"Hari ini penuh warna bagi gue, ga seperti hari-hari biasa yang terasa membosankan bagi gue. Apakah setelah gue menikah dengan kak Alzam nanti hidup gue akan semakin berwarna? Atau justru hidup gue akan semakin sengsara? Iyuh amit-amit.
Gue nggak tahu apa yang akan terjadi kedepan, tapi yang jelas, seburuk dan se mengerikan apa yang sedang menunggu gue di rumah keluarga kak Alzam, gue akan selalu berusaha kuat dan semangat dalam menjalani itu semua. Karena gue bukan wanita yang menye-menye, gampang rapuh dan nangis." ujar Adiva berusaha menguatkan hatinya.
Esok hari telah tiba, seperti hari biasa di musim panas, mentari pagi selalu terbit dengan hangat dan indahnya dari ufuk timur. Memancarkan cahaya yang membuat bumi ramai ini menjadi terang, meski tidak semua tempat sudah terbagi sinarnya, itulah kehidupan di dunia ini.
Selesai menggosok giginya, Adiva kemudian mandi karena sebentar lagi calon suami akan segera datang menjemputnya, bantu membuatkan ATM di bank, mendaftar pernikahan di KUA.
Selesai mandi Adiva sekarang hanya mengenakan sebuah handuk putih kemudian dirinya berdiri di depan cermin yang biasa saja ukirannya namun cukup luas cermin itu buat bercermin.
Letaknya ada di samping lemari baju. Adiva tersenyum seraya bercermin. Tersenyum adalah cara terbaik untuk tetap berpikir positif dalam menyambut hari, menjalaninya dengan semangat juga sepenuh hati, penuh keceriaan.
Adiva sibuk memilih baju dan celana mana yang kiranya cocok untuk dipakai pada hari ini. Semua celananya sengaja dirobek pada bagian dengkul. Adiva memilih celana jeans robek yang paling baru ia beli, dibeli beberapa tahun yang lalu dan celana yang ia pilih itu adalah celana terbaik miliknya.
Ya meski ia robek juga pada bagian dengkul, merobek celana adalah salah satu hobi buruknya.
Tak lama berselang laki-laki yang ia tunggu datang juga ke rumah. Adiva langsung menyambut Alzam tanpa perlu Alzam mengetuk pintu depan terlebih dulu. Adiva begitu antusias pada hari ini bukan karena akan mendaftar nikah di KUA, tapi karena Adiva mau membuat ATM pertamanya dan dibantu oleh Alzam.
Alzam melihat calon istrinya, lagi-lagi dibuat kecewa dengan penampilan Adiva yang masih saja acak adut tidak jelas.
Adiva beda jauh sama almarhumah kakaknya yang selalu tampil feminim dan elegan, namun Adiva adalah orang yang tepat bagi Alzam buat dijadikan sebagai istri semu. Bagi Alzam orang yang apa adanya dan pemberani seperti Adiva ini adalah cewek yang paling gampang buat diajak bekerjasama.
"Hm, penampilan yang selalu berantakan! Lutut kemana-mana ya mas? Pokoknya nanti selesai membuat kartu ATM dan mendaftar nikah di KUA, kita akan langsung borong banyak baju dan juga rok buat kamu, kita akan shopping di butik Dince!" titah Alzam seraya mencopot kacamata hitam yang rutin ia kenakan.
Adiva hanya mengangguk malas dan pasrah. Pertama pada hari ini Alzam akan mengajak Adiva ke KUA duluan untuk mendaftarkan pernikahan, setelah selesai akan serangkaian prosesnya, berhubung Adiva tidak punya keluarga yang bisa dijadikan wali nikah maka nanti saat pernikahannya maka ditunjuklah wali hakim sebagai walinya.
Lalu Adiva diajak ke bank untuk membuat kartu ATM, sebelumnya ia belum pernah membuat ATM karena Adiva berpikir buat apa sih punya ATM kalau tidak banyak saldonya. Lebih baik ia simpan saja uangnya dirumah, tepatnya didalam celengan karena Adiva yakin lama-lama uangnya pasti akan terkumpul banyak meski Adiva selalu menyisihkan uang sedikit demi sedikit. Sementara gajinya sebagai waitress shift sore sampai malam, selalu ia gunakan untuk bayar kuliah dan uang hasil buruh kopi buat beli makanan.
Usai selesai dalam proses pembuatan kartu ATM, dengan baik hati Alzam langsung mengisikan saldo sebesar lima puluh juta untuk kartu ATM Adiva. Hati perempuan mana yang tidak bahagia punya calon suami yang udah tampan, seroyal itu pula. Adiva sampai menjerit histeris di depan bank karena punya saldo ATM yang sebanyak itu.
"Aaaaaaaaaa..." histeris Adiva.
"Gue bahagia banget! Nggak nyangka gue bakalan sekaya ini! Besok mau traktir teman-teman kampus ah!" girang Adiva disaksikan dengan ekspresi ilfil oleh Alzam.
"50 juta udah ngerasa kaya ya? hehehe."
"Kenapa sih? Segitu mah gue udah ngerasa kaya banget kak."
"Segitu aja kamu udah senang, gimana kalau kamu punya kekayaan puluhan milyar seperti saya, hehehe."
Adiva melongo, kaget mendengar omongan Alzam.
"Puluhan M itu duit semua ya kak?"
"Ya iyalah. Kenapa kamu? Ngerasa miskin didepan saya?"
"Sombong banget sih! Bisa kali tambahin lagi saldo ATM calon istrinya nanti? Katanya kaya raya?" goda Adiva dengan tatapan genit.
"Yaudah sekarang saatnya kita ke mall, kita harus beli banyak gaun yang feminim untuk kamu. Biar kamu seperti cewek normal pada umumnya!"
"Kak, emang gue ga normal ya? Jahat banget sih ngomongnya! Huhuhuuuu."
"Kalau mau dibilang normal ikuti arahan saya."
"Eh, gue tuh orang yang paling males kalau harus pakai baju feminim! Gue tuh sukanya pakai kaos oblong, celana robek, topi, please deh selera kakak itu sama sekali bukan style kesukaan gue! Biarin gue tampil apa adanya lah kak! apa yang gue suka aja ya kak?"
"Tapi saya ini kan calon suami kamu, kamu harus hormat dan menuruti apa saja yang saya perintahkan. Dan apa yang saya lakukan ini adalah sebagai bentuk rasa kepedulian saya terhadap kamu, saya tidak akan membiarkan istri saya berpenampilan blangsak seperti itu terus! Apa kata kolega-kolega saya nanti! Juga mama saya."
"Gini deh, gimana kalau gue minta kak Alzam buat berpenampilan blangsak seperti gue, kakak nggak mau kan?"
"Jelas nggak mau, saya kan orang yang suka berpenampilan rapi!"
"Nah tu kakak tahu kan? Rapi itu style kakak dan kakak nggak suka dipaksa buat tampil beda dari penampilan rapi kakak? Nah blangsak itu style gue kak, gue udah dari kecil penampilan nyeleneh kek gini dan gue itu suka! Jangan memaksakan gitu dong kak!"
"Yaudahlah, saya juga nggak boleh memaksakan kehendak saya kepada kamu. Yaudah, kalau begitu sebaiknya kita cari makan siang saja, kita cari restoran paling enak di daerah ini yuk? Kamu setuju?"
"Kerjaan kakak apa sih jalan-jalan mulu? Duit kakak turun dari langit ya? Atau jangan-jangan kakak pake pesugihan ya, hayo ngaku?"
Alzam menyumpal mulut Adiva menggunakan sapu tangan bekas keringatnya, lalu berjalan duluan kedalam mobil.
Alzam memutar bola mata malas sembari terkekeh kecil, ternyata berinteraksi dengan Adiva bisa dijadikan ebuah hiburan yang menyenangkan bagi Alzam. Alzam berjalan duluan ke dalam mobil mahalnya, namun Adiva masih berdiri mematung dan malah mencegat sejenak dengan memegang tangan Alzam. Adiva membuang sapu tangan bau asam itu.
"Kak, gue mau bertanya? Emangnya kakak nggak sibuk ngurus kantor kah hari ini?"
"Pertanyaan ga penting. Saya ambil cuti, jadi saya bebas mau melakukan apa saja hari ini."
Usai mendapatkan jawaban padat jelas dari Alzam, mereka bergegas pergi naik mobil mencari restoran terdekat yang mewah dan rasa masakannya enak. Mereka pergi ke restoran masakan yang kualitas dan rasa masakannya sudah tidak diragukan lagi. Terkadang Alzam mampir ke restoran ini untuk makan, Alzam begitu menyukai dan mencintai rasa masakan yang dibuat oleh koki-koki handal di restoran ini. Hari ini Alzam akan menikmati hidangan bersama dengan perempuan blangsak yang akan menjadi calon istrinya.
Menyinggung soal makanan, Alzam bertanya kepada perempuan acak adut yang sedang duduk sembari menatap kagum desain dalam restoran, apakah Adiva bisa bikin masakan yang lezat?
Adiva menjawab
"Nggak kak, gue sukanya beli bukan masak, hehehe." jawab Adiva polos namun wajahnya tetap tak peduli tentang dirinya.
Alzam mengepal tangannya, ingin menonjok wajah Adiva saat ini juga karena lagi-lagi Alzam dibuat kecewa dengan kekurangan yang ada pada diri Adiva.
"Anak ini bisanya apa ya?" batin Alzam bertanya-tanya disertai ekpresi wajah geram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments