Laila kemudian segera memberikan mangkuk yang sudah terisi penuh dengan kolak pisang buatan sang umi itu kepada kakak nya.
"Makasih dik," setelah menerima semangkuk kolak pisang dari tangan sang adik, gus Umar pun segera melahap nya.
Begitu pun dengan Laila, gadis itu pun segera mengambil semangkuk kolak pisang dan
ingin secepat nya menghabiskan kolak dalam mangkuk nya agar dia dan sang kakak bisa segera berkunjung ke rumah bibi Aini dan bertemu dengan Aida.
Sambil makan Laila terus menyusun rencana untuk menyatukan sang kakak, dengan sahabat karib nya sejak kecil itu.
Begitu banyak rencana di otak Laila, hingga tanpa gadis itu sadari.. dia menikmati kolak buatan sang umi seraya senyum-senyum sendiri, dan hal itu mengundang tanya nyai Robi'ah yang melihat gelagat aneh putri nya.
"Kamu kenapa ning?" Tanya nyai Robi'ah dengan penuh selidik, hingga kerutan di kening wanita paruh baya itu terlihat semakin dalam.
"Eh,,, kenapa mi? Laila enggak kenapa-napa kok?" Elak Laila, dengan pura-pura sibuk mengaduk-aduk kolak pisang di mangkuk nya.
"Ning, nanti sekalian sampaikan sama bibi Aini... agar besok malam beliau ikut untuk meminang ning Zahra, sama ajak Aida juga ya?" Pesan nyai Robi'ah pada putri nya.
Uhuk,, uhuk,, Gus Umar tiba-tiba tersedak, karena sangat terkejut dengan ucapan nyai Robi'ah.
"Gus, hati-hati kalau makan," nyai Robi'ah memberikan segelas air putih kepada putra nya, dan gus Umar segera meminum air tersebut.
Laila pun tak kalah terkejut dengan perkataan umi nya, "secepat itu mi? Memang nya kakak sudah kenal dekat sama ustadzah Zahra?" Cecar Laila pada sang umi.
"Kakek mau nya begitu ning," balas sang umi yang nampak pasrah.
"Setelah mengkhitbah ning Zahra, kakak mu dan ning Zahra bisa ta'arruf untuk saling mengenal.. dan nanti kamu bisa menemani mereka berdua untuk berbicara banyak hal," tutur kyai Abdullah, seraya menatap putra dan putri nya bergantian.
Gus Umar hanya terdiam, dia sama sekali tak menyangka bahwa kyai sepuh akan bertindak secepat ini untuk mengesahkan diri nya dan ning Zahra dalam ikatan pernikahan yang suci. Sedangkan gus Umar sendiri, sama sekali belum pernah bertegur sapa dengan ning Zahra meski gadis yang dijodohkan dengan diri nya itu adalah salah satu santri kyai Abdullah dan sekaligus ustadzah yang membantu nyai Robi'ah mengajar mengaji.
Laila menjadi lemas mendengar penjelasan abah nya, hilang sudah semua rencana di benak nya yang telah dia susun untuk menyatukan kakak dan sahabat terbaik nya itu. Laila menjadi galau, hingga kolak dalam mangkuk nya yang masih separo hanya di aduk-aduk.
"Ning, kok malah melamun? Cepet dihabiskan, nanti keburu maghrib," tegur nyai Robi'ah kala mendapati sang putri malah melamun.
"Iya mi," balas Laila singkat dan lemah, dengan malas akhir nya Laila berhasil menghabiskan kolak pisang buatan sang umi. Kolak yang tadi nya terasa sangat manis, kini menjadi sangat hambar dan terasa getir di lidah Laila.. sama seperti perasaan nya yang getir, memikirkan bagaimana nanti reaksi Aida.
Kedua putra dan putri kyai Abdullah dan nyai Robi'ah kemudian berpamitan pada abah dan umi nya, dan mereka berdua segera berlalu meninggalkan meja makan dengan perasaan gundah,,, terutama gus Umar yang merasa sangat bersalah pada Aida, setelah dia mengetahui kebenaran bahwa gadis cantik sahabat dari sang adik ternyata juga menyukai diri nya.
Gus Umar mengantar sang adik dengan mengendarai mobil menuju kediaman bibi Aini, orang tua Aida. Sepanjang perjalanan kakak beradik itu saling diam, dan masing-masing sibuk memikirkan bagaimana nanti pertemuan nya dengan Aida.
Lima belas menit berlalu, kuda besi yang membawa gus Umar dan Aida masih melandas di jalan raya yang cukup ramai karena sore hari adalah waktu nya para pekerja berebut untuk pulang ke rumah masing-masing.. setelah seharian lelah bekerja, dan kedua nya masih belum ada yang bersuara.
Hingga ketika rumah bibi Aida sudah terlihat, gus Umar tiba-tiba menghentikan laju kendaraan nya dan menepikan mobil nya di pinggir jalan raya.
"Ada apa kak? Kenapa tiba-tiba berhenti? Apa mobil nya bermasalah?" Tanya Laila dengan raut wajah khawatir.
Gus Umar menggeleng, "tidak dik, tidak ada apa-apa," balas gus Umar seraya menatap netra bulat sang adik, "dik, apa pesan umi tadi harus kita sampaikan?" Tanya gus Umar dengan perasaan gamang.
Laila menggeleng pelan, "Laila juga enggak tahu kak, rasa nya Laila enggak tega untuk menyampaikan nya pada Aida," balas Laila yang juga merasa gamang.
Gus Umar menghela nafas panjang, "benar dik, kakak juga enggak tega," timpal gus Umar dengan suara nya yang terdengar lirih, seraya menatap jalanan yang dipenuhi lalu lalang kendaraan.Jalanan tersebut terlihat rungsing, seperti rungsing nya hati dan pikiran gus Umar.
"Kak, apa sebaik nya enggak usah kita sampaikan saja ya? Apalagi tadi Aida bilang, kalau bibi lagi sakit? Laila takut Aida jadi kepikiran dan ikutan sakit kak.." pinta Laila memelas, dia sangat mengkhawatirkan perasaan sahabat kesayangan nya.
Gus Umar mengangguk, "baiklah dik, kita lihat nanti saja ya.. yang penting sekarang kita sampai dulu di rumah bibi Aini," gus Umar kemudian segera melajukan kembali kendaraan nya menyusuri jalan raya beraspal, dan tak berapa lama sampailah kedua nya di kediaman istri dari sahabat kyai Abdullah.
Gus Umar memarkir mobil nya tepat di samping warung yang masih buka, dan kakak beradik itu segera turun dari mobil. Laila membawa rantang yang berisi kolak pisang buatan sang umi berjalan di depan mendahului kakak nya, dan segera masuk kedalam rumah tanpa mengetuk pintu.
"Assalamu'alaikum bi,,," ucap salam Laila sambil terus berjalan masuk kedalam rumah, Laila memang sudah biasa keluar masuk rumah bibi Aini.. sama hal nya dengan Aida, yang juga sudah terbiasa berada di kediaman kyai Abdullah.
"Wa'alaikumsalam La,," balas Aida dengan sedikit berteriak dari dalam kamar nya, Aida sudah sangat paham dengan suara Laila tanpa melihat orang nya sekalipun.
Laila meletakkan rantang tersebut di meja makan, dan kemudian dia duduk di sana sambil menunggu Aida yang masih belum menampakkan diri. Sedangkan gus Umar, lebih memilih menunggu di ruang tamu.
Tak berapa lama, Aida muncul dari dalam kamar nya dengan rambut tergerai dan masih terlihat basah. "Sama siapa La? Tumben sore-sore main kemari?" Tanya Aida seraya menjatuhkan tubuh nya di kursi, di samping sahabat nya. Aida kemudian membuka rantang yang diyakini dibawa oleh Laila untuk ibu nya, "wah, kolak pisang ya La.. pasti bikinan umi," ucap Aida dengan tersenyum senang.
Setiap main ke rumah bibi Aini, Laila memang selalu membawakan makanan untuk ibu dari sahabat nya itu,, yang dimasak sendiri oleh nyai Robi'ah karena bagi nyai Robi'ah dan kyai Abdullah, Aida dan orang tuanya sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
"Sama kak Umar," balas Laila santai.
"Siapa?!" Tanya Aida terkejut, dan langsung kembali berdiri seraya mengedarkan pandangan nya. Dan tepat di saat yang sama, gus Umar telah berdiri di belakang Laila.
"Assalamu'alaikum,," ucap salam gus Umar yang menyusul sang adik ke ruang makan, setelah cukup lama gus Umar menunggu di ruang tamu namun sang adik dan tuan rumah tak kunjung keluar.
Aida semakin terkejut, dan gadis manis sahabat dari Laila itu segera berlari menuju kamar nya dengan menahan rasa malu.. karena Aida kepergok gus Umar, laki-laki yang bukan mahrom nya di saat diri nya sedang tidak memakai hijab.
bersambung,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
ika
klo di lingkungan pesantren panggil anak nya jg dgn sebutan Gus ato Ning gitu ya?
2025-02-24
1
Maulana ya_Rohman
kok ikutan s3dih ya thor😢😢😢😢😢🤧
2023-05-23
1
Rapa Rasha
waduh AIDA kok bisa sih
2023-04-04
1