Pagi hari adalah awal untuk memulai hari. Pagi hari adalah permulaan aktifitas, awal untuk berpikir entah apa saja yang akan terjadi pada hari ini. Entah hal baik, hal buruk, namun orang-orang selalu mengharapkan hal yang baik terjadi dan tidak mengharapkan hal yang buruk terjadi. Itulah manusia.
Adiva mulai membiasakan diri hidup tanpa kakaknya, toh setelah kakaknya menikah dengan Alzam, Adiva sudah terbiasa hidup mandiri. Adiva menyambung hidupnya dengan bekerja menjadi seorang pemetik kopi di sebuah kebun kopi yang rimbun dan luas, ditepi lembah yang indah.
Bayarannya cukup untuk membeli makanan untuknya makan sehari-hari, sedangkan uang untuk biaya kuliah, Adiva dapatkan dari bekerja paruh waktu sebagai seorang waitress khusus shift sore sampai malam. Pihak cafe yang baik hati sering memberi bonus untuk Adiva dan Adiva gunain bonus itu untuk tambahan biaya kuliah.
Hari ini Adiva tidak ada jadwal kuliah, Adiva harus pergi ke kebun kopi pagi-pagi sekali sehabis melakukan sholat Shubuh, Adiva hanya memakan sepotong roti dan segelas air putih hangat sebelum bekerja. Adiva sangat bersemangat dalam mengais rezeki demi untuk menyambung hari-harinya kedepan.
Berhubung jarak dari rumah menuju kebun kopi tidak terlalu jauh, Adiva memutuskan untuk jalan kaki saja. Lagipula jalan kaki di pagi hari termasuk kategori olahraga. Sekalian hemat ongkos bensin motor bututnya, yang sering ia gunain buat berangkat kampus.
Adiva sampai ke kebun kopi, disana sudah ada dua laki-laki yang sedang duduk di sebuah gubug kecil. Mereka berdua juga bekerja menjadi pemetik kopi disana. Kebun kopinya sangat rimbun dan luas sekali, saat panen kopi adalah saat yang paling ditunggu-tunggu oleh semua orang baik pemilik, pekerja, dan juga pengepul kopi.
"Met pagi abang-abang ganteng?" sapa Adiva ramah kepada mereka berdua yang sedang meminum kopi.
"Eh mbak Adiva datang pagi sekali, mbak Adiva udah sarapan belum?" tanya dari salah satu laki-laki itu, usianya masih cukup muda, namanya adalah Jono. Usianya sekitar tiga puluh satu tahun dan diam-diam, Jono menyimpan rasa suka kepada Adiva. Jono juga masih lajang.
"Gue udah sarapan bang tadi, yaudah ya, gue mau metik kopi dulu. Para pengepul kopi nanti siang kan mau datang bang, jadi kita harus semangat kerja hari ini!" lantang Adiva seraya mengambil sebuah keranjang.
Jono tersenyum melihat semangat gadis muda yang berada di depannya itu. Jono juga akan mulai memetik kopi sesaat lagi, tinggal beberapa teguk kopi manis lagi. Udin, laki-laki yang lebih dewasa yang duduk di sampingnya menyinggung status jomblo Jono
"Jon lu udah berumur, kapan lu nikah? Gue aja udah punya anak empat Jok diusia gue yang masih kepala tiga ini."
"Wuih mantap bener lu bang Udin? Istri lu gak capek ya lahiran terus? Target mau punya buntut berapa nih bang? Hahaha, Waduh bang Udin, jangan tanya itu terus dah. Gua belum berani nyatain perasaan gua ini kepada orang yang gua suka bang."
"Woy Jon, emang siapa orang yang lu suka? Lu buru-buru gih nyatain perasaan lu, lu mau kah jadi bujang lapuk? Buruan nikah!"
Jono melirik kearah Adiva yang sedang sibuk memetik kopi, seraya tersenyum Jono ingin sekali menjadikan Adiva sebagai pendamping hidupnya, namun Jono masih belum punya cukup keberanian untuk mengutarakan perasaan sukanya kepada Adiva. Apalagi Adiva juga calon sarjana, sedangkan dirinya cuma lulusan SMP dulu.
"Ada deh bang, ntar kalau gua udah berani ngomong ke dia, gua bakal tunjukin ke abang siapa orang yang gua suka. Yaudah bang, buru habisin kopinya, kita metik kopi sekarang!"
"Iya sabar dong Jon!"
***
Mama Linda mengantarkan sarapan ke kamar Alzam. Pagi ini Alzam harus sarapan dan juga minum obat atas saran dokter kemarin. Mama Linda membawa sepiring nasi goreng rempah tanpa kecap kesukaan Alzam. Mama Linda menetra anaknya yang masih rebahan diatas ranjang. Sepertinya Alzam sudah membaik pikirannya.
"Selamat pagi nak? Boleh kan mama masuk?" tanya mama Linda sehabis mengetuk pintu kamar Alzam.
"Silahkan mama," jawab Alzam.
Mama Linda masuk kedalam kamar anak sulungnya kemudian mama Linda meletakkan piring yang ia bawa diatas meja samping ranjang.
"Bagaimana keadaan kamu pagi ini nak? Udah lebih mendingan kan?" tanya mama Linda seraya duduk di samping Alzam.
Alzam menghela nafasnya, wajahnya masih menampakkan duka yang teramat dalam.
"Kamu harus ceria kembali dong nak, istri kamu disana pasti sedih kalau tahu kamu juga sedih mulu. Sarapan dulu ya nak, mama udah buatin kamu nasi goreng bumbu rempah kesukaan kamu." ucap mama Linda mempersilakan Alzam makan.
"Mau mama suapin?" tawar mama Linda lembut.
Alzam terserah mau disuapin atau tidak disuapin, mama Linda memutuskan untuk menyuapi anaknya. Disaat yang sedih seperti yang sedang dialami oleh Alzam, pasti Alzam butuh perhatian dan dimanja olehnya.
Mama Linda menyuapi makanan ke dalam mulut anaknya dengan sepenuh hati. Biar bagaimanapun Alzam, adalah anak pertamanya, darah dagingnya, anak dari almarhum Atalaric Abian, sang perintis perusahaan Atalaric Corp yang sekarang diwariskan kepada Alzam dan nantinya Daffa sepeninggal almarhum.
Usai menyuapi Alzam makan, mama Linda menyuruh Alzam untuk meminum obat yang diresepkan oleh dokter pribadi mereka.
"Bagus nak, kamu harus segera pulih. Kamu tidak boleh terlalu larut dalam dukamu. Mama juga berduka, tapi lihat mama sekarang, mama sudah kembali ceria dan mengikhlaskan kepergian Zahra, menantu mama yang baik itu. Kamu harus seperti mama dong."
Alzam mengangguk diiringi senyuman yang kurang lebar.
"Ehm, buat kamu supaya nggak kepikiran orang yang sudah nggak ada mulu, mama udah siapin calon istri yang tentu saja akan membuat kamu kembali bahagia dan bergairah. Dia cantik, dia baik, dia seksi, kamu pasti bakal suka nak."
Alzam tidak habis pikir dengan jalan pikiran mamanya, belum juga dua hari setelah kematian Zahra, mama sudah ingin punya menantu baru.
"Mama, kuburan almarhumah istriku juga belum kering, masih basah mah, mama udah mau jodoh-jodohin aku?"
"Bukan begitu maksud mama nak, niat mama itu baik, mama hanya ingin kamu kembali bersemangat nak. Mama yakin kalau kamu menikah secepatnya, kamu akan kembali ceria dan bergairah dalam menjalani kehidupanmu. Kamu juga akan melupakan istri kamu yang sudah nggak ada, jadi kamu nggak akan sedih terus kaya gini?"
"Tidak akan ada wanita yang bisa menggantikan posisi Zahra di hati aku mah! Dia adalah cinta pertama aku. Jangan membahas hal yang berbau pernikahan dulu, Alzam lebih baik fokus bekerja saja. Bahkan mungkin Alzam tidak akan tertarik buat menikah lagi."
"Yaudah terserah kamu nak, kamu harus tenang. Maafin mama ya udah bikin kamu marah, tapi perjodohon ini akan segera mama atur setelah kondisi kamu kembali baik."
Mama Linda keluar dari dalam kamar Alzam dengan membawa piring yang tadi digunakan sebagai wadah untuk nasi goreng sarapan Alzam. Alzam menjadi bermuram durja karena mamanya tahu-tahu udah main jodoh-jodohin aja dengan perempuan yang belum ia tahu seperti apa orang dan karakternya.
Alzam mengambil salah satu foto kenangan bersama Zahra di dalam laci meja. Foto waktu mereka berdua sedang berada di depan air terjun yang sangat indah dan asri.
"Sayang, sampai kapanpun tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi kamu di hati aku. Sekuat tenaga aku akan menggagalkan rencana perjodohan mama. Aku tidak mau menikah dengan perempuan yang aku nggak kenal, dan nggak aku cintai." ucap Alzam sembari menatap sedih kearah foto.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments