Alzam mengantar Adiva sampai ke rumahnya. Sepanjang perjalanan kali ini suasana di dalam mobil sedikit lebih baik dari tadi yang sama-sama terlihat canggung. Bahkan Adiva nekat bercandain seorang CEO jutek seperti Alzam yang meski pada akhirnya Alzam selalu kacangin becandaan dari Adiva. Adiva jadi malu karena bercandaan yang ia buat selalu dibalas dengan kacang goreng. Tapi Adiva tidak ingin menyerah, karena rasa bahagianya Adiva juga ingin membalas kebaikan Alzam dengan membuatnya bahagia.
"Hmm, kak Alzam ini keknya orang paling ganteng yang pernah gue lihat deh!"
"Kamu bicara begitu karena saya barusan kasih kamu uang banyak kan? Coba kalau nggak, pasti kamu manyun terus kaya tadi. Seperti istilah, ada uang suamiku sayang, nggak ada uang suamiku ditendang. Apa pantas seorang istri begitu?"
"Untung aku belum jadi istri kakak, jadi pantas-pantas aja, hehehe!"
Tapi Adiva jelas marah karena dirinya bukan tipikal perempuan yang suka memanfaatkan suami saat sudah sah menjadi seorang istri. Adiva membantah tuduhan Alzam yang tidak beralasan itu.
"Woy, apa yang kakak bilang itu! Barusan tuh secara nggak langsung kakak udah menuduh gue cewek yang matre. Oh, mendingan gue jadi cewek matre aja sih kedepannya, keknya bakalan bahagia deh hidup gue."
"Ah, terserah kamu lah, yang penting kamu mau jadi istri saya!"
"Semoga kakak nggak menyesal nanti udah jadikan gue sebagai istri lo, hehehehe."
Alzam tersenyum kecut sembari terus fokus menyetir mobil. Sampailah mereka di rumah sederhana yang biasa dijadikan Adiva tempat untuk berlindung dari sengatan panas matahari dan dinginnya air hujan, tempat Adiva beribadah, tempat Adiva merenungkan nasibnya, tempat Adiva dilahirkan, dan lain-lain. Segala kenangan pahit dan indah sudah terukir dalam hatinya, selama Adiva tinggal 19 tahun lamanya disini.
Namun sore ini, ada seorang laki-laki yang Adiva sudah tak asing lagi dia siapa. Jono sesama pemetik kopi sedang duduk di kursi depan rumah Adiva. Melihat ada laki-laki yang sedang duduk di depan rumah calon istrinya membuat Alzam kepo.
"Siapa dia?"
"Oh, dia cuma teman gue, sama-sama pemetik kopi."
"Temen kamu? Sepertinya dari fisik dia tampak lebih tua dari saya."
"Ya memang dia sudah berusia tiga puluh tahun kak, gue turun duluan ya kak? Gue mau tanyain kenapa dia ada disitu sekarang,"
Alzam mengangguk dan ia belum akan pergi dari situ. Alzam ingin menyimak aktifitas mereka berdua.
Adiva turun duluan dari dalam mobil lalu Adiva menutup lagi pintu mobilnya dan kemudian menatap dengan penuh tanda tanya kearah Jono yang sedang duduk sembari membawa sebuah buket bunga.
"Bang Jono, ada apa abang datang ke rumah gue?" sapa dan tanya Adiva yang mengejutkan Jono ketika sedang memandangi buket bunga yang ia pegang.
Jono merasa kaget juga canggung akan segera mengutarakan keinginan dia untuk melamar Adiva hari ini. Jantungnya berdegup kencang, keringat bercucuran, ini adalah kali kedua bagi Jono akan melamar seorang perempuan. Dulu pernah ia melamar seorang gadis namun ditolak karena alasan materi. Hal itu yang membuat Jono memilih menjomblo sampai umur kepala tiga.
Hari ini dirinya akan mengulangi lagi percobaan melamar gadis yang ia suka.
"Kakak ngapain pakai bawa buket bunga segala?" tanya Adiva lagi, lalu duduk disamping Jono. Jono semakin gugup.
Sementara itu Alzam sedang menyimak dengan tajam dan seksama dari dalam mobil. Ia bisa membaca pikiran laki-laki itu terlihat dari bunga yang dibawa, pasti laki-laki itu akan melamar Adiva pikirnya.
"Abang.... Abang..." ucap Jono tampak gugup ingin melanjutkan bicaranya.
"Abang apa?" balas Adiva penasaran sekali sembari menaikan salah satu alisnya.
"Abang bilang ya, abang ingin melamar kamu neng, menjadi pendamping hidupnya abang mau? Abang tahu abang adalah laki-laki yang miskin, tapi abang janji abang akan bekerja keras mencari nafkah untuk neng Adiva, membahagiakan neng. Abang janji pasti abang akan setia sama neng Adiva." tutur Jono nekat.
Adiva sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Jono, mulutnya terbuka karena saking kejutnya ia dilamar lagi oleh seorang laki-laki.
"Gue cewek biasa aja bang dan acak-acakan gini ada juga yang naksir?" pikir Adiva bingung.
Jono juga lumayan tampan khas pedesaan, meski kalah tampan dari Alzam, cuman keberuntungan lebih berpihak ke Alzam, yang punya segunung tahta dan harta.
"Aduh gimana ya? Gue bingung mau jawab apa bang Jono, tapi gue udah..."
"Sudah saya lamar," pekik Alzam tiba-tiba berjalan menghampiri mereka kemudian mencopot kacamata hitam yang ia kenakan.
Jono baru tahu kalau ternyata Adiva sudah dilamar oleh laki-laki lain dan jelas saja melihat Alzam yang gagah dan kaya raya membuat Jono jadi merasa minder kemudian bergegas berjalan pergi dari rumah Adiva.
"Bang Jono kok langsung pergi sih!" pekik Adiva seraya menatap heran Jono yang langsung pergi begitu saja.
Jono begitu hancur akan apa yang ia rasakan sekarang sangat campur aduk sekali rasanya, antara malu, sedih, patah hati, marah, dan juga minder.
"Nggak nyangka sama sekali hari ini akan se sial ini," batin Jono seraya membuang buket bunga ke tong sampah di depan rumah Adiva.
Gara-gara kejadian hari ini Jono bertekad kuat ingin bekerja lebih keras lagi supaya bisa sukses sama seperti Alzam, calon suami dari perempuan yang ia sayang.
Adiva tampak iba melihat Jono yang berani menyatakan perasaan suka kepadanya namun Adiva sudah akan menjadi milik orang lain, meski itu semua juga hanyalah pernikahan semu.
"Untung saya gerak cepat melamar kamu, sehingga saya tidak keduluan sama laki-laki itu. Mungkin kalau laki-laki itu melamarmu duluan, kamu ga bakalan menjadi istri saya kali?"
Netra Alzam yang gagah dan tajam itu terus menatap dengan sentuhan menggetarkan ke wajah Adiva.
"Aduh, belum tentu juga kalau bang Jono yang melamar gue duluan, gue bakalan terima dia! Eh, btw makasih ya udah ngantarin gue pulang ke rumah? Mau minum dulu nggak kak?"
"Tidak usah, makasih. Saya mau pergi ke kantor saja, saya lupa bahwa saya ada janji meeting dengan rekan saya dari Singapura. Bisnis yang saya urus begitu besar. Mending minum di kantor saja, nanti saya bisa memilih minuman apa yang saya inginkan! Kalau begitu saya pamit dulu ya? Jaga diri kamu baik-baik, cebar...!" titah Alzam seraya berjalan pergi begitu saja.
"Woy dirumah gue juga banyak opsi minuman kali! Mau kopi, teh, jus, semua ada! Jangan belagu deh! Terus apa maksud kamu manggil gue dengan sebutan cebar ya?"
"Karena kamu adalah cewek barbar."
"Oh jadi maksudnya cebar itu adalah singkatan dari cewek bar bar yak?!" tanya Adiva seraya menatap kesal Alzam dari belakang.
Alzam menjawab pertanyaan Adiva langsung dengan acungan jempol kebawah. Disebut cewek barbar membuat Adiva merasa nyalang meski apa yang disebutkan oleh Alzam itu benar adanya.
"Huuh! Dasar cores! Cowok rese! Iih kesel banget sih!" pekik Adiva seraya melempar sandalnya kearah Alzam namun tidak sampai kena.
Adiva kemudian membuka pintu masuk ke dalam rumah lalu menutup pintunya lagi. Bersandar sejenak dibalik pintu. Sungguh hari ini penuh dengan warna. Kejadian-kejadian yang berbeda-beda Adiva alami hari ini. Kejadian yang membuat ia kesal (Alzam) juga gembira (Alzam), kejadian yang membuatnya resah (mama Linda marah), dan kejadian yang membuatnya iba (Jono).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments