Chapter 7 | Anak Buangan [Revisi]

Lengan gadis itu berhasil dicekal oleh Raniya. Karena geram, ia menoleh ke arah Raniya dengan raut penuh emosi. “Siap—” Ia terdiam melihat Raniya tengah menebar senyum cantiknya. “Lo!”

“Iya? Aku kenapa?” Raniya mengukir senyum semanis gula dengan perpaduan raut tak berdosa miliknya. Seolah gadis itu tidak merasa bersalah atas cengkeraman yang diperbuat pada lengan gadis tukang suruh itu.

Gadis yang dicekal tangannya menjerit histeris, tangannya bergerak memukul-mukul lengan Raniya karena cengkeraman yang terjadi mulai menimbulkan rasa sakit. Ini tangannya diremas, lho!

“Aw.. lepasin nggak?!! Lo nggak usah ikut campur urusan kita!!” seru gadis itu.

Sesuai permintaan sang gadis, Raniya melepas tangan gadis tadi tanpa pemberitahuan. Alhasil, gadis yang sedang berusaha menarik tangannya agar terlepas dari jeratan terjungkal ke belakang. Raniya yang melihat ikut-ikutan syok, padahal hatinya ngakak.

Uwow.. kasian banget, ckckck..

“Akh!” pekik gadis dengan nametag Desia Floren itu kala dirinya terduduk di lantai dengan posisi kurang elit. “Lo sengaja, ya?” tudingnya pada Raniya.

Raniya memiringkan kepalanya dengan raut kelewat lugu. “Kan, kamu yang minta buat dilepasin tadi. Kok, jadi aku yang salah?” ucap Raniya diiringi senyum manisnya.

Desia bangkit dibantu oleh kedua temannya. Mereka sibuk mengoceh sebentar, mempertanyakan kondisi Desia, takut gadis itu terluka.

Itu cuma jatuh ke lantai yang tingginya nggak nyampe semeter. Bukan jatuh dari lantai ke-7 sampai patah tulang.

Raniya berbalik mendekati Leon. “Kamu nggak pa pa?” tanyanya seraya menyentuh bahu lelaki itu.

Leon terpana. Gadis di hadapannya ini benar-benar menawan. Tanpa ia sadari, kepalanya mengangguk pelan, menjawab secara refleks pertanyaan Raniya. Namun, pikirannya melanglang buana ke masa lain.

Raniya menghembuskan napas lega. “Siapa nama kamu?”

Lelaki itu tersenyum kikuk menyadari dirinya sempat melamun. “Aku Leon, Leon Alexander. Kamu?”

“Aku Raniya, Callysta Raniya L. Salam kenal, ya, Leon.” Raniya tersenyum manis.

Jantung Leon berdebar seketika. Otomatis kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Senyum Raniya benar-benar menghipnotis jiwa dan raga, apalagi ketika mata elok gadis itu menyipit karena tertelan buntalan pipi. Cantik banget, ya ampun...

Baru saja Raniya ingin membalas, tarikan di tangannya membuat tubuh gadis itu berbalik dengan tiba-tiba. Untung jantung Raniya sehat baik dalam dan luar. Jadi, dirinya tidak terkena stroke dadakan.

“Lo ngapain, sih, di sini? Nggak usah ikut campur urusan kita! Mending lo pergi, deh, dari sini,” suruh Desia jengah.

“Oh, oke.” Raniya hendak melangkah. Namun, sebelum itu, ia menarik lengan Leon agar turut ikut bersamanya.

“Eh, eh, eh!” Salah satu teman Desia—Nadine—menahan Raniya yang ingin membawa Leon pergi. “Lo aja yang pergi. Nih cowok masih ada urusan sama kita.”

“Apa iya?” Raniya menatap Leon penuh arti. Sebagai tambahan, gadis itu mengedipkan sebelah matanya, kode agar Leon ikut masuk ke dalam sandiwara yang dibuat.

Paham maksud Raniya, Leon pun menggelengkan kepalanya. “Nggak, kok, Ran. Aku nggak ada urusan sama mereka.”

Raniya balik menatap Desia, Nadine, dan Divya. “Yaahh.. Leon-nya nggak ada urusan tuh. Kami pergi dulu, ya. Byeee..” Raniya melambai. Ia pergi dari sana dengan menggandeng lengan Leon.

“Thanks, Ran,” bisik Leon.

“Sama-sama, Leon. Lain kali, kabur aja. Mereka itu agak aneh otaknya, hihi,” balas Raniya berbisik pula.

Mau tak mau, Leon dibuat terkekeh. Keduanya melenggang pergi dari lorong laboratorium itu, tidak mengindahkan teriakan Desia yang emosinya sudah meledak-ledak.

“JANGAN KABUR LO, LEON! LO BELUM KERJAIN TUGAS MATEMATIKA GUE!”

...🔫🗡️🔫...

Jam istirahat tiba. Hari ini, semangat Raniya berkobar pesat. Sejak tadi pagi, dirinya berhasil menambah daftar teman baru di sekolah ini. Namanya Leon, lelaki berkacamata yang manis.

“Mau ke mana, Kak?” tanya Aron keheranan.

Raniya tersenyum kecil. “Mau ketemu temen. Kakak duluan, ya.” Buru-buru Raniya keluar dari kelas, menghampiri Leon yang ternyata sudah berdiri di depan kelasnya. Ya, mereka tidak satu kelas, tapi kelas mereka berdekatan, kok.

Raniya XII MIPA 2, sedangkan Leon XII MIPA 5.

“Hai, Le. Jadi ke kantin?” sapa Raniya.

“Jadi, ayo!”

Keduanya berjalan beriringan menuju kantin sekolah. Perjalanan mereka diiringi dengan gurauan dari Leon. Tawa Raniya yang khas menggema di beberapa sudut lorong, menarik atensi beberapa kaum adam untuk sekadar menyaksikan indahnya makhluk ciptaan Tuhan itu.

Melewati lapangan, Raniya terkikik melihat pemandangan di sana. Desia, Divya, dan Nadine tengah berdiri di bawah tiang bendera dalam posisi hormat. Sepertinya ketiga gadis itu dihukum berjamaah gara-gara tugas.

Hm, mereka pantes buat dapetin itu.

Setibanya di kantin, Raniya mendengarkan cerita Leon mengenai Desia. Benar dugaan Raniya, kejadian tadi pagi bukan insiden pertama. Namun, sudah yang kesekian kalinya.

“Jadi, Desia sama teman-temannya sering ancam kamu buat ngerjain tugas mereka?” tanya Raniya tak percaya. Tidak disangka ada sosok seperti Desia yang memanfaatkan nama keluarga untuk menindas orang lain.

Jika meminta bantuan, kenapa tidak dengan cara yang baik-baik? Kenapa harus memakai ancaman segala? Kasihan sekali Leon ini.

Leon mengangguk miris. “Aku capek, Ran, tapi aku takut kalo pekerjaan papaku kenapa-napa. Keluargaku nggak sekaya keluarga Desia,” curhat lelaki itu dengan raut sendu.

Raniya mengusap punggung tangan Leon, memberi ketenangan lewat pergerakan kecil itu. “Kamu tenang aja. Aku—”

BRAAAKK!!

“WOI, BEGO!”

Raniya dan Leon terlonjak kaget. Di tengah obrolan keduanya, seseorang menggebrak meja kantin yang mereka tempati dengan keras. Setelah ditilik, ternyata itu ulah Desia.

Raniya menghela napas berat. “Apa, sih?” sahut Raniya malas.

“Gara-gara lo gue dihukum, anjing!” seru Desia dengan emosi meletup-letup. Akibat tugas yang tidak terselesaikan, Desia, Divya, dan Nadine terpaksa menerima hukuman dari guru.

Dan, di mata ketiganya, semua itu terjadi karena ulah Raniya yang mengacaukan seluruh skenario rencananya!

“Kan, kamu yang nggak ngerjain. Kenapa jadi aku yang salah?” protes Raniya tidak terima. Niat dirinya, kan, membantu Leon yang tertindas. Mau Desia mengerjakan tugas apa tidak, ya, itu bukan urusannya.

Saking geramnya, Desia menunduk dan mengapit kedua pipi Raniya kuat. “Heh, cewek tukang oplas, nggak usah ngelak lagi, deh, lo. Kalo lo mau jadi pahlawan, cari kostum sama topeng sana. Nggak usah jadi pahlawan di sekolah ini!”

Raniya menyentak kedua tangan Desia. “Hish! Umurku belum cukup buat oplas!”

Desia menggeram kesal. Raniya selalu bisa membalas kata-katanya. Karena tidak tahu ingin mengatakan apa lagi, Desia menampar pipi Raniya kencang. Leon sampai memekik karena kaget.

“ANAK BUANGAN KAYAK LO MENDINGAN NGGAK USAH BERTINGKAH, BEGO!!”

Deg!

Anak buangan?

^^^To be continue...^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!