Pagi ini adalah hari terakhir ujian, dan Aida benar-benar merasa sedih karena setelah hari ini dia tidak akan dapat bertemu kembali dengan gus Umar. Karena Aida memutuskan akan segera boyong dari pesantren tersebut, demi kebaikan semua.
Aida merasa sedih, karena tempo hari gus Umar telah terang-terangan menyatakan perasaan nya,,, sedangkan mereka berdua tak mungkin bersatu.
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah yang masih berada satu komplek dengan pesantren dan kediaman kyai Abdullah itu, Aida terus memikirkan perkataan gus Umar pagi itu. "... aku akan terus menyimpan nama mu di hatiku,"
Dan kalimat tersebut terus terngiang-ngiang di telinga Aida, terdengar indah jika saja mereka adalah dua sejoli yang mungkin saja masih bisa bersatu.. namun bagi Aida saat ini, kalimat tersebut terdengar menyesakkan dada karena diucapkan oleh orang yang tak mampu dia gapai.
"Da,, jika perjodohan kakak dibatalkan, kamu mau kan jadi kakak ipar ku?" Tanya Laila lirih, namun mampu membuat Aida terkejut dan tersadar dari lamunan nya.
"Sst,, kenapa kamu bicara seperti itu La? Pamali tahu La,,, enggak boleh berandai-andai yang tidak baik," protes Aida, mengingatkan sahabat nya agar tidak bicara hal yang buruk.
"Aku tidak sedang berandai-andai Da, aku bicara apa ada nya. Kak Umar semalam bicara pada ku, kata nya di Mekah nanti kakak akan berdo'a agar kalian berjodoh,, dan kakak juga akan bicara pada abah, tentang perasaan kakak kepada mu Da," balas Laila, seraya menatap sahabat nya.
"Jangan La, tolong bilang sama kak Umar mu agar dia tidak melakukan hal bodoh seperti itu La?! Jangan katakan apa-apa pada abah, aku enggak mau abah jadi risau akan hal ini.. tolong La, kamu cegah ya?" Pinta Aida penuh harap.
"Lagian ya La, ustadzah Zahra itu sangat baik La.. dan beliau sangat cocok bersanding dengan gus Umar bukan?!" Lanjut Aida seraya menatap netra sahabat nya, dan dari tatapan nya menyiratkan bahwa Aida mengucapkan nya dengan tulus.
Laila mendengus kesal, mendengar Aida memuji-muji gadis lain, bahkan mengatakan kalau ustadzah Zahra lebih cocok untuk kakak nya. Karena bagi Laila, kakak nya hanya cocok bersanding dengan sahabat nya itu. "Menurut ku mereka berdua enggak cocok!" Ketus Laila.
Aida menarik nafas panjang, dan menghembus nya perlahan. "Kita udah sampai, sana masuk. Aku juga mau ke ruangan ku," ucap Aida ketika kedua nya sudah sampai di depan ruang ujian Laila, rasa nya Aida sudah malas membahas tentang perasaan nya dan juga tentang gus Umar.
"Duduk sini dulu yuk, masih ada waktu sepuluh menit," tolak Laila dan kemudian duduk di bangku yang berada di teras ruangan tersebut.
Mau tak mau, Aida pun ikut duduk meski dengan hati yang berat.
Laila masih membicarakan tentang kakak nya, tentang niat sang kakak yang benar-benar serius ingin memperjuangkan Aida. Namun Aida hanya diam, dan tak menanggapi pembicaraan sahabat nya. "Dengerin aja Da, dan jangan kamu masuk kan kedalam hati,, agar kamu tidak terlalu berharap pada usaha gus Umar," gumam Aida dalam hati.
Cukup sudah Aida merasakan sakit dengan mengetahui kenyataan bahwa cinta nya kandas di tengah jalan, dan dia tak ingin menambah rasa sakit hati nya dengan berharap bahwa mereka akan bersatu dan perjodohan gus Umar dengan ning Zahra batal.
Terdengar bel tanda masuk berbunyi, dan menghentikan Laila yang sedari tadi berbicara banyak hal tentang segala kemungkinan bahwa sang kakak dan sahabat nya bisa bersatu.
"La, aku ke ruangan ku ya," Aida segera beranjak dari tempat duduk nya.
"Ya, nanti pulang sekolah jangan lupa.. langsung ke rumah ya, bantu aku packing baju," ucap Laila mengingatkan sahabat nya, karena Aida sudah berjanji akan membantu Laila mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan nya berangkat umroh besok lusa.
Aida mengangguk dan segera berlalu menuju ke ruangan nya yang berada di ujung.
Sepanjang mengerjakan tugas, Aida merasa tidak tenang. Pikiran nya tak bisa di ajak kompromi untuk berkonsentrasi hanya memikirkan ujian ini saja, tapi bayangan tentang gus Umar dan pernyataan cinta nya terus saja berseliweran memenuhi isi kepala nya. Hingga Aida sejenak memejamkan mata, mencoba membuang segala kegundahan hati dan penyebab nya.
Setelah beberapa menit Aida terdiam, dia meneruskan kembali mengerjakan soal ujian terakhir di tangan nya, dan ketika bel tanda waktu telah berakhir berbunyi.. Aida telah menyelesaikan soal ujian terakhir itu dengan tepat waktu.
Aida kemudian meninggalkan bangku nya mengikuti teman-teman nya yang lain yang sudah terlebih dahulu keluar dari kelas. Begitu sampai di luar, Laila menyambut nya dengan wajah berseri-seri.
"Da,, Alhamdulillah ya... akhir nya selesai juga perjuangan kita," ucap Laila seraya menghampiri sahabat nya.
Aida hanya tersenyum, dan kemudian kedua gadis cantik itu berlalu meninggalkan sekolahan dengan pikiran masing-masing. "perjuangan ku bahkan baru aku mulai La, perjuangan untuk dapat melupakan kakak mu dan menyembuhkan luka hatiku," gumam Aida dalam hati.
Kedua gadis cantik itu terus berjalan, pulang ke kediaman kyai Abdullah.
Sesampai nya di ndalem, mereka langsung masuk melalui pintu samping karena seperti nya kyai Abdullah sedang menerima tamu.
"Assalamu'alaikum,," ucap salam kedua nya bersamaan.
"Wa'alaikumsalam,,," balas gus Umar yang kebetulan hendak keluar melalui pintu yang sama.
"Sudah pulang dik?" Tanya gus Umar, yang tak membutuhkan jawaban karena gus Umar tahu bahwa hari ini sang adik hanya ada satu ujian. "Kebetulan kalau begitu, temani kakak belanja keperluan untuk lusa yuk.. biar sekalian bisa kita packing, karena nanti malam koper nya harus sudah diantarkan ke kantor agency," pinta gus Umar pada sang adik.
"Iya kak, Laila juga ada beberapa barang yang mau di beli. Tunggu bentar ya kak, kami ganti baju dulu," balas Laila dengan antusias.
"Dik Aida ikut ya?" Pinta gus Umar, sekilas melirik Aida yang langsung menunduk.
Laila segera menyeret lengan sahabat nya untuk bersiap-siap.
"Aku masih tetap berharap, kita bisa bersama suatu hari nanti dik,," gumam gus Umar, seraya menatap punggung Aida yang semakin menjauh.
"La, aku enggak usah ikut aja ya,," tolak Aida dengan halus, setelah kedua nya sampai di kamar Laila.
"Enggak Da, kamu harus ikut. Aku suka lupa apa saja yang harus ku beli, jika tak ada kamu yang mengingatkan," kekeuh Laila, yang ingin agar Aida tetap ikut.
"Kan bisa kamu catat dulu La, apa aja yang kamu perlukan?" Saran Aida.
"Ah,, kelamaan, kakak udah nungguin. Nih, kamu ganti baju juga," Laila mengambilkan baju ganti milik nya untuk Aida, ukuran baju mereka memang sama dan mereka juga sering bertukar pakaian.
"Kamu kebiasaan deh La, kamu harus mulai belajar untuk tidak tergantung pada ku La,, bentar lagi kan kamu kuliah, dan akan jauh dari aku?" Aida mencoba menasehati sahabat nya, yang memang lebih sering bergantung pada nya itu.
Laila memang gadis yang manja, sedikit teledor dan tidak bisa rapi seperti Aida. Untuk itulah dia selalu butuh Aida, untuk mengingatkan nya dalam banyak hal.
"Kamu kan udah janji Da, kalau kita akan kuliah di perguruan tinggi yang sama? Jangan bilang kamu akan kabur dariku?!" Tebak Laila, yang seolah tahu bahwa sahabat nya itu memang akan pergi sejauh-jauh nya dari kehidupan sang kakak.. termasuk pergi dari Laila, sebab jika mereka berdua masih bersama pasti hari-hari Aida akan selalu mendengar nama gus Umar disebut oleh adik nya itu.
"Udah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Laila, seraya menggandeng tangan sahabat nya.
"Ya Allah,, kenapa di saat aku ingin berjuang melupakan nya, Engkau justru semakin mendekatkan kami dengan sering mempertemukan kami dan seolah memberi kami kesempatan untuk terus bersama?" Aida bergumam dalam hati, seraya mengikuti langkah kaki Laila yang berjalan dengan cepat.
bersambung,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
😢😢😢😢🤧
2023-05-23
1
Rapa Rasha
mungkin emang Gus Umar jodoh mu aida
2023-04-04
1
Mulaini
Mungkin itu salah satu doa gus Umar untuk mu Aida kalau jodoh maka dekatkanlah hehehe...
2022-05-29
1