“ANAK BUANGAN KAYAK LO MENDINGAN NGGAK USAH BERTINGKAH, BEGO!!”
Deg!
Anak buangan?
Raniya tertegun mendengar kalimat Desia. Entah mengapa ejekan itu terasa begitu mengena di hatinya. Otaknya memutar kejadian sebelas tahun silam secara otomatis. Bagaimana dirinya diusir dari mansion oleh daddy-nya sendiri hingga menarik banyak sorot iba dari orang-orang sekitar.
Raniya ingat betul kronologi peristiwa hari itu. Semuanya masih terekam jelas di kepalanya.
Menonton reaksi Raniya, Desia tersenyum miring. Raniya terprovokasi oleh ucapannya. Walaupun tidak tahu cerita sebenarnya, setidaknya Desia bisa menebak apa yang terjadi. Lagian, yang penting dirinya bisa balas dendam. Itu saja sudah cukup, kok.
Leon meraih tangan Raniya dan menggenggamnya erat, menyalurkan energi positif miliknya agar gadis itu tahan dengan ledekan Desia. “Ran, kamu nggak pa pa?” tanya Leon khawatir.
Rania tersadarkan. Ia menatap Leon yang menyorotnya dengan binar kecemasan. Raniya menarik kedua sudut bibirnya, menunjukkan senyum penuh ketegaran kepada lelaki itu. “Aku baik, kok, Le.”
Desia tersenyum sinis. “Wow, jadi bener? Lo itu anak buangan, Ran?” pekik Desia sok tak percaya. Padahal, gadis itu sengaja mengeraskan suaranya supaya seluruh penghuni kantin mendengar. “Lo dibuang dari keluarga Lycett, Ran? Kok bisa, sih?” ucap Desia pura-pura peduli.
Raniya yang sedari tadi duduk, mengepalkan kedua tangannya di bawah meja. Emosinya hampir saja meledak jika seandainya gadis itu tak ingat lokasi. Melepaskan kekuatan di kawasan sekolah adalah saran terburuk sepanjang masa.
Image Raniya sebagai gadis polos dan lugu bia hancur dalam hitungan detik kalau itu sampai terjadi.
Raniya memaksa bibirnya untuk tersenyum. Ia baru saja ingin membuka suara, namun suara keras dari pihak lain membuat atensi seluruh kantin beralih.
“DESIA!!”
Desia, Divya, Nadine, Raniya, dan Leon menoleh cepat. Dari posisi mereka, kelimanya bisa melihat sosok Aron yang berdiri dengan wajah memerah menahan amarah. Ditambah lagi kedua tangan lelaki itu terkepal hebat di samping tubuh.
Di belakang Aron, ada Alzi, Dion, Alan, Sherly, dan Lana yang was-was. Aura mencekam terkuar dari tubuh lelaki yang berstatus sebagai kakak Raniya itu.
Glek!
Tubuh Desia gemetar. Rasa takut menggerogoti sekujur sel tubuhnya. Hanya dengan suara bernada tinggi dari Aron saja sukses membuat setiap insan merinding.
Memangnya, siapa yang tidak mengenal Aron?
Arzaly Arone Lycett merupakan salah satu anggota Youth Police Group yang handal di bidang perkelahian. Kekuatan fisik lelaki itu terkenal begitu kuat. Selain tampan dan jago bertarung, Aron juga memiliki segudang prestasi di bidang akademik.
Intinya, sih, Aron itu dikagumi, tapi juga ditakuti. Pokoknya, dia itu paket lengkap, deh.
Merasa situasi mulai tak terkendali, Divya dan Nadine berlari terbirit-birit meninggalkan area kantin. Mereka mana mau terkena imbasnya.
Ckckck, dasar temen nggak ada akhlak!
Aron berjalan cepat menghampiri Desia, Raniya, dan Leon. Tatapan tajam lelaki itu seolah terfokuskan hanya pada Desia. Emosi Aron benar-benar sudah sampai ke puncak. Sangat siap untuk diledakkan.
“Siapa lo sampe berani ngatain kakak gue anak buangan, ha?!” hardik Aron marah. “LO SIAPA, ANJING?!!!”
Kaki Desia mendadak lemas, ia hampir tidak kuat menopang berat badannya sendiri. Bentakan Aron sukses membuat setiap sel tubuhnya ngilu. Jantung Desia berdegup cepat. “Gu—gue nggak—”
“LO PIKIR LO SIAPA, HA?!! LO NGGAK ADA HUBUNGAN APA PUN SAMA KELUARGA GUE! NGGAK USAH SOK IKUT CAMPUR, DEH, LO!” teriak Aron murka.
Siswa dan siswi yang menyaksikan kejadian itu dibuat merinding. Apalagi Desia yang menjadi objek kemarahan Aron. Ketar-ketir tuh cewek.
Situasi memanas.
Raniya segera maju bertindak. Ia berdiri dan memeluk tubuh adiknya dari samping. Tangannya bergerak naik-turun mengusap lengan Aron pelan, berusaha meredakan amarah lelaki itu.
“Aron, udah, ya? Jangan marah, hm.” Raniya berkata lembut.
Sontak Aron menatap kakaknya protes. “Tapi, Kak—”
Raniya menggeleng, kode agar Aron berhenti. Ia tidak mau ada keributan di sekolah. Di sini adalah satu-satunya tempat bagi Raniya untuk melepas penat dari keseharian sesungguhnya.
Paham bahwa Aron mulai melunak, Desia bergegas pergi dari kantin. Ia tidak mau jika sampai Aron kembali mengamuk.
Desia takut, hidupnya akan langsung berada di ujung tanduk jika berhadapan dengan seorang Aron.
...🔫🗡️🔫...
Raniya membawa Aron ke taman belakang sekolah. Ia menyuruh agar saudara kembarnya itu mengatur emosinya. Deru napas Aron masih terdengar memburu.
“Udah, Aron. Tenang, oke? Jangan marah-marah kayak tadi, apalagi sama perempuan. Itu nggak baik, Aron,” nasihat Raniya seraya mengusap bahu adik lelakinya itu.
Aron menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca. Raniya panik tentu saja. Adiknya tiba-tiba menangis tanpa sebab. Tidak mungkin, kan, cuma karena masalah di kantin tadi membuat Aron mengeluarkan air mata?
“Kamu kenapa, sih? Kok cengeng?” heran Raniya menarik Aron ke dalam pelukan. Gadis itu berusaha sebaik mungkin untuk menjadi figur kakak yang baik.
“Maafin gue, Kak, hiks.. seandainya kejadian dulu nggak ada, nggak gue lakuin, hiks.. lo nggak akan dihina kek gini, hiks.. ini salah gue, Kak,” ucap Aron di sela sesenggukannya.
Raniya terkekeh pelan. Ia mengacak-acak rambut adiknya gemas. “Itu bukan salah kamu, Adik. Udah jangan diungkit lagi. Semua akan baik-baik saja.”
Hiks.. semua akan baik-baik saja—batin Aron.
...🔫🗡️🔫...
Malam hari...
Raniya menggunakan outfit serba hitam ketika waktu menjelang pukul 9 malam. Ada jaket hitam, celana legging hitam, dan sarung tangan hitam.
Udah kayak orang mau ngelayat nggak, sih😅
Tak lupa, topeng R-Scan milik Raniya ikut dikenakan pula. Ini adalah penampilan khas sekarang Shyclore—serba hitam dan bertopeng. Rambut gadis itu digulung rapi ke atas supaya tidak mengganggu aktivitas.
Oke, perfect.
“Mau ke mana, Ran?” tanya Alice kala Raniya sudah berada di lantai bawah mansion.
“Ketemu Sean.” Raniya mengangkat kotak kecil di tangannya, menunjukkan benda itu pada Alice, Anna, dan Zahra yang kebetulan tengah berkumpul di ruang santai.
“Emang harus banget lo berubah jadi Shyclore buat ketemu Sean?” Anna mengamati dengan saksama setelan yang Raniya kenakan dari atas sampai bawah.
“Gue nyaman,” jawab Raniya singkat.
“Tapi, ini bahaya buat lo, Ran. Shyclore lagi diincer sama banyak orang. Kalo lo kayak gini, sama aja lo nganterin nyawa lo sendiri ke mereka.” Zahra berusaha menasihati dengan tutur kata pilihan. Ia tidak mau membuat Raniya tersinggung dan marah.
“Gue nggak peduli.” Raniya melengos pergi dari sana.
Karena kesal, Anna hendak menyusul Raniya. Namun, lengannya ditahan oleh Zahra. Ia berdecak melihat aura menggelengkan kepalanya, kode agar Anna tidak melakukan apa pun yang ada di pikirannya.
Pada akhirnya, Anna cuma bisa memendam rasa kesalnya di dalam hati. Dia itu khawatir kepada Raniya, sahabat sekaligus saudara angkatnya. Apa itu salah?
Anna tidak mau jika sampai Raniya terluka karena dikejar polisi.
...🔫🗡️🔫...
“Kamu tahu tugasmu, kan, Sean?” ucap Raniya datar.
Sean mengangguk. Lelaki itu menerima kotak kecil sodoran Raniya. Setelah berdiskusi sebentar, keduanya berpisah dari titik pertemuan itu.
Raniya pergi dengan motor sport-nya, sedangkan Sean dengan mobilnya.
Melewati sebuah minimarket, gadis itu menghentikan laju motornya. Ada beberapa barang yang ingin dia beli di tempat tersebut. Baru saja Raniya ingin turun dari motor, ponselnya berdering.
“Bibi Jasmine?” gumam Raniya bingung. Ia menggeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu di telinganya. “Halo?”
“Nona, gawat! Tuan Aron dan Nyonya May ada di sini!”
“Apa?!”
^^^To be continue...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments