Chapter 3 | Maaf [Revisi]

Pagi ini, Raniya tiba di sekolah lebih siang dari biasanya. Semua ini gara-gara dirinya bangun kesiangan akibat aktivitas semalam yang cukup menguras tenaga. Untungnya, sih, Raniya sudah terbiasa ngebut di jalanan. Masih ada waktu sekitar tujuh menit lagi sebelum bel masuk berbunyi.

Suasana Best High School benar-benar ramai, ya, kalau jam segini. Banyak siswa dan siswi yang hulur-hilir di koridor.

Ah, gila! Badan gue pegel, anjir.

Raniya hampir memasuki kelas. Namun, seseorang menghadang di pintu masuk. Kepala Raniya mendongak perlahan. Dahinya sukses dibuat mengerut mengetahui pelakunya adalah Aron.

“Ada apa, ya?” tanya Raniya tanpa basa-basi.

Mendengar suara datar Raniya membuat mood Aron anjlok. Lelaki itu menghirup napas dalam-dalam sebelum mengutarakan maksud. “Bisa bicara sebentar?”

“Hm? Mau ngomong apa?”

Interaksi keduanya yang sesederhana itu berhasil menarik perhatian banyak orang. Siswa-siswi yang semula berlalu lalang memilih untuk menghentikan laju ayunan kaki demi menyaksikan drama kelanjutan hubungan persaudaraan ini.

Soalnya, hampir seluruh penghuni Best High School kepo dengan hubungan sebenarnya antara Raniya dan Aron.

Jika iya mereka bersaudara, kenapa Raniya tidak pernah terlihat selama ini? Aron, kan, berasal dari keluarga terhormat di negara ini, keluarga Lycett.

“Jangan di sini,” cicit Aron. Ia menoleh ke sekitar, banyak pribadi yang memperhatikan keduanya.

Menyadari maksud Aron, Raniya melangkah lebih dulu. Sementara Aron mengekori gadis itu dengan patuh di belakang. Sorot lelaki itu tampak sendu, memikirkan jika seandainya pembicaraan kali ini tidak membuahkan hasil sesuai harapan, tentu dirinya akan kecewa berat.

Tiba di taman belakang sekolah, Aron terdiam, bingung ingin memulai dengan cara yang seperti apa.

Raniya menaikkan sebelah alisnya. “Kok, diam?”

Aron memejamkan matanya erat-erat. Bayang-bayang masa lalu menghantui dirinya, akar dari segala permasalahan yang terjadi saat ini. Sebuah awal hancurnya hidup keluarga Lycett lebih tepatnya.

“Maaf..” lirih Aron dengan suara tercekat.

“Hm?” Raniya kebingungan. Suara Aron pelan sekali, sih.

Lelaki itu memberanikan diri untuk bersitatap, memirsa langsung binar mata Raniya yang sama sekali tidak menampilkan perubahan. Tenang dan datar, bukan lembut nan teduh seperti yang Aron ingat dahulu. Dan, itu berhasil membuat sudut hati Aron berkedut nyeri.

“Maafin gue, Kak,” kata Aron dengan suara lebih jelas. “Maaf buat kejadian sebelas tahun yang lalu...”

Raniya terdiam. Sebenarnya ia sudah menyangka jika Aron ingin membicarakan masa silam. Namun, mendengar kata-kata itu secara langsung seperti ini membuat hati Raniya seolah tercubit.

Jika ditanya rindu apakah tidak, tentu saja Raniya merindukan adik kesayangannya ini. Aron adalah saudara satu-satunya, sekaligus kembarannya. Mereka berdua tumbuh di rahim yang sama dan di saat yang sama. Ikatan antara Raniya dan Aron jauh lebih kuat dari apa yang kalian bayangkan.

Sayangnya, kejadian sebelas tahun silam telah menghancurkan segalanya.

“Bukannya ini yang kamu mau? Kamu jadi anak satu-satunya daddy sama mommy?” heran Raniya. Salah satu alasan Raniya memilih menjauh juga demi Aron, kok. Tetapi, kenapa situasinya jadi berubah begini?

Aron menggeleng cepat. “Gue nggak mau, Kak,” cicitnya pelan. “Maaf, gue nyesel udah buat lo pergi dari rumah. Gue nyari lo ke mana-mana, Kak.”

Hening.

Raniya menghela napas pelan. “Lupain aja, Aron. Masalah itu nggak perlu dibahas lagi.”

Aron sontak menatap Raniya tak percaya. Melupakan Raniya bilang? Sebelas tahun dirinya hidup dalam kubangan rasa bersalah dan kerinduan mendalam, lalu ketika bertemu, Raniya memintanya melupakan segalanya dengan begitu mudah?

Tidakkah gadis itu tahu kalau kalimat Raniya benar-benar menghancurkan hati juga harapan Aron selama ini? Setega itukah kakaknya sekarang?

“Lupain, Kak?” ulang Aron tak percaya. “Sebelas tahun gue kangen sama lo, gue cari lo, gue ngerasa bersalah sama lo, dan lo seenak itu minta gue buat lupain semuanya? Gue adik lo, Kak! Adik kandung! Kita saudara kembar! Harusnya lo—”

“Apa? Kamu mau aku gimana? Peluk kamu? Bilang rindu juga? Iya?” tanya Raniya dingin. Aron terdiam seribu bahasa. “Setelah apa yang kamu lakuin dulu, kamu masih berani harapin itu, Aron?”

Jleb!

Kalimat Raniya menohok hati Aron hingga ke relung terdalam. Lelaki itu menunduk dalam, tak sanggup menatap langsung paras sang kakak. “Gue salah, gue tau, Kak. Gue minta maaf,” cicit Aron.

“Maaf kamu nggak akan ngerubah apa pun, Aron.” Raniya menghela napas berat. “Sikap daddy dan mommy tetap nggak akan berubah hanya karena maaf kamu.”

“Gue akan akui semuanya di depan daddy asalkan lo mau maafin gue,” kata Aron yakin. Lelaki itu paham jika konsekuensi yang harus diterima berupa amukan dari sang daddy. Atau bahkan dirinya akan mendapat giliran diusir dari rumah. Ia tahu jika hari ini akan segera tiba.

Tidak ada lagi yang bersuara. Keduanya hanya saling bersitatap tanpa berkata-kata, seolah tengah bertelepati lewat sorot masing-masing.

Tiba-tiba Raniya tersenyum tipis. Tangannya terangkat mengusap kepala Aron pelan. “Kamu nggak perlu ngelakuin itu, Aron.”

Aron membeku. Darahnya berdesir merasakan usapan lembut di kepalanya, usapan yang dia rindukan.

“Kakak nggak pernah marah sama kamu,” kata Raniya.

“Kakak...?” lirih Aron bahagia.

“Jangan bilang apa pun sama mommy dan daddy. Biarkan saja.”

“Tapi, Kak—”

“Aron, udah. Lupain masalah itu, Kakak nggak pernah permasalahin itu. Anggap aja nggak pernah terjadi.” Raniya tersenyum bersamaan dengan sorot matanya yang berubah teduh.

Aron terisak detik itu juga. Ia merengkuh Raniya erat, menghapus segala rasa di dadanya.

Raniya terkekeh mendengar adiknya sesenggukan. Ia balas memeluk dan menepuk punggung Aron untuk menenangkan lelaki itu. “Semuanya akan baik-baik saja,” bisik Raniya pelan.

Masa lalu biarlah tetap menjadi masa lalu...

...🔫🗡️🔫...

Jam pulang sekolah tiba.

Dunia Raniya mendadak berputar. Aron dan Thalia berdebat seru sambil menarik kedua tangannya dari dua arah.

“Nggak! Kak Raniya pulang sama Thalia!” seru Thalia emosi. Ia menarik tangan kiri Raniya erat.

“Lo apa-apaan, sih? Raniya kakak gue! Lepasin tangan lo nggak?!!” Aron yang tidak mau kalah menarik tangan kanan Raniya.

Yang menjadi objek tarikan menggeram marah. Ingin menggertak, tapi kasihan. Dua bocah di samping kanan kirinya ini adalah adiknya sendiri. “Aron! Thalia!” sentak Raniya emosi.

“Kak, nih cowok ngaku-ngaku jadi adek Kakak,” tunjuk Thalia pada Aron.

Aron mendesis. “Mana ada! Yang ada, lo yang ngaku-ngaku jadi adeknya kakak gue!” balas Aron tak mau kalah.

“UDAH CUKUP!” teriak Raniya kehabisan sabar. Seketika Thalia dan Aron terdiam. Namun, kedua insan berbeda gender itu masih tetap saling melempar pandangan sinis. “Thalia, kamu pulang dulu sama Rafael. Kakak ada janji sama Aron.”

Thalia melirik sinis ke arah Aron yang tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya, Thalia mau diajak pulang setelah mendapat iming-iming es krim dari Rafael. Sementara Raniya dan Aron sendiri memilih pergi menggunakan motor Aron.

“Kita mau ke mana, Aron?” tanya Raniya sewaktu dirinya mengenakan helm pemberian adiknya itu.

Aron tersenyum. “Pulang ke mansion, Kak,” jawabnya semangat.

Deg!

Pulang... ke mansion?

^^^To be continue...^^^

Terpopuler

Comments

Sui Ika

Sui Ika

11 tahun berpisah, usia brp raniya nya thor?
7 tahun, 6 tahun?

2022-05-15

1

°•Anne's chaa•°

°•Anne's chaa•°

Aku curiga, mungkin ada alasan kenapa Raniya bunuh orang² jahat itu.. apa di masa lalu ada sesuatu yg bikin Raniya dan Aron kepisah?

2022-05-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!