Jawaban Aida dengan suara nya yang bergetar, terus terngiang-ngiang di telinga gus Umar.. dan suara tersebut mengisyaratkan luka yang mendalam dari pemilik nya. Tanpa gus Umar sadari, netra nya berembun dan dari sudut netra nya menetes bulir bening.
Buru-buru gus Umar mengusap kasar wajah nya dan menunduk, agar sang adik tak melihat air mata nya yang keluar tanpa bisa dia cegah.
Laila yang sempat menangkap kesedihan di wajah kakak kesayangan, menggeser duduk nya dan semakin mendekati sang kakak. "Kak,, Laila tahu kakak juga mencintai Aida, dan Laila juga tahu pasti bahwa kakak tidak suka dengan perjodohan itu bukan? Kalau benar kakak juga mencintai Aida, kenapa kalian berdua tadi diam saja? Kenapa kalian tak mau memperjuangkan cinta kalian kak,, kenapa?" Cecar Laila dengan pertanyaan yang sama, seperti yang ditujukan pada sahabat nya.
Gus Umar mendongak menatap lembut sang adik, "dik,, tidak semua yang kita ingin kan di dunia ini bisa terwujud, ada kala nya kita harus menerima kenyataan lain dari apa yang kita ingin kan agar kita belajar untuk ikhlas. Kakak yakin,,, jodoh, rizqi dan maut itu semua adalah takdir Nya dan kita harus menerima nya dengan lapang dada agar hidup kita menjadi tenang."
"Apa yang menurut kita baik, sejati nya itu belum tentu baik untuk kita dik.. karena Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi hamba Nya. Dan Allah telah menjelaskan hal ini dalam firman Nya, _Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui_" (QS.Al-Baqarah, ayat : 216).
Laila mengangguk-angguk, mengerti penjelasan sang kakak.
Sejenak hening menyapa kamar gus Umar, kakak beradik itu masing-masing sibuk dengan pikiran nya sendiri.
"Kak, tolong pikirkan lagi ya?" Pinta Laila memecah keheningan seraya beranjak, menatap sebentar netra hazel sang kakak dengan tatapan penuh harap.. dan kemudian Laila segera berlalu meninggalkan gus Umar yang masih termangu, mengingat rekaman percakapan sang adik dan gadis impian nya selama ini.
Gus Umar dan Aida memang sudah lama menjalin kedekatan.. itu karena Aida adalah sahabat Laila, dan gus Umar juga telah menganggap Aida seperti adik nya sendiri. Tapi sikap malu-malu Aida semenjak gadis itu mulai beranjak remaja, membuat gus Umar menjadi gemas pada sahabat dari Laila itu.
Dan ketika gus Umar berangkat ke Madinah untuk belajar di sana, beberapa bulan setelah nya gus Umar mulai merasa kan rindu yang tak biasa. Bukan perasaan rindu seperti pada umi atau pun pada Laila, adik nya.. tapi rindu pada seseorang yang telah mengisi hari-hari nya, dan gus Umar baru menyadari bahwa diri nya mungkin telah jatuh hati pada gadis belia sahabat dari Laila tersebut.
Semenjak saat itu, gus Umar sering menelpon sang adik, karena gus Umar tahu.. Laila pasti akan menceritakan keseharian nya bersama Aida, dan hal itulah yang senantiasa dirindukan oleh gus Umar. Bahkan tak jarang, sengaja gus Umar melakukan panggilan video jika rindu berat menyapa nya. Dan bisa dipastikan, Laila akan mengajak sahabat nya itu untuk ikut ngobrol bersama gus Umar meski seringkali Aida hanya akan menjadi pendengar setia seraya terus menyunggingkan senyum manis nya dan menatap malu-malu pada gus Umar.
Dari waktu ke waktu cinta gus Umar pada Aida semakin dalam, tapi pemuda kharismatik putra sulung kyai Abdullah itu masih berusaha menyembunyikan perasaan nya. Gus Umar bertekad, akan mengkhitbah Aida jika saat yang tepat nanti telah tiba.
Tapi apa hendak dikata, takdir berkata lain.. gus Umar harus menerima kenyataan bahwa diri nya telah dijodohkan, dan sebagai seorang santri gus Umar telah terbiasa di didik untuk sendiko dawuh pada kyai atau guru nya. Dan sang kakek yang menjodohkan gus Umar adalah guru bagi gus Umar, pada kakek nya lah Umar kecil belajar mengaji hingga dia tumbuh remaja dan kemudian meneruskan pendidikan nya ke Timur Tengah.
Seorang santri atau murid dituntut untuk selalu patuh dan mentaati perintah kyai atau guru nya, sebab.. dengan patuh kepada guru, akan menjadi perantara untuk memperoleh ilmu yang barokah dan bermanfaat.
"Gus,, apa sampean masih tidur?"
Gus Umar tersadar dari lamunan, tatkala terdengar sang umi memanggil nama nya dari luar pintu kamar.
Gus Umar segera beranjak dari pembaringan dan berjalan kearah pintu kamar nya, "umi, ada apa?" Tanya gus Umar, sesaat setelah membuka pintu kamar.
"Umi membuat kolak pisang kesukaan sampean gus, ayo kita nikmati bersama mumpung masih hangat. Abah dan adik kamu juga sudah ada di ruang makan," ajak nyai Robi'ah pada putra sulung nya.
"Bentar nggih mi, Umar bersih-bersih dulu," balas gus Umar dengan tersenyum hangat.
"Jangan lama-lama, nanti keburu dingin," umi Robi'ah segera berlalu meninggalkan putra nya, dan gus Umar pun kembali masuk kedalam kamar untuk membersihkan diri sebelum bergabung bersama keluarga nya.
"Mana putra kita mi?" Tanya kyai Abdullah pada sang istri, ketika dilihat nya sang istri telah kembali dan hanya seorang diri.
"Mau mandi dulu kata nya bah," balas nyai Robi'ah seraya duduk di samping sang suami.
"Sambil dimakan saja bah, ndak usah nunggu gus Umar," nyai Robi'ah menyajikan semangkuk kolak pisang kehadapan sang suami.
"Laila nanti ambil sendiri saja mi, mau nunggu kak Umar," ucap Laila tatkala nyai Robi'ah menyodorkan semangkuk kolak pisang pada nya.
"Hemm,, ya sudah, ini untuk umi dulu ya," nyai Robi'ah kemudian menarik kembali mangkuk tersebut dan kemudian segera menikmati kolak pisang hangat buatan tangan nya sendiri.
"Enak mi, luget dan manis.. seperti umi," puji kyai Abdullah pada hasil karya sang istri, sekaligus pada pembuat nya. Dan hal itu membuat nyai Robi'ah tersipu malu, pasal nya ada putri nya diantara mereka berdua.
Nyai Robi'ah pun mencubit pelan paha sang suami seraya berbisik, "abah ah, ndak lihat-lihat sikon kalau bicara," protes nya.
"Aw.. umi.. kok abah di cubit?" Kyai Abdullah malah sengaja mengeraskan suara nya, hingga membuat nyai Robi'ah semakin malu pada putri nya.
Laila tersenyum melihat kemesraan kedua orang tua nya, dan dalam hati gadis cantik itu berdo'a agar kelak dia diberikan jodoh seperti abah nya.. sosok laki-laki sholeh yang bertanggung jawab dan menyayangi keluarga nya, serta selalu bersikap romantis pada sang istri.
"Ning, nanti antar kan kolak ini pada bibi Aini ya?" Titah nyai Robi'ah pada putri nya, mencoba untuk mengurai suasana yang membuat nyai Robi'ah menjadi salah tingkah.
"Naik angkot mi? Ini kan udah sore mi? Nanti pulang nya, Laila bagaimana? Angkot nya kan habis jam setengah lima mi?"
Gus Umar yang sudah berada di belakang Laila pun tersenyum, "biar kakak yang antar kamu dik," ucap gus Umar tiba-tiba, seraya mengambil tempat duduk persis di samping sang adik.
Ya, gus Umar sudah mendengar percakapan umi dan adik nya sejak keluar dari kamar nya tadi. Dan dia berinisiatif mengantarkan sang adik, karena gus Umar masih penasaran ingin mengetahui keadaan Aida setelah dia mendengar percakapan gadis itu dan Laila melalui rekaman suara tadi.
"Oke kak, kalau gitu kita harus cepat-cepat kak.. takut keburu maghrib," ucap Laila dengan antusias, seraya mengambilkan kolak pisang untuk kakak tersayang. Tiba-tiba, muncul ide di kepala Laila untuk mempersatukan kakak dan sahabat karib nya.
bersambung,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Lina Maulina18
KKmu pengecut klo soal perasaan ska memendam gt lah jd
2023-06-08
1
Ita rahmawati
bca cerota in ak jd yg deg²an trus deh 🤦♀️🤦♀️
2023-06-05
1
Rapa Rasha
lanjut
2023-04-04
1