Dua hari telah berlalu, waktu yang ditentukan Albert untuk Suhendra membayar hutang-hutangnya pun kini sudah habis dan tak ada lagi tambahan waktu yang akan diberikan Albert.
Albert kini bersiap menuju ke rumah Suhendra untuk menagih hutang pria tua itu, ia meminta Keenan selaku asisten pribadinya untuk menemani ia pergi ke rumah Suhendra hari ini.
"Keenan!" ucap Albert.
Pria dengan jas merah yang sedang duduk itu pun terkejut saat namanya disebut, apalagi yang memanggilnya adalah Albert.
"Eh iya tuan, siap!" ucap Keenan langsung berdiri dari tempat duduknya menghadap ke arah Albert.
"Kamu lagi ngapain?" tanya Albert dingin.
"Ngopi tuan," jawab Keenan.
"Habiskan kopinya! Setelah itu temani saya ke luar!" titah Albert.
"Baik tuan!" ucap Keenan.
Albert pun berjalan pergi melewati Keenan, ia hendak menunggu di mobil sampai sang asisten itu menghabiskan kopinya.
Sementara Keenan tentunya langsung dengan cepat menenggak habis kopi yang sebenarnya masih banyak itu, akibatnya ia pun kepanasan.
"Huh huh panas! Gapapa deh, daripada dimarahin sama si tuan!" gumam Keenan.
Setelah kopi tersebut habis, Keenan pun bergerak pergi menyusul tuannya ke depan rumah. Ia tak ingin membuat Albert menunggu lama karena khawatir akan dimarahi olehnya.
Keenan langsung masuk ke dalam mobil dan menemui Albert disana.
"Maaf tuan saya lama!" ucap Keenan gugup.
"Gapapa, karena kerja kamu bagus kemarin makanya hari ini saya beri waktu kamu untuk menghabiskan kopi kamu lebih dulu! Besok-besok mah gak akan begitu lagi, ngopi itu ada jamnya dan gak bisa sembarangan!" ujar Albert.
"Siap tuan, saya minta maaf!" ucap Keenan.
"Yasudah, cepat jalankan mobilnya!" titah Albert.
"Eee maaf tuan, tapi kita mau kemana ya?!" tanya Keenan.
"Kediaman pak Suhendra," jawab Albert.
"Baik tuan!"
Keenan langsung memakai sabuk pengaman, lalu melajukan mobilnya sesuai perintah Albert.
"Suhendra, kali ini saya tidak akan biarkan kamu lepas! Kamu harus membayar hutang-hutang kamu, atau nyawa anak kamu yang akan jadi bayarannya!" gumam Albert di dalam hatinya.
•
•
Sementara itu, Suhendra dan istrinya tampak panik mengetahui hari ini adalah hari penagihan. Ya mereka masih belum bisa mengumpulkan uang sesuai jumlah hutang mereka, karena sawah milik Suhendra tak kunjung panen juga.
"Pak, ini gimana ya pak? Pasti sebentar lagi tuan Albert akan datang kesini, tapi kita masih belum punya cukup uang buat bayar hutang!" ujar sang istri dengan raut kepanikan.
"Tenang Bu! Bapak juga lagi mikir gimana caranya, ibu jangan panik dulu ya!" ucap Suhendra.
"Gimana ibu gak panik pak? Tuan Albert itu ngancem mau meratakan rumah kita kalau bapak gak segera bayar hutang bapak! Ibu mau tinggal dimana pak, kalau nanti rumah ini diratakan sama tuan Albert?" ujar si ibu justru makin panik.
Suhendra terdiam tak tahu harus bicara apa lagi, ia hanya bisa garuk-garuk kening memikirkan cara untuk menghadapi Albert.
"Belum lagi persoalan Nadira, dia sebentar lagi mau ujian akhir pak. Tapi, kita gak punya uang buat bayar biaya sekolah Nadira! Kasihan Nadira pak, masa dia harus putus sekolah?" sambung si ibu.
"Duh, ibu jangan bilang begitu dong! Nadira itu gak akan putus sekolah, ibu tenang aja!" ujar Suhendra.
"Emangnya bapak punya duit?" tanya si ibu.
"Insyaallah Bu, bapak kan sudah bilang lagi diusahakan! Nanti bapak mau cari-cari uang pinjaman lagi ke warga sekitar sini, buat lunasin hutang bapak sama tuan Albert dan bayar biaya sekolahnya Nadira!" jawab Suhendra.
"Hah? Ya ampun pak, bapak mau bayar hutang pake uang hasil ngutang gitu? Itu mah sama aja pak, apa bapak gak repot nantinya?" ujar si ibu.
"Ya mau gimana lagi Bu? Lebih baik kita lepas dari jeratan hutang dengan tuan Albert, karena bapak gak sanggup lagi terus-terusan diteror seperti ini sama tuan Albert!" ucap Suhendra.
"Hadeh, terserah bapak aja deh!" ujar si ibu.
Tampaknya ibu itu sudah mulai pusing dengan masalah yang ia hadapi saat ini, hutang suaminya yang cukup banyak serta biaya sekolah Nadira putri mereka yang belum terbayar itu membuatnya merasa pusing dan tidak bisa tenang.
Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari arah luar yang membuat Suhendra serta istrinya panik mengira kalau itu adalah Albert yang datang.
TOK TOK TOK...
Terlebih suara ketukan tersebut cukup keras dan mereka yakin sekali kalau itu adalah Albert.
"Pak, jangan-jangan itu tuan Albert!" duga si ibu.
"Tenang Bu, kita cek dulu lewat jendela! Kalau memang benar itu tuan Albert, ya apa boleh buat? Kita temui saja dia karena tak mungkin kita menghindar terus, Bu!" ucap Suhendra.
"Iya pak,"
Si ibu ketakutan, ia berpegangan erat pada lengan suaminya dan melangkah secara perlahan ke dekat pintu untuk memastikan siapa yang datang.
TOK TOK TOK...
Suara ketukan itu semakin keras terdengar.
"Bu, ayo coba dibuka gorden nya!" ujar Suhendra.
"Kok ibu? Bapak aja lah, ibu takut!" ucap si ibu.
"Hadeh Bu Bu, yaudah biar bapak aja!" ucap Suhendra.
Akhirnya Suhendra mengecek melalui jendela, ia langsung terbelalak karena ternyata benar yang ada di depan rumahnya itu ialah Albert serta beberapa anak buahnya.
"Bu, ternyata beneran Bu! Tuan Albert yang datang, mana sama anak buahnya lagi!" ucap Suhendra.
"Tuh kan, gimana ini pak?" tanya si ibu.
"Eee..." Suhendra juga ikut panik sampai kesulitan untuk berpikir saat ini.
TOK TOK TOK...
"Suhendra, saya tahu anda ada di dalam. Cepat keluar Suhendra! Atau saya bakar tempat ini dengan anda sekalian!" teriak Albert dari arah luar sambil mengetuk pintu dengan keras.
Mendengar ancaman Albert membuat Suhendra serta istrinya makin panik, tak mungkin mereka akan terus berada di dalam karena khawatir Albert akan benar-benar membakar rumah itu sesuai perkataan darinya tadi.
"Bu, ayo kita keluar temui tuan Albert! Bapak gak mau terbakar hidup-hidup!" ucap Suhendra.
"Sama pak, ibu juga gak mau!" ucap si ibu.
Ceklek...
Suhendra membuka pintu, ia dan istrinya menemui Albert yang tengah berdiri di belakang pintu.
"Ma-maaf tuan, sa-saya lama buka pintunya!" ucap Suhendra gugup.
"Mana uangnya?" tagih Albert.
Suhendra melirik ke arah istrinya dengan tatapan bingung.
"Eee... eee...."
"Kenapa?" tanya Albert.
"Sekali lagi maaf tuan! Ta-tapi, saya belum ada uang buat bayar hutang saya ke tuan! Tolong tuan, beri saya waktu lagi!" ucap Suhendra memelas.
"Apa?" Albert terlihat emosi.
Suhendra langsung ketakutan melihat tatapan mata Albert yang begitu tajam dan mengerikan.
Albert menarik kerah baju Suhendra dan sedikit mengangkat tubuh pria tua itu ke atas.
"Heh! Udah berapa kali gue kasih waktu buat lu, ha? Kenapa lu masih terus kerjain gue? Sekarang kesabaran gue udah habis, lu bayar hutang lu sekarang atau gue bakal ratain tempat ini bersama lu dan istri lu sekalian!" teriak Albert mengancam.
"A-ampun tuan, saya minta maaf! Tolong lepaskan saya tuan, jangan bakar rumah kami! Hanya ini satu-satunya tempat untuk kami berlindung tuan, saya mohon!" ucap Suhendra memelas.
"Iya tuan, tolong maafkan suami saya!" sahut si ibu yang sudah bersimpuh di hadapan Albert.
Namun, Albert tak sama sekali tersentuh dengan kelakuan Suhendra dan istrinya itu. Ia melempar tubuh Suhendra begitu saja ke arah samping hingga tersungkur ke tanah.
Bruuukkk..
"Dasar bodoh! Kalian pikir saya akan semudah itu mengampuni kalian? Hutang kalian itu gak sedikit, mana bisa saya mengikhlaskan begitu saja? Kalau memang kalian tidak punya uang buat bayar, yasudah saya ajukan cara pembayaran lain untuk meringankan kalian!" ucap Albert tersenyum sinis.
"Yang benar tuan? Cara apa itu?" tanya Suhendra sembari memegangi dadanya.
Albert melangkah mendekati Hendra.
"Serahkan Nadira untuk saya! Dengan begitu, saya anggap hutang kalian lunas!" ucap Albert.
Jantung Suhendra seakan berhenti berdetak mendengar permintaan dari Albert, ia tak mungkin rela membiarkan putri satu-satunya itu jatuh ke tangan Albert yang kejam dan ganas.
Begitupun dengan sang ibu, ia langsung menjadi yang terdepan menolak permintaan dari Albert itu.
"Tidak! Tolong tuan, ini masalah saya dan suami saya. Jadi, jangan libatkan putri saya tuan!" ucap si ibu memohon.
"Ya terserah! Kalau kalian gak mau nurut, saya bakal ancurin tempat ini dan ambil seluruh harta yang kalian punya, termasuk sawah anda!" ucap Albert.
Suhendra melongok mendengar itu.
"Saya tunggu jawabannya sampai besok, kabari saya jika kalian telah mendapat jawaban itu!" ucap Albert.
Albert langsung berbalik badan, lalu pergi bersama asisten dan para bodyguard yang ia sewa untuk memukuli Suhendra, tetapi tidak jadi.
Sementara Suhendra masih terdiam disana dengan perasaan bimbang, ia berpikir antara keselamatan dirinya atau putrinya.
"Bagaimana ini...??"
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Har Tini
jahan banget tual albert
2022-09-30
1
Tia Saputri
🧐🧐
2022-09-30
2
Be___Mei
wuidih langsung di incer dong si cantik 😌
2022-08-13
1