Guys, chapter 4 itu sudah selesai direvisi, ya. Cuma Ay lupa buat ngasih tulisan [Revisi] di bagian judul. Males kalo harus dibenerin. Ujung-ujungnya review dulu dan nggak tau sampe kapan.
Pokoknya chapter 4 itu udah direvisi.
...Happy reading:)...
.......
.......
.......
Raniya dipaksa duduk di meja kantin yang biasa Aron pakai bersama kelima sahabatnya. “Hai, guys. Kenalin, ini Raniya, kakak gue.”
“Lo serius, Ron? Dia saudara lo?” tanya Alan sedikit terkejut. Ternyata rumor yang tersebar di penjuru sekolah benar adanya. Aron memiliki saudara!
Aron tersenyum sumringah. “Iya dong. Lo nggak liat muka kita mirip?”
Alan dan Dion tercengang. Sebenarnya mereka sudah cukup curiga hanya dengan melihat paras Raniya dan Aron yang seperti pinang dibelah dua—sangat mirip! Tetapi, mereka tidak mau berspekulasi sebelum mendapat konfirmasi langsung dari Aron.
“Hai, Ran, gue Lana. Lo inget, kan? Dulu gue pernah manggil lo,” ucap Lana seraya menyodorkan tangan.
Raniya tersenyum dan membalas uluran Lana. “Hai, Lana.”
“Gue Sherly,” ucap gadis yang duduk di sebelah Lana sembari menyodorkan tangan pula.
Raniya menjabat tangan Sherly. “Hai, Sherly. Salam kenal, aku Raniya.”
Dion berdecak. “Lo yakin ini saudara lo, Ron?” tanyanya dengan memicing curiga.
Aron mengangguk yakin. “Emang kenapa?”
“Saudara lo lembut banget, nggak kayak lo, kasar, brutal,” celetuk Dion cengengesan.
Aron melotot kesal. Ia bisa saja melempari Dion dengan tumpukan gelas di meja. Namun, Aron masih ingat ada kakaknya di sini. Harus jaga image dong.
Alan berdiri usai menyisir rambutnya dengan tangan. “Gue Alan, si paling ganteng di kelompok ini,” ucap Alan memperkenalkan diri.
Raniya tertawa. Ia pun turut menyapa balik dengan ramah. Tak ingin ketinggalan, Dion ikut mengenalkan diri.
“Sini, Ran, duduk.” Lana menggeser duduknya, memberi tempat untuk Raniya bergabung bersama mereka.
Dion, Alan, Aron, Lana, Sherly, dan Raniya terlibat pembicaraan seru. Pembawaan Raniya yang friendly membuatnya bisa diterima dengan cepat oleh sahabat Aron.
“Pulsek kita ke markas.”
Sontak mereka berenam menoleh bersamaan. Raniya terperangah melihat sosok lelaki lain yang tiba-tiba duduk di sebelah Dion. Lelaki itu begitu menawan dengan paras datarnya yang nampak cool di mata Raniya.
Waahh.. ada pangeran.
Lana terkikik menengok Raniya yang terpaku kepada sahabatnya. “Ekhemm!” dehamnya sengaja.
Raniya terperanjat. Ia tersenyum malu-malu mendapati Lana yang memergokinya tengah memperhatikan lelaki yang baru tiba tadi. Duh, malu gue.
“Itu Alzi, ketua kita,” bisik Lana memberitahu.
Raniya tersipu. Kepalanya menunduk yang mana mengundang tawa pelan dari Lana. Untungnya, interaksi kedua gadis itu tidak ada yang menyadari.
Dion menghembuskan napas berat. “Ngapain lagi? Gue mager.”
“Rapat,” jawab Alzi singkat.
“Bahas apa?”
“Shyclore.”
Mendengar nama itu, Raniya tertegun sesaat. Kepalanya tetap menunduk ke bawah, menyembunyikan perubahan raut wajah yang sempat terjadi. Jadi, mereka berenam anggota kepolisian sama kayak Aron? Youth Police Group itu.
Youth Police Group merupakan kelompok khusus di kepolisian yang berisikan para remaja. Namun, kemampuan mereka dalam bidang beladiri, mengintai, mengatur strategi, dan lain-lain patut diberi acungan jempol.
“Kamu mau pergi, Aron?” tanya Raniya membuka suara.
Aron mengangguk. “Itu tugas gue, Kak.”
Alzi mengalihkan pandangannya ke arah Raniya. “Lo siapa?”
Raniya terkejut. “A–a, aku....”
Lana terkikik geli. “Ini Raniya, saudaranya Aron.”
“Oh.” Hanya sekadar itu reaksi Alzi. Lelaki itu kembali fokus dengan ponselnya.
Sayangnya, di mata Raniya, Alzi malah terlihat sangat cool. Ganteng banget, sih.
Raniya berdeham singkat untuk meredakan gugupnya. “Kalau gitu, kamu hati-hati, ya, Aron. Perempuan itu licik banget, nanti kamu kenapa-napa,” ucap Raniya yang khawatir dengan kondisi adiknya.
Aron mengerutkan dahi. “Perempuan? Perempuan mana, Kak?”
“Lho? Shyclore, kan, perempuan. Kamu nggak tau?” heran Raniya. Adiknya, kan, polisi, masa tidak ada hasil penyelidikan kalau Shyclore itu seorang gadis, sih?
Aron membulatkan matanya. “Mana ada, Kak! Dia cowok.. kan?”
Raniya berdecak. Ia merogoh saku dan meraih ponselnya. “Liat aja, Aron. Dia itu perempuan!” seru Raniya menggebu-gebu.
Aron menerima ponsel kakaknya. Sebuah video terputar. Dalam video tersebut, ada sosok berpakaian serba hitam tengah menendangi pria yang terkapar di jalan. Walaupun posisinya membelakangi kamera, Aron masih bisa mengenali sosok Shyclore. Terlihat Shyclore yang berjongkok sebentar, lalu berdiri dan melepas topengnya hingga rambut panjangnya terurai.
Aron membelalakkan matanya. “HAH?!! KOK BISA?!!” pekiknya terkejut.
Karena penasaran, Alan menyambar ponsel Raniya dari Aron. Ia mengulang video itu dari awal. Dion dan Alzi mendekat agar bisa melihat langsung. Sewaktu video selesai diputar, ketiganya menganga.
Rambut panjang Shyclore sudah menjelaskan bahwa sosok bertopeng itu memanglah seorang gadis. Sayangnya, wajah Shyclore tidak nampak di video.
Kini giliran Lana yang merampas ponsel Raniya. Ia memutar ulang video tersebut disaksikan oleh Sherly.
“Ja−jadi, Shyclore itu cewek?” Dion masih tak percaya.
“Dapet dari mana?” tanya Alzi seraya menatap Raniya.
Raniya terkena serangan panik. Jantungnya berdebar melihat paras Alzi dengan lebih jelas. Kok, ganteng banget, sih?
“Ehm, aku yang rekam sendiri,” jawab Raniya berusaha bersikap biasa-biasa saja. Padahal, jantungnya ketar-ketir.
“Kapan lo ngerekamnya?” tanya Alan serius.
“Eum.. coba liat di deskripsi videonya. Aku lupa tanggal berapa.”
Lana yang memegang ponsel Raniya pun membuka deskripsi video. “Dua minggu yang lalu,” katanya.
“Gila! Ini info yang berguna banget! Harus kita laporin ke jenderal!” ucap Sherly semangat. Apa pun buktinya asalkan itu bisa menambak keringanan, Sherly senang-senang saja.
Aron mengangguk setuju. “Kirimin ke gue, Kak, videonya.”
“Kirim aja, Aron. Sekalian masukin nomor kamu, Kakak belum punya soalnya.”
Selepas menyelesaikan pengiriman, Aron mengembalikan ponsel Raniya.
Tak menunggu waktu lama, Alzi menyuruh mereka untuk langsung ke markas. Dion, Alan, Aron, Lana, dan Sherly mengekori ketua mereka dengan patuh.
Sepeninggalan keenam orang tadi, Raniya tersenyum penuh arti. Semangat mencari kakak, adikku sayang.
Orang yang kalian cari ada di depan kalian, tapi kalian nggak sadar.
Raniya terkekeh. Tapi, cowok itu ganteng juga, ya.
...🔫🗡️🔫...
Keenam anggota YPG tengah berunding bersama jenderal besar mereka. Tujuan pertemuan ini untuk membahas Shyclore dan mengumpulkan segala informasi yang berhasil dikumpulkan. Termasuk video dari Raniya.
“Jadi, Shyclore seorang wanita?” ucap Jenderal Zen tak percaya.
Aron mengangguk. “Buktinya adalah video barusan, Tuan.”
Jenderal Zen menggeleng takjub. Fakta satu ini sangat sulit diterima oleh akal sehatnya. Jadi, selama ini ia dan timnya dikalahkan oleh seorang wanita?
Wah! Jenderal Zen berdecak kagum.
“Intinya, untuk kasus Shyclore, saya serahkan kepada kalian,” kata Jenderal Zen. “Kalian sudah melakukan banyak kasus sulit selama ini. Jadi, saya percayakan masalah ini kepada kalian.”
“Baik, Tuan!” seru Alzi, Dion, Alan, Aron, Sherly, dan Lana bersamaan.
“Tapi, Tuan.” Alzi menyahut. Atensi Jenderal Zen terfokus pada sosok ketua Youth Police Group tersebut. “Semua korban kasus Shyclore selalu memiliki masalah—”
“Tapi, sikap Shyclore terlalu keterlaluan. Seharusnya dia menyerahkan pelaku kejahatan kepada polisi! Bukan membunuhnya dengan sadis!” potong Jenderal Zen membuat Alzi terdiam. Jenderal Zen pun pamit pergi karena masih punya urusan lain.
Keenam remaja itu ambruk di kursi masing-masing. Selama Jenderal Zen ada di sana, suasana begitu tegang. Bernapas saja serasa menghirup pasokan oksigen terakhir.
“Huffttt.. akhirnya selesai saja.” Alan menghembuskan napas lega.
Dion menatap langit-langit ruangan. “Kasus Shyclore ini paling susah di antara semua kasus lain menurut gue.”
Lana mengangguk setuju. “Shyclore terlampau cerdik.”
Aron hanya diam, mendengarkan seluruh pendapat sahabat-sahabatnya. Pertemuan terakhirnya dengan Shyclore adalah ketika dirinya menemukan sosok bertopeng itu dengan gadis korban pelecehan. Sejak hari itu pula, persepsi Aron mengenai Shyclore sedikit-banyak berubah.
Dia nggak sejahat itu menurut gue. Dia ngebantu orang lemah dan habisin sampah masyarakat.
Hm, keren juga.
...🔫🗡️🔫...
Malamnya...
Raniya, Anna, Jayden, dan Rafael masuk ke dalam Jenery Club. Sambutan yang mereka terima berupa dentuman musik yang memekakkan telinga. Berpuluh wanita dan pria bercampur menjadi satu di arena dansa tengah menari bersama. Beberapa juga ada yang duduk di bar atau sofa yang tersedia seraya bercumbu ria.
Benar-benar tidak punya malu. Tapi, tidak bisa dicegah juga. Suasana club, kan, memang seperti ini.
Raniya memimpin jalan menaiki tangga hingga lantai teratas, kamar VVIP tingkat superior. Satu lantai itu ditata seperti ruang tamu dengan dua kamar yang tersedia dan siap pakai.
Di tempat itu, ada seorang lelaki tengah berdiri dengan raut was-was. Wajahnya berubah pucat pasi ketika Raniya dan ketiga temannya tiba.
“Nona, sel—”
“Langsung saja. Waktu saya sedikit,” ucap Raniya tegas seraya duduk di sofa tunggal dengan kaki kanan diangkat ke atas.
Anna, Rafael, dan Jayden ikut duduk di sofa lainnya seraya memperhatikan sosok lelaki lain yang tengah berdiri dengan kepala menunduk.
“Cepat katakan, Sean!” seru Anna tak sabar.
Lelaki itu—Sean—mencuri lirik ke arah Raniya yang melayangkan tatapan tajam dengan aura dingin yang tak terkalahkan. “Maaf, Nona. Saya kecolongan,” cicitnya ketakutan.
“Ada apa?”
“Saya gagal melaksanakan perintah Anda. ‘Dia’ mendapat sedikit serangan peringatan dari musuh, Nona.”
^^^To be continue...^^^
...🔫🗡️🔫...
Seru tidak ceritanya? Semoga selalu suka, ya.
Ay berusaha biar tetap update walaupun sinyal di sini jelek sekali. Masalahnya, Ay sudah pulang kampung dan di daerah sini susah sinyal. Tolong dimaklumi, ya—daerah pelosok soalnya.
See you di chapter selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments