Hari minus satu menjelang pernikahan yang akan dilangsungkan besok di sebuah gedung pernikahan termegah se Indonesia. Gedung Zeano Angkasa Jaya namanya. Salah satu gedung pernikahan termegah yang sering disewa oleh putra putri bangsawan dalam melangsungkan pesta ulang tahun, akad dan resepsi pernikahan.
Gedung yang pernah menjadi saksi bersatunya Alzam dan Zahra dalam ikatan yang suci, juga gedung yang akan menjadi saksi dalam pernikahan Alzam dan Adiva yang akan berlangsung esok hari.
Adiva mengundang teman-teman terbaiknya sebagai bridesmaid mempelai wanita besok. Adiva merasa sangat tidak sabar meski ia tahu kalau pernikahan yang dilakukan dengan Alzam itu tanpa didasari rasa cinta, melainkan hanya dijadikan tameng pelindung untuk Alzam agar tidak dipaksa terus untuk menerima perjodohan dengan Amel.
Alzam juga sudah mengundang semua karyawan perusahaan dan juga rekan-rekan bisnisnya. Alzam seharian ini sibuk sekali mengirim chat undangan ke teman-temannya yang berada di luar kota. Alzam menginginkan banyak orang datang menjadi saksi dalam ikatan suci antara Alzam dan Adiva esok.
Tidak dengan mama Linda yang terus cemberut dan ngomel-ngomel sedari pagi. Dirinya sangat tidak sudi menjadi saksi ikatan cinta yang akan berlangsung besok di gedung termegah. Biaya sewa gedungnya saja mencapai satu milyar. Mama Linda menganggap Alzam sudah buang-buang uang untuk hal yang tidak penting.
Alzam sedang duduk santai di sofa ruang santai kemudian mama Linda tiba-tiba datang dengan membanting bantal ke wajah Alzam.
"Alzam, kalau kamu mau menikah dengan gembel itu, nggak perlu lah itu terjadi secara mewah dan besar-besaran. Sudah cukup kamu buang banyak uang buat pesta pernikahan pertama kamu dulu, menikahlah secara sederhana saja kalau sama orang kere!"
"Suka-suka Alzam dong mam, mau gunain uang Alzam buat apapun yang Alzam mau! Alzam ingin semua orang mengenal siapa istri Alzam yang baru, momen sakral Alzam besok juga diliput oleh awak media dari berbagai media ternama."
"Apa! Kamu bawa wartawan segala! Besok mama akan usir mereka semua!"
"Mama nggak punya hak buat usir mereka, karena mereka semua aku yang bayar mahal."
"Kenapa sih kamu sekarang jadi anak yang pembangkang? Kamu pasti udah dicuci otaknya ya sama gadis gembel itu? Kamu dalam pengaruh jampi-jampi!"
"Jaga bicara mama, jangan pernah mama sekali-sekali merendahkan dan menuduh calon istri aku. Yang pasti, aku nggak akan salah pilih istri, Adiva adalah sosok perempuan yang baik dan juga tidak belagu seperti Amel. Mama nggak akan menyesal karena Alzam udah pilih dia jadi menantu mama,"
"Omong kosong! Nggak menyesal apaan? Justru mama udah menyesal membesarkan dan mengurus kamu dari kecil, tapi hasilnya kaya gini? Kamu jadi anak yang durhaka dan nggak pernah mau ngertiin perasaan mama!" bentak mama Linda lalu pergi menuju kamarnya.
Alzam hanya bisa menghela nafas melihat sikap galak mamanya yang sukanya marah-marah dan nggak pernah mau mengerti dirinya. Justru sang mama yang tidak pernah mengerti akan perasaan dari anaknya, bukan dirinya yang tidak mau ngertiin perasaan mamanya.
Daffa sang adik yang sedari tadi hanya menyimak diam-diam, melihat perdebatan antara mama dan kakak itupun berjalan menghampiri Alzam lalu duduk disisi Alzam.
"Kak, kakak yakin mau menikah dengan wanita yang bukan pilihan mama? Apa kurangnya Amel sih kak? Gua kalau dijodohin sama Amel jelas nggak akan menolak, justru gue sangat merasa senang karena dijodohin sama cewek secantik dia."
"Yaudah, kamu aja yang minta ke mama buat dijodohin sama dia," jawab Alzam kemudian berjalan pergi meninggalkan Daffa. Alzam sedang malas berdebat dengan siapapun yang berada di dalam rumah ini.
"Hadeh, kakak." batin Daffa kesal karena ditinggalin begitu saja.
***
Singkat waktu malam pun tiba, Adiva sedang rebahan diatas kasur sembari memeluk gaun pengantin yang akan ia kenakan dengan anggun pada esok hari. Adiva tidak menyangka dirinya akan menikah di usia yang masih muda, yaitu dua puluh tahun. Target nikahnya adalah usia dua puluh lima.
Disaat teman-teman lain masih sibuk dengan status hubungan yang belum pasti, dirinya sendiri sudah mendapat status kepastian dari seorang laki-laki dewasa nan mapan. Tapi entah kepastian itu akan bertahan berapa lama karena tidak didasari rasa yang tulus.
Meski ia belum tahu apakah nanti pernikahan dengan Alzam akan bertahan sampai maut memisahkan atau akan kandas ditengah jalan, karena pernikahan mereka sekali lagi tanpa didasari oleh rasa saling suka.
"Besok adalah hari yang bersejarah buat gue, gue menikah dengan suami dari almarhumah kak Zahra. Kakak, semoga kakak tidak marah disana karena gue menikah dengan suami lo. Gue berharap semoga kakak merestui pernikahan kami. gue akan selalu mendoakan kakak, sekali lagi gue minta maaf ya kak, karena dulu gue pernah buat kakak menangis dan kecewa, " ingat Adiva akan sesuatu yang cukup kelam di masa lampau.
Flashback waktu Adiva masih menginjak kelas tiga SMA, disaat itu Zahra kakaknya belum menikah dengan Alzam dan masih bekerja paruh waktu sebagai waitress di salah satu restoran yang sekarang juga menjadi tempat Adiva mengais rezeki. Zahra bekerja keras siang dan malam demi membiayai kehidupan Adiva juga.
Waktu itu Zahra pulang ke rumah dengan membawa sebungkus makanan dari restoran untuk Adiva, Adiva sendiri sedang fokus belajar untuk ujian sekolah yang akan berlangsung besok.
"Dek, kamu belum makan malam kan? Ini kaka bawain kamu makanan kesukaan kamu," ucap Zahra lembut sembari menaruh bungkusan itu diatas meja belajar Adiva.
Namun Adiva hanya terdiam sembari fokus membaca buku pelajaran tanpa menyambut atau berbicara sepatah kata pun dengan kakaknya. Zahra kemudian duduk di samping Adiva sembari mengusap bahu adiknya.
"Kamu lagi marah ya sama kakak? Kenapa sih kamu jadi kaya gini dek? Kakak janji kalau kakak udah menikah, kakak nggak akan pernah lupain kamu, selamanya."
"Kakak bohong! Buktinya selama ini, kakak jarang memperhatikan gue, kakak selalu asyik dengan laki-laki kaya itu dan gue yakin kalau kakak udah menikah dengan dia, pasti kakak akan lupa sama gue."
Adiva ternyata cemburu dan takut kalau kakaknya tidak akan memperhatikan dirinya lagi. Zahra dengan lembut bilang dan berjanji bahwa dirinya tidak akan pernah melupakan saudarinya sampai kapanpun itu.
"Sampai kapanpun kakak ga akan pernah ninggalin kamu, kamu kan adik baik kesayangan kakak, pastinya kamu izinin dong kalau kakak ingin memulai membangun rumah tangga?"
Adiva membanting bolpoin yang ia pegang kemudian menatap nyalang kepada kakaknya. Adiva yang masih labil itu belum bisa menerima jika kakaknya menikah dan dirinya akan hidup sendirian.
"Mama udah nggak ada kak, kakak tega ninggalin gue hidup sendirian?"
"Bukannya gitu dek, tapi apa kamu juga tega lihat kakak terus-terusan jadi jomblo?"
Adiva menatap kesal ke wajah kakaknya kemudian masuk kedalam kamarnya dan mengunci pintu. Dari luar Zahra terus menggedor pintu kamar Adiva sembari Zahra menangis sedih.
"Adiva, buka pintunya dek?" isak Zahra.
Didalam kamar Adiva juga sedang menangis sedih.
Flashback selesai dan kalau ingat kejadian itu, air mata mengalir deras dari kedua mata Adiva.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments