Mama Linda diikuti oleh beberapa asisten rumah tangganya berlari cepat ke depan rumah. Semua tampak melangkah dengan cemas. Saat mereka telah sampai di depan rumah, alangkah terkejutnya mereka.
"Apa yang terjadi dengan Zahra nak?" tanya mama Linda dengan ekspresi wajah panik kepada Alzam.
Alzam hanya menangis, tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh mamanya. Mama Linda melangkah mendekat ke area Alzam sedang memeluk pilu kekasih yang sudah tidak bernyawa. Jiwa itu sudah keluar dari raganya.
"Apa yang terjadi nak? Zahra, kamu kenapa menantuku?!" tanya mama Linda sedikit keras suaranya.
Alzam masih menangis, tangisan seorang suami yang begitu pilu, siapa yang tidak sesedih itu kala di tinggal mati oleh sang permaisuri.
"Menantumu ma, istriku sudah meninggal, barusan itu ditembak oleh orang misterius!" jawab Alzam dengan tersedu-sedu.
"Semua salah Alzam, kenapa tadi tinggalkan dia sendirian disini." lanjut Alzam menyalahkan diri sendiri.
Mama Linda menutup mulutnya yang terbuka dengan menggunakan salah satu tangannya. Mama Linda terlihat seolah sama sekali tidak menyangka ada orang yang menembak mati menantu yang sebenarnya ia tidak sukai itu.
"Nak, ini salah mama, harusnya tadi mama ga teriak jadi kamu ga bakal masuk kedalam nyusulin mama. Ini salah mama nak, hohoho," ucap mama Linda sembari menangis juga.
Selama ini mama Linda tidak menyukai Zahra sebagai menantu karena Zahra adalah perempuan yang biasa saja, bukan perempuan dari kalangan kelas atas.
Mama Linda tidak bisa membanggakan menantu seperti Zahra kepada teman-teman sosialitanya. Maka dari itu setiap hari, mama Linda selalu bersikap ketus dan kejam kepada Zahra, tanpa sepengetahuan Alzam. Karena didepan Alzam, mama Linda selalu bersikap lembut dan manis kepada Zahra.
Hujan turun tak lama berselang, membuat suasana malam ini, kala tragedi kematian istri Alzam bertambah mencekam.
Mama Linda menenangkan anaknya yang terus menangis, mama Linda memeluk Alzam dan jasad Zahra dari samping.
"Kamu yang tabah ya sayang, ikhlaskanlah kepergian istrimu. Sekarang kita lebih baik membawa jasad Zahra kedalam kamar, mama akan segera mempersiapkan pemakaman untuk Zahra esok hari. Mama juga akan menelpon adiknya, karena cuma adiknya satu-satunya keluarga istri kamu yang masih hidup." lirih mama Linda dari samping Alzam. Para ART yang sedang berdiri di belakang mereka juga sangat sedih melihat nyonya muda dalam rumah ini sudah mati. Nyonya muda adalah orang yang baik dan sayang sekali ia mati terbunuh dalam keadaan hamil muda.
Mereka sebenarnya tahu hari-hari bak di neraka yang selalu dihadapi oleh Zahra kala Alzam sedang bekerja di kantor atau sedang bertugas di luar kota. Namun mama Linda menyuruh mereka semua untuk tutup mulut atau resikonya keluarga mereka akan menjadi incaran yang tentu saja akan membahayakan keluarga mereka.
Alzam belum bisa tabah namun Alzam langsung membopong jasad istrinya membawa masuk kedalam rumah. Darah berceceran diatas lantai menemani langkah Alzam menuju kamar. Alzam membaringkan jasad istrinya diatas kasur yang biasa mereka gunakan untuk terlelap dalam mimpi bersama.
Alzam mengusap rambut indah Zahra dengan hati yang sangat sedih sekali. Hari ini adalah hari air mata baginya, tidak bisa dibayangkan bagaimana kehidupannya kedepan tanpa ada Zahra lagi disisinya. Alzam kembali menangis sedih sembari duduk disamping jasad Zahra.
34 menit kemudian...
Adiva sampai ke rumah mama Linda dengan menaiki sepeda motor butut miliknya. Adiva buru-buru berlari dan memencet bel. Setelah Adiva dipersilahkan masuk oleh satpam Adiva langsung berjalan cepat mengikuti mama Linda menuju kamar tempat jasad Zahra berada.
Adiva masih berusaha menyangkal di dalam hatinya kalau kakaknya itu tidak benar-benar sudah tiada. Tapi Adiva melihat banyak ceceran darah diatas lantai yang sedang di pel sama pembantu. Adiva tidak ingin kehilangan kakak tercinta untuk selama-lamanya.
Saat mereka sudah sampai di depan pintu kamar, Adiva berdiri mematung, dirinya seolah belum siap jika ternyata apa yang dibilang oleh mama Linda tadi benar adanya.
"Buat apa kamu berdiri seperti patung disitu terus? Adiva, buruan masuk kedalam! Kamu nggak mau melihat kakak kamu untuk yang terakhir kalinya?" tanya mama Linda, nada bicaranya terdengar sewot.
Adiva menarik nafas dalam kemudian mulai membuka pelan pintu kamar. Adiva masuk kedalam kamar lalu melihat pemandangan yang membuat hatinya menjadi sedu.
Kakaknya terbaring kaku dan pucat diatas ranjang. Ada noda darah yang bersimbah di baju kakaknya. Adiva berjalan dengan perlahan menghampiri jasad kakaknya.
"Ini pasti cuma mimpi buruk." yakin Adiva lalu mencubit tangannya.
Alzam melihat kedatangan adik iparnya seolah tidak peduli, karena Alzam berpikir kedatangan Adiva hanya akan menambah suasana sedih pada malam ini, pikir Alzam. Adiva ia kira akan menangis lebay disamping jasad istrinya.
Alzam mengira begitu, Adiva akan menjadi lemah dan berlebihan kala sedang berduka, namun ternyata, Adiva tidak menangis lebay seperti yang ia perkirakan. Adiva hanya menangis pelan saja.
Adiva tidak menangis lebay seperti dalam bayangan Alzam barusan, ternyata Adiva adalah sosok wanita yang tegar dan kuat, bahkan saat ditinggal pergi oleh satu-satunya keluarga yang tersisa.
"Kakak, ini nggak mungkin terjadi kan? Ini cuma mimpi, gue yakin ini cuma mimpi!" ucap Adiva yang membuat Alzam dan mama Linda menjadi terheran.
Adiva mencoba mencubit lengannya lagi, rasanya sakit yang artinya kakaknya meninggal itu adalah kenyataan. Kenyataan yang membuatnya hatinya perih dan sedih. Adiva menitikkan air mata, menangis layaknya orang yang sedang berduka.
Adiva ikut duduk juga disamping jasad kakaknya. Adiva duduk berdekatan dengan kakak iparnya. Mereka berdua sama-sama sedih melihat wanita baik itu telah pergi untuk selama-lamanya.
Tidak dengan mama Linda yang diam-diam tersenyum sinis melihat menantu yang tak ia anggap itu sudah mati.
***
Keesokan harinya, tepatnya pukul sepuluh pagi, jasad Zahra sudah dimasukkan kedalam liang lahat. Prosesi pemakaman Zahra sudah berakhir dan banyak orang, baik dari tetangga dan kerabat dekat mama Linda yang melayat akan kembali pulang ke hunian mereka masing-masing.
Kini hanya tersisa Adiva, mama Linda, Daffa, dan Alzam yang masih bersimpuh dengan satu kakinya di samping kuburan istrinya. Mama Linda dan Daffa berdiri beriringan seraya kembali memasang kacamata hitam. Mereka berdua rasanya sudah ingin segera pulang ke rumah, tidak betah berlama-lama disini. Lagian kepergian Zahra tidak membuat mama Linda benar-benar merasa sedih. Mama Linda hanya berpura-pura sedih saja di depan Alzam dan Adiva.
Adiva ikut bersimpuh disamping kuburan kakaknya sembari menaburi bunga, mempercantik makam yang masih basah itu.
"Kakak, semoga kakak tenang ya disana. Adiva janji, Adiva nggak akan pernah melupakan kakak, Adiva akan selalu mendoakan kakak, semoga segala dosa kakak diampuni oleh Allah, dan semoga semua amal baik kakak, diterima oleh Allah." harap Adiva seraya tersenyum perih menatap nisan kakaknya.
Alzam mengamini doa Adiva, namun hanya dalam hatinya saja. Setelah itu, Alzam bangkit kemudian berjalan pergi duluan meninggalkan Adiva, mama Linda, dan juga Daffa.
Mama Linda dan Daffa jelas ikut menyusul Alzam dan sekarang hanya menyisakan Adiva seorang yang masih berada disamping makam kakaknya.
"Gue pergi dulu ya kak, kakak adalah sosok kakak yang terbaik, meski hubungan persaudaraan kita sempat renggang dulu, tapi maafin gue ya kak? Gue ga akan lupain semua jasa-jasa kakak. Doa dari gue akan selalu mengalir untuk kebahagiaan kakak disana. Jangan takut kak, kakak orang baik, gue yakin Allah pasti sayang sama kakak." ucap Adiva sembari mengusap air matanya. Kemudian dia berdiri dan berjalan pergi dengan penuh kesedihan meninggalkan makam kakaknya. Diiringi bunga-bunga Kamboja yang berjatuhan terkena terpaan angin kesedihan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments