Dengan tergesa, gus Umar berlalu meninggalkan sang umi dan adik nya. Dan tak berapa lama kemudian, gus Umar kembali dengan sudah berganti pakaian, gus Umar mengenakan celana panjang bahan dipadu dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga sebatas siku. Penampilan gus Umar terlihat berbeda dari biasa nya, yang keseharian nya lebih suka mengenakan sarung dan kaos oblong.
"Umi, Umar pamit mau ke rumah bibi Aini. Umar khawatir bibi Aini kenapa-napa," belum sempat nyai Robi'ah bertanya, kemana sang putra hendak pergi dengan dandanan senecis itu.. gus Umar telah mendahului menyampaikan maksud hati nya.
Nyai Robi'ah mengangguk, "pergilah gus, hati-hati di jalan," balas nyai Robi'ah memberi ijin, seraya menyambut tangan sang putra yang menyalami nya.
Dengan takdzim, gus Umar mencium punggung tangan wanita paruh baya yang telah melahirkan nya itu.
"Laila ikut ya kak,," pinta Laila memohon, dan segera mengambil tangan nyai Robi'ah dan mencium punggung tangan sang umi tanpa menunggu persetujuan.
"Ayo,," balas gus Umar singkat, dan mengajak sang adik untuk segera pergi.
"Assalamu'alaikum mi,,,"
"Wa'alaikumsalam,," balas nyai Robi'ah, seraya menatap punggung kedua putra putri nya yang semakin menjauh.
Sepanjang perjalanan, Laila sibuk dengan ponsel nya. Sedangkan gus Umar, fokus dengan kemudinya.
"Ih,, sebel deh. Aida lagi ngapain sih.. di telpon enggak di angkat-angkat juga!" Kesal Laila, karena sedari tadi menghubungi nomor Aida namun tak di angkat oleh pemilik nomor tersebut.
"Mungkin Aida nya lagi repot dik, jadi enggak tahu kalau ada panggilan masuk. Sabar, bentar lagi juga nyampai," gus Umar menasehati sang adik, padahal dia sendiri sudah tidak sabar ingin segera sampai ke rumah bibi Aini dan memastikan.. bahwa gadis yang disayangi dan juga ibu nya, baik-baik saja.
Gus Umar sudah menginjak gas dengan kecepatan maksimal, tapi tetap saja.. rasa nya laju kendaraan nya begitu lambat. Hingga berkali-kali gus Umar harus menarik nafas panjang, untuk mengisi rongga paru-paru nya yang terasa sesak.
Setelah berjibaku dengan pengguna jalan lain, karena masing-masing ingin segera sampai ketempat tujuan.. sampai lah gus Umar dan sang adik di kediaman bibi Aini.
Gus Umar memarkir kendaraan nya asal, dan kemudian segera turun tanpa menunggu Laila. Dengan tergesa-gesa, gus Umar masuk kedalam rumah bibi Aini yang terlihat sangat sepi.
"Assalamu'alaikum,,," ucap salam Laila yang sudah berada di belakang sang kakak, Laila harus berlari-lari kecil untuk dapat menyusul kakak nya itu.
"Kok sepi ya dik," lirih gus Umar, setelah beberapa saat menunggu tapi tak ada jawaban.
"Laila coba cari kedalam ya kak," Laila langsung masuk kedalam, untuk mencari keberadaan Aida ataupun bibi Aini.
Tak berapa lama, Laila telah kembali ke ruang tamu.. dimana sang kakak masih menunggu nya dengan perasaan cemas, "gimana dik? Mereka ada?" Tanya gus Umar dengan tidak sabar.
Laila menggeleng-gelengkan kepala nya, "enggak ada siapa-siapa kak, kamar Aida kosong.. di dapur juga enggak ada," balas Laila dengan wajah sedih.
"Eh,, ada tamu tho?" Ucap seorang wanita yang seusia gus Umar, yang baru saja masuk.
"Mbak Ning, Aida sama bibi kemana ya?" Tanya Laila pada wanita yang bernama mbak Ning tersebut.
"Lho, ning Laila apa ndak dikasih tahu neng Aida tho? Kalau bu Aini dibawa ke rumah sakit?" Tanya mbak Ning nampak bingung, sebab setahu mbak Ning Laila adalah orang terdekat Aida dan bagi bibi Aini Laila sudah seperti putri nya sendiri.
"Ke rumah sakit? Rumah sakit mana mbak?" Cecar gus Umar dengan panik.
Mbak Ning menggeleng, "pasti nya saya ndak tahu gus, tadi neng Aida cuma bilang.. kalau bu Aini mau dibawa ke rumah sakit besar di kota propinsi," balas mbak Ning dengan polos.
Gus Umar menyugar rambut gondrong nya, pemuda kharismatik itu benar-benar dilanda kepanikan yang luar biasa. Terlintas di benak nya, wajah pucat bibi Aini beberapa waktu yang lalu, saat dia berkunjung bersama sang adik.
"Dik, coba kamu telpon Aida lagi.. siapa tahu di angkat," titah nya pada Laila.
Laila kemudian kembali mendial nomor Aida, namun dari ruangan dalam terdengar nada dering ponsel berbunyi.
"Lho,, itu kan suara dering ponsel nya Aida," Laila yang hafal nada dering ponsel sahabat nya itu mengernyit, "jangan-jangan ponsel Aida ketinggalan kak," lanjut Laila semakin cemas.
"Coba saya cari kedalam ya ning," ucap mbak Ning, dan kemudian segera berlalu masuk kedalam.
Sesaat kemudian, mbak Ning sudah kembali dengan ponsel di tangan nya. "Iya ning, ini ponsel nya neng Aida ketinggalan," mbak Ning menyerahkan ponsel tersebut kepada gus Umar yang telah terlebih dahulu mengulurkan tangan nya.
Gus Umar tersenyum melihat wallpaper di ponsel Aida, yang menampilkan gambar diri nya. Tapi senyuman itu hanya berlangsung sekejap, tatkala gus Umar menyadari bahwa saat ini pasti lah Aida sangat kebingungan.
"Mbak Ning tahu enggak, Aida pergi sama siapa saja?" Tanya gus Umar pada wanita yang membantu di warung bibi Aini itu, gus Umar berharap ada tetangga baik hati yang bersedia menemani Aida mengantar ibu nya ke rumah sakit.. sehingga gus Umar bisa mencari tahu keberadaan Aida dan ibu nya, dari orang tersebut.
"Neng Aida diantar sama bu Retno dan sopir nya gus, karena hanya bu Retno yang kebetulan mobil nya ada dan siap mengantar bu Aini yang sudah pingsan," balas mbak Ning.
"Pingsan? Bibi Aini pingsan mbak?" Tanya Laila sangat panik.
Mbak Ning hanya mengangguk.
"Mbak Ning punya nomor telpon bu Retno?" Tanya gus Umar, mencoba bersikap tenang. Padahal pikiran nya saat ini benar-benar sedang kalut, apalagi mendengar bahwa bibi Aini sampai pingsan.
"Saya ndak punya gus, kalau mau tanya sama orang rumah nya juga percuma.. ndak ada orang, karena suami nya sedang keluar kota dan anak-anak nya semua nya juga tinggal di luar kota," balas mbak Ning, dengan sedih.
"Emm,, gini aja ya mbak. Mbak Ning pegang ponsel Aida, jika nanti bu Retno pulang.. mbak Ning segera telpon saya atau adik saya, di ponsel ini ada nomor kami," titah gus Umar, seraya mengembalikan ponsel milik Aida yang tertinggal.
"Saya ndak ngerti cara menggunakan ponsel nya neng Aida gus, lha wong saya ini ndak bisa baca je," balas mbak Ning, malu-malu.
Gus Umar mendesah pelan,
"Gini mbak, Laila ajarin." Ucap Laila, dan kemudian Laila mengambil ponsel Aida dari tangan mbak Ning.
Dengan telaten Laila mengajari mbak Ning untuk melakukan panggilan ke nomor nya, "jadi nanti mbak Ning buka layar nya dan langsung saja tekan tombol gambar telpon hijau ini,, nah, muncul nama pertama ini langsung pencet lagi gambar telpon, dah gitu aja," jelas Laila dengan cara sederhana.
Mbak Ning mengangguk mengerti, "baik ning, kalau cuma begini saya bisa," ucap mbak Ning dengan tersenyum senang.
"Baik lah mbak kami pamit, kami tunggu kabar dari mbak Ning," pamit gus Umar dengan perasaan berat, karena belum mendapat kan kepastian ke rumah sakit manakah Aida membawa sang ibu.
Jika memaksakan diri untuk mencari di seluruh rumah sakit besar di kota propinsi, pasti nya akan memakan waktu yang sangat lama. Sedangkan besok pagi-pagi sekali, gus Umar dan keluarga nya sudah harus berangkat ke bandara untuk menjalankan ibadah umroh.
Kedua kakak beradik itu kemudian pulang dengan tangan hampa dan membawa beban kesedihan yang mendalam. Hanya do'a yang bisa gus Umar langitkan, untuk orang yang dia sayang.
bersambung,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Rapa Rasha
teruskan
2023-04-04
1
Mulaini
Berdoa aja gus Umar semoga calon mertua yg tertunda sembuh dan ada kabar dimana ibu Aini di rawat di rumah sakit hehehehe...
2022-05-29
1
suli sulimah
haha yng tdinya mo nunggu upny bnyak ..tp gk sbar pngin bka ajh klo ad notif..emmm kira2 d rumh skit mna y bu aini..smga bu aini sgra smbuh.ksian aidany..untung ujiannya dh slesai...sabar y syang adia cntik sholehah
2022-05-26
2