Chapter 10 | Kebersamaan [Revisi]

Mobil Lexus milik Raniya terhenti di depan pekarangan rumah minimalis tingkat dua. Itu merupakan rumah kedua yang Raniya beli khusus untuk mengelabuhi setiap orang. Semisal ada yang bertanya alamat rumah, maka gadis itu akan memberi alamat rumah ini. Bukan Mansion Callys.

Raniya masuk ke dalam dengan tergesa-gesa. “Mommy?”

May dan Aron yang sedari tadi menanti di ruang tamu menoleh secara bersamaan. Spontan keduanya berdiri dan mengembangkan senyum.

Buru-buru May berdiri, hendak menghampiri Raniya. “Say—” Kalimat May terhenti kala wanita itu melihat dengan jelas luka memar di sudut bibir putrinya. “Sayang!” pekik May kaget.

May mendekati Raniya dengan tergesa-gesa, meraba wajah gadis itu dengan jemarinya. Tentu hal itu mengundang ringisan pelan dari Raniya. “Sayang, ini kenapa?” tanya May khawatir.

Mendengar suara desisan Raniya, Aron pun turut mendekat. Lelaki itu tak kalah terkejut menyaksikan luka memar di sudut bibir kakak perempuannya.

Raniya tersenyum tipis. “Tadi Raniya diganggu orang di jalan, Mom, makanya agak lama. Maaf, ya,” jelas Raniya senatural mungkin. Padahal, sebenarnya gadis itu sedikit merasa bersalah kepada Alzi. Sorry, Al, gue nyebut lo jadi preman.

“Lo diganggu preman, Kak?” Kedua tangan Aron terkepal di samping tubuh, sorot mata lelaki itu menajam. Ia tidak terima jika kakaknya diganggu. Aron tahu persis apa makna dari kata ‘diganggu’ yang Raniya sebutkan.

“Tapi, kamu nggak pa pa, kan, Sayang?” ucap May khawatir.

Raniya menggeleng. “Nggak pa pa, kok, Mom. Raniya, kan, kuat. Raniya udah hajar mereka.”

“Di mana lo diganggu? Biar gue cari mereka, Kak,” ucap Aron serius. Apa gunanya ia menjadi polisi jika menjaga keluarganya saja tidak becus? Niat awal lelaki itu belajar beladiri, kan, demi keluarganya, agar bisa melindungi mommy juga kakak perempuannya.

Raniya mengusap bahu adiknya. “Nggak usah dipikirin, Aron. Kakak fine.”

“Tapi, kan, Kak—”

“Arzaly Aron Lycett...” sahut Raniya cepat dengan nada menegur.

Mau tak mau, Aron pun mengalah. Lelaki itu memilih diam walaupun hatinya dongkol karena dilarang membalas dendam. Padahal, kan, Aron ingin sekali menghajar orang yang sudah membuat Raniya terganggu. Tapi, ya sudahlah.

“Sini, Sayang, biar Mommy obati.” May menuntun Raniya untuk duduk di sofa. Sebelum itu, May meminta Bibi Jasmine untuk menyiapkan kotak P3K.

“Sshh.. Mom,” desis Raniya ketika kapas dingin itu menyentuh permukaan kulitnya.

Secara refleks, May menghentikan aktivitas. Ia memulai dengan lebih pelan seraya sesekali meniupi sudut bibir Raniya.

Perlakuan kecil mommy-nya ini membuat Raniya bahagia diam-diam. Ia sangat merindukan suasana hangat semacam ini selama bertahun-tahun belakangan. Bahkan, saking senangnya, gadis itu meneteskan air matanya tanpa sadar.

May terkejut ketika setetes air jatuh di punggung tangannya. “Raniya, kamu nangis, Sayang?”

Raniya menghapus air matanya dengan lekas. “No, Mom.”

“Terus Kakak kenapa?” tanya Aron ikut merasa sedih.

Raniya tersenyum simpul. “Kakak cuma kangen masa-masa kayak gini. Udah lama banget, ya,” lirihnya dengan kepala menunduk.

May dan Aron tertegun. Hati mereka sama-sama tercubit mendengar kalimat bernada sendu dari Raniya. Membayangkan hidup Raniya terlunta-lunta di luar sana membuat ibu dan anak itu tertampar kenyataan. Jika May merasa bahwa dirinya gagal sebagai seorang ibu, Aron merasa dirinyalah biang dari segala masalah yang terjadi.

Kakaknya tidak akan menderita seandainya Aron tidak berulah sebelas tahun silam.

“Kak, gue—”

“Udahlah, nggak usah dibahas,” potong Raniya cepat. Ia benar-benar keceplosan tadi. Kalimatnya beberapa detik lalu bisa saja memancing Aron untuk mengatakan yang sebenarnya. Alhasil, lelaki itu pasti akan dihukum oleh Aldy dan May. “Udah makan malam belum, Mom, Aron?” tanya Raniya mengalihkan pembicaraan.

“Kami udah makan, Sayang. Kamu udah?” May bertanya balik.

“Belum, hehe.” Raniya nyengir. Namun, gadis itu malah meringis merasakan sebelah sudut bibirnya perih.

Aron berdecak. “Ini jam sepuluh lebih, lho, Kak. Lo belum makan?”

Raniya mengedikkan bahu tak acuh. Mana bisa ia memikirkan makanan jika tugasnya belum selesai. Niat dirinya ke supermarket sebelumnya salah satunya juga karena ingin membeli mie cup. Eh, tapi malah mendapat telepon darurat dari Bibi Jasmine.

May geleng-geleng saja. “Mommy masakin makanan, mau?”

“Mau dong!”

...🔫🗡️🔫...

“Kak, kita nginep di sini boleh?” tanya Aron sewaktu Raniya tengah makan malam.

Gadis itu mengunyah makanan di mulutnya dengan cepat. Lalu, meminum beberapa tegukan air. “Kakak, sih, nggak masalah, Aron. Tapi, daddy gimana? Nanti Mommy sama kamu dimarahin,” khawatir Raniya.

May yang duduk di sebelah Raniya mengusap kepala putrinya lembut. “Daddy lagi kerja di luar kota, Sayang. Makanya, kami ke sini. Jadi, boleh nginap?”

“Boleh, lah, Mom! Ada tiga kamar tamu di sini. Nanti Raniya bersihin,” balas Raniya antusias. Tidur satu rumah dengan keluarganya adalah hal yang paling Raniya idamkan sejak lama. Ternyata, hari ini datang begitu cepat, ya.

Sebelas tahun, anjir. Cepat dari mananya?😒

“Kenapa lo yang bersihin? Kenapa nggak minta tolong sama bibi yang tadi aja, Kak? Dia pembantu, kan?” heran Aron.

Raniya menggeleng. “Kasihan, Aron. Ini udah malam, Bibi Jasmine harus istirahat. Gimana, sih, kamu? Polisi, kok, nggak manusiawi banget,” cibir Raniya.

Aron cengengesan. Ia baru ingat jika sekarang waktu telah menunjukkan hampir pukul 11 malam, masanya bagi manusia untuk beristirahat. Sedangkan May tersenyum lembut kepada putrinya. Raniya masih sama seperti dulu. Selalu memedulikan orang-orang di sekitarnya.

Sewaktu kecil pun Raniya sangat memperhatikan pengurusnya dengan baik. Termasuk juga para pelayan yang bekerja di mansion keluarga Lycett.

Selesai makan malam yang sangat terlambat, Raniya membersihkan kamar tamu untuk Aron. Sementara May akan tidur bersamanya, di kamar utama. Itu atas permintaan May sendiri, lho.

“Gimana hidup kamu selama ini, Sayang?” tanya May ketika dirinya berada di kamar bersama Raniya. “Apa kamu kekurangan, Sayang?”

Raniya yang berbaring di dekapan May nampak menerawang. Kejadian sebelas tahun silam masih membekas dengan kentara di memorinya. Bagaimana dirinya diusir, lalu berjalan tanpa arah di jalan hingga ditemukan oleh seorang janda beranak satu. Semua itu masih diingat jelas oleh Raniya.

“Yaahh.. begitulah, Mom. Raniya dirawat sama Bunda Jenny,” kata Raniya apa adanya.

Ya, janda beranak satu yang Raniya maksud adalah Bunda Jenny, ibu kandung dari Zahra.

“Bunda Jenny? Lalu, di mana dia, Sayang? Mommy ingin berterima kasih sama dia karena udah rawat princess kesayangan Mommy ini.”

Raniya tersenyum kecut. “Bunda udah meninggal, Mom.”

Mommy terkejut. “Meninggal, Sayang? Kenapa? Apa dia sakit?”

Raniya menggeleng pelan. “Putrinya, namanya Kak Zahra, Mom. Waktu itu...”

^^^To be continue...^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!