum,," kedua nya memasuki rumah, dengan mengucapkan salam secara bersamaan.
"Wa'alaikumsalam,," balas semua orang yang berada di ruang keluarga.
"Kakek, nenek.. Umar kangen sama kakek dan nenek," ucap gus Umar, saat melihat ada kakek dan nenek nya sedang duduk di sofa bersama abah dan umi di ruang keluarga tersebut. Gus Umar segera menyalami kedua orang sepuh tersebut dan memeluk kedua nya bergantian.
"Cucu nakal, kenapa pulang tak langsung mengunjungi kakek dan nenek?!" Protes sang nenek seraya mencubit pelan lengan sang cucu, setelah gus Umar duduk di samping nya.
"Rencana nya nanti malam Umar mau mengunjungi kakek dan nenek, sambil membawakan martabak kesukaan nenek. Kalau sore seperti ini kan penjual martabak yang di pertigaan sana, belum buka nek?" Balas gus Umar membela diri.
"Pinter berkilah kamu," kembali sang nenek mencubit pelan cucu nya, tapi kali ini di pipi gus Umar.
"Ih nenek, kok pipi Umar di cubit? Nanti kegantengan Umar berkurang nek...?" Gus Umar pura-pura cemberut, dan sang nenek pun terkekeh seraya memeluk pundak kokoh sang cucu dengan perasaan gemas.
Begitulah hubungan gus Umar dengan kakek dan nenek nya, gus Umar selalu bersikap manja pada beliau berdua terutama pada sang nenek. Dan kyai sepuh beserta istri nya itu, sangat menyayangi gus Umar.. cucu laki-laki satu-satu nya yang beliau berdua miliki.
"Gus, ada yang ingin kakek sampaikan sama sampaian," tutur nyai Robi'ah, menatap putra nya yang masih bersandar manja pada bahu renta sang nenek.
Gus Umar langsung menegakkan tubuh nya, dan perasaan nya menjadi tak menentu.
"Gus, pasti umi mu sudah menyampaikan kalau besok malam kita akan silaturrahim ke keluarga ning Zahra tho?" Tanya kyai sepuh pada cucu kesayangan nya.
Gus Umar mengangguk, "nggih kek," balas gus Umar singkat, dan nampak tidak bersemangat.
"Rencana nya kakek rubah dan di percepat menjadi malam ini," lanjut kyai sepuh, dengan menatap sang cucu.
"Malam ini?!" Tanya Laila, gadis cantik yang sedari tadi diam saja itu sangat terkejut mendengar ucapan kakek nya.
Gus Umar pun tak kalah terkejut, tapi pemuda itu berusaha untuk menyembunyikan keterkejutan nya.
"Kek, memang nya kita tidak butuh persiapan khusus untuk silaturrahim ke rumah orang tua ning Zahra?" Tanya gus Umar mencoba mencari celah, untuk mengulur waktu.
"Semua sudah umi persiapkan gus, sampean tenang saja," balas nyai Robi'ah, yang membuat gus Umar menjadi lemas mendengar nya.
Terdengar adzan maghrib berkumandang dari masjid di komplek pesantren yang berada di samping rumah utama kyai Abdullah, dan pembicaraan mereka pun terhenti sejenak untuk mendengar kan alunan suara adzan tersebut.
"Bersiaplah gus, bakda sholat maghrib kita akan langsung berangkat ke kediaman orang tua ning Zahra," titah kyai Abdullah pada putra nya, sesaat setelah adzan maghrib selesai berkumandang.
Dan mereka semua segera membubarkan diri untuk melaksanakan ibadah sholat maghrib, dan kemudian bersiap-siap untuk berkunjung ke rumah orang tua ning Zahra.
@@@@@
Setelah menempuh perjalanan satu jam lebih, rombongan kyai Abdullah tiba di kediaman orang tua ning Zahra yang berada di lingkungan pesantren. Orang tua ning Zahra juga pengasuh pondok pesantren, sama seperti kyai Abdullah.
Kyai sepuh segera turun dari mobil dan diikuti oleh yang lain nya, dan kehadiran kyai sepuh beserta keluarga kyai Abdullah disambut hangat oleh keluarga kyai Hasyim.. sahabat dari kyai Zarkasi atau kyai sepuh, yang memang sudah mengetahui kedatangan tamu nya tersebut.
Ya, tadi sore kyai sepuh sudah memberi kabar pada kyai Hasyim bahwa beliau dan keluarga nya akan berkunjung malam ini.
Kedua sahabat lama itu pun saling berpelukan, dan setelah menyalami kyai Abdullah dan gus Umar,, kyai Hasyim dan seorang laki-laki paruh baya yang seumuran dengan kyai Abdullah itu, mempersilahkan tamu nya untuk masuk.
Kyai sepuh beserta sang istri, serta kyai Abdullah dan keluarga nya pun mengikuti kyai Hasyim dan putra nya tersebut memasuki ruang tamu yang cukup luas.
Mereka duduk dengan melingkar di atas permadani yang empuk, dan baru saja mereka duduk.. seorang wanita paruh baya beserta salah seorang santri nya menghampiri tamu nya seraya membawakan minuman.
"Assalamu'alaikum nyai,," sapa nya lembut seraya menyalami nyai sepuh, nyai Robi'ah. dan putri nya.
"Wa'alaikumsalam nyai Rahma,," balas nyai Robi'ah, dengan tersenyum hangat.
Wanita paruh baya yang dipanggil nyai Rahma itupun kemudian duduk di samping nyai Robi'ah, "monggo nyai, monggo ning, silahkan diminum teh nya mumpung masih hangat," nyai Rahma mempersilahkan tamu nya untuk menikmati suguhan teh hangat dan gorengan pisang, yang tadi dibawakan oleh santri nya.
Nyai Robi'ah mengangguk, dan kemudian mengajak ibu serta putri nya untuk minum.
"Gus Din, pasti abah sampean sudah mengatakan maksud kedatangan kami kemari?" Kyai sepuh mulai membuka obrolan serius, "kami bermaksud mengkhitbah ning Zahra untuk gus Umar," lanjut kyai sepuh, menyampaikan tujuan nya secara gamblang.
Laki-laki paruh baya yang dipanggil gus Din oleh kyai sepuh itu mengangguk, "benar yai, abah sudah menyampaikan nya," balas nya seraya mengangguk.
"Lantas, apa jawaban putri sampean gus?"
bersambung,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
senut² hatiku🤧
2023-05-23
1
Rapa Rasha
lanjut
2023-04-04
1
Siti Afifah
kok aku rasane gak kuat bca cerita iki...sabar nya sungguh sakit...akuvmewek terus
2022-08-18
1