"Pi... kasihanilah Mba Nay.. ga punya keluarga, ga ada tempat tinggal, pekerjaan pun ga ada... sekarang ditambah sedang mengandung anak Mas Haidar. Tolonglah Pi... restui Faqi. Faqi akan bertanggung jawab terhadap anak ini. Kalo Mas Haidar ga mampu, Faqi mampu menjaga anak ini" ucap Faqi.
"Faqi... kamu sadar ga sama apa yang kamu ucapkan? Masa depan kamu masih panjang, kondisi Haidar seperti sekarang dan kalo pun sembuh ga bisa senormal dulu. Hanya kamu anak laki-laki Papi yang akan melanjutkan bisnis Papi. Mba Mentari anak perempuan, ga mungkin Papi memberikan tongkat estafet ini ditangannya. Lagipula dia ga paham bisnis, wong bisnis travelnya aja selalu Papi suntik dana buat operasionalnya" ujar Papi.
Suasana makin menegang.
"Sekarang kalo Faqi nurutin semua keinginan Papi.. apa Papi akan mengabulkan keinginan Faqi?" Faqi coba bernegosiasi.
"Apa tawaran kamu? siapa tau bisa Papi pertimbangkan" tanya Pak Isam.
"Papi ijinkan Mba Nay untuk tinggal disini hingga anak ini lahir dan Mba Nay punya pekerjaan lagi. Faqi akan membiayainya semampu yang Faqi bisa. Sebagai bayarannya, Faqi akan sekolah dimana pun dan jurusan apapun yang Papi minta. Faqi bersedia Papi atur hidupnya seperti anak Papi yang lain" tegas Faqi.
"Yakin akan ucapan kamu Faqi?" tanya Pak Isam meyakinkan.
"Saya laki-laki Pi... seorang laki-laki itu yang dipegang ucapannya. Atau Faqi ada penawaran lain. Selama Faqi kuliah diluar negeri seperti yang Papi inginkan, jangan pernah mengusik Mba Nay dan anaknya. Biarkan mereka hidup bebas tanpa tekanan dari Papi dan satu lagi Pi... Papi ga perlu kasih fasilitas mewah seperti yang Papi kasih ke Mba Mentari dan Mas Haidar ketika kuliah dulu. Faqi akan tinggal di asrama Mahasiswa dan akan kerja part time buat memenuhi keseharian hidup Faqi. Papi hanya membayar uang kuliah aja" lanjut Faqi.
"Benar nih?" tanya Papi lagi.
"Ya... tapi sebagai gantinya, seluruh biaya maintenance apartemen ini dan kebutuhan hidup Mba Nay dan anaknya, Papi penuhi. Buat makan dan ke dokter untuk kontrol tiap bulannya, hingga melahirkan. Untuk pegangan Mba Nay sekedarnya nanti Faqi ada" ujar Faqi
"Oke... deal.. tapi Papi ga bisa percaya sama kamu gitu aja, seperti Haidar yang Papi percaya malah berbuat seperti ini. Sebenarnya Papi percaya sama anak-anak, tapi justru anak yang mencoreng muka Papi" jawab Pak Isam.
"Kita buat perjanjian tertulis Pi. Selama Faqi kuliah, Faqi akan tunduk sama Papi, apapun akan Faqi ikuti. Tapi selama itu pula jangan pernah mengusik Mba Nay dan anaknya sampai Faqi lulus kuliah" tegas Faqi.
"Good boy ... asal kamu nurut kan semua senang" jawab Pak Isam tersenyum.
"Kapan kita bikin perjanjian itu Pi?" tantang Faqi.
"Sekarang kita ke kantor, Gita akan panggil notaris buat perjanjian kita. Nanti kita pelajari bersama dan akan ditandatangani setelah Papi pulang dari Malaysia" jawab Pak Isam.
Pak Isam meninggalkan Apartemen. Faqi mengeluarkan dompetnya dan memberikan uang ke Nay kemudian ia pamit.
Langkah kakinya Faqi mengikuti Pak Isam dari belakang. Salah satu bodyguard Pak Isam meminta kunci mobil Faqi dan meminta Faqi naik ke mobil Pak Isam. Faqi sudah ga ada perlawanan, semua dia ikuti.
Dalam perjalanan ke kantor Papi, Faqi hanya terdiam. Pak Isam sibuk melihat iPad nya, entah apa yang sedang dibacanya. Kondisi terdesak membuat Faqi melupakan impian menjadi seorang arsitek. Sepanjang jalan dia memandang kearah gedung-gedung tinggi, mengagumi semua bentuknya.
Macet di ibukota ga bisa dihindari. Persis posisi mobil berhenti tepat didepan taman. Sudah hampir jam makan siang, jejeran gerobak pedagang kaki lima sudah berbaris rapih siap menyambut para pembelinya.
Salah satu hal yang ingin ia buat kalo sudah jadi arsitek yaitu membuat sebuah food court dengan konsep taman, yang bersih dan hijau. Tapi kini biarlah itu menjadi mimpi terindahnya yang entah kapan bisa wujudkan, bahkan belum tentu bisa terwujud. Demi Nay dan buah hati kakaknya, ia rela menukar mimpi terbesar dalam hidupnya menjadi seorang arsitek.
Faqi teringat Haidar pernah berkata
"ga selamanya keinginanmu berjalan beriringan dengan kenyataan, terkadang kamu perlu mengubur impian dan mengikhlaskannya hilang bersama waktu".
Faqi menghela nafas panjang pertanda dia sudah penat.
🌺
Seminggu setelah perjanjian tertulis antara Pak Isam dan Faqi yang berlaku selama Faqi menempuh jenjang kuliah strata satunya diluar negeri. Faqi berniat pamit sama Mba Mentari dan Mas Haidar yang masih tergolek koma belum sadarkan diri hampir sebulan terakhir.
Mba Mentari sedih akan keputusan Faqi, tapi dia ga bisa juga mencegah karena ini demi Nay dan buah hati Haidar.
Tanpa sengaja Anindya mendengar percakapan antara Faqi dengan Mba Mentari yang membahas kehamilan Nay. Tentu aja Anindya terperanjat dan tanpa sengaja menjatuhkan kaleng minuman yang dibelinya.
Mba Mentari langsung menghampiri Anindya dan memintanya duduk di kursi balkon untuk para penunggu pasien. Faqi juga ikut kesana.
"Itulah kenyataannya Anin... Mba serahkan keputusan ke kamu, toh kondisi Haidar pun sekarang seperti ini. Mba ga nyalahin kamu kalo keputusan akhir kamu ninggalin Haidar.. Mba paham situasinya. Pergilah Anin, raih impianmu bersama lelaki lain yang lebih baik dari Haidar" ucap Mba Mentari bijak.
"Mba... Anin cinta mati sama Mas Haidar. Anin akan tunggu Mas Haidar sampe siuman" ucap Anindya.
"Anin... kita ga tau kondisi Haidar kelak seperti apa. Kamu anak tunggal, pasti harapan orangtuamu besar terhadap kamu" tambah Mba Mentari.
"Ga Mba... jangan minta Anin ninggalin Mas Haidar" ucap Anindya sedih.
"Tapi Haidar udah berbuat.... ya sudah....." Kata Mba Mentari ga sanggup melanjutkan omongannya.
"Sudah menghamili Nay? Anin ga peduli, toh Mas Haidar juga ga akan menikahi Nay kan" ucap Anindya.
"Gimana kalo Haidar sadar dan kembali ke Nay?" tanya Mba Mentari.
"Mas Haidar akan menjadi milik Anin Mba" tegas Anindya.
"Anin... kamu wanita yang baik, terimakasih udah sayang sama adik Mba walaupun kondisinya sekarang seperti ini" ucap Mba Mentari sambil memeluk Anindya erat. Dalam pelukan kedua wanita ini menangis bersama.
Faqi masuk kembali ke pintu kaca kamar Haidar karena dia malas mendengar pembicaraan para wanita.
Sesampainya disana, Faqi memegang pintu kamar. Berbicara dalam hati tentang rencananya kuliah, pilihan yang terpaksa dipilih demi menukar kenyamanan dengan wanita yang dicintai kakaknya. Faqi benar-benar melihat sebuah kekuatan cinta antara Nay dan Haidar selama ini, ditambah ada anak tak berdosa yang harus dia selamatkan.
"Mas... kita dilahirkan sebagai saudara, tinggal satu atap bersama. Sesekali Mas harus rela mengorbankan waktu bermain demi menjaga Faqi. Kini kita sudah dewasa, kita pernah terlibat perselisihan karena perbedaan usia dan pola pikir kita. Kadang Faqi cemburu atas kasih sayang Papi ke Mas Haidar dan Mba Mentari, ingatan ini masih kuat mengenang betapa dulu kalian berdua menjaga adik kecilmu ini dengan hebat. Masa kecil yang indah kan Mas? walau tanpa kasih sayang Mami. Sejak Mas kuliah, kebersamaan kita sangat minim. Sibuk dengan sekolah masing-masing. Di antara minimnya kebersamaan, ada kalanya kita akan duduk berdua dan serius bicara" ujar Faqi sambil mengusap air matanya.
Faqi kembali mengusap pintu kamar ruang rawat tempat Haidar berada.
"Mas selalu menjadi tempatku berkeluh kesah. Orang yang aku percaya akan membantu memecahkan setiap masalah. Maaf kalo Faqi ada niat menikahi Mba Nay, ini demi buah hatimu Mas, restuilah jika kelak keadaan memaksa Faqi harus menikahi Mba Nay. Faqi ga berkhianat sama Mas... Faqi janji akan menjaganya, jika Mas sudah sehat dan akan kembali, Faqi yang akan mengantarkan Mas menuju Mba Nay" janji Faqi.
Secara tiba-tiba, tubuh Haidar memberikan reaksi, air mata mengalir dari kedua matanya yang tertutup rapat. Faqi langsung menuju meja suster, memberi tahu tentang respon Haidar.
Dokter dan perawat masuk dan memeriksa Haidar.
"Orang koma bisa menangis. Karena fungsi-fungsi otak dan tubuhnya masih berjalan, memang ga semua orang bisa memberikan respon. Semoga ini akan menjadi awal tubuh pasien merespon semua rangsangan dari luar, baik suara ataupun sentuhan" jelas dokter jaga ke Faqi (dalam bahasa Inggris karena Rumah Sakit Internasional).
🏵️
Besok, Faqi akan berangkat kuliah ke luar negeri. Hari ini dia janjian sama Nay di sebuah restoran yang terletak di lantai bawah Apartemen.
"Mba Nay... saya serahkan counter HP saya yang ada di pusat pembelanjaan di Apartemen ini ke tangan Mba... anggap saja sebagai punya Mba. Tolong dilihat dan dikelola dengan baik. Saya akan info nomer HP saya yang baru nanti kalo sudah sampe sana. Setiap perkembangan Mas Haidar pun akan Faqi info. Kalo Mba Nay perlu apapun, bisa hubungi Mba Gita. Mba kenal baik kan sama Mba Gita? Dia udah tau semua yang terjadi. Jadi Mba Nay bisa lebih nyaman menjalani kehamilan Mba karena ada teman berbagi" jelas Faqi.
"Faqi... Mba ga tau gimana harus balas budi sama kamu. Mba hanya bisa mendo'akan semoga kamu berhasil dalam studi. Terimakasih Faqi sudah menukar mimpi kamu untuk Mba dan anak inj" ucap Nay sambil mengusap perutnya.
"Mba.. kita kan saudara, susah senang harus kita bagi bersama. Kalo memang Mba membutuhkan Faqi untuk menikahi Mba demi anak ini, jangan sungkan hubungi Faqi" ujar Faqi.
"Faqi... Mba udah berbuat kesalahan bodoh dalam hidup dan Mba berjanji dengan diri sendiri buat ga bikin kesalahan bodoh lainnya. Menikah dengan kamu akan menjadi sebuah keputusan bodoh lainnya yang pasti akan Mba sesali seumur hidup" ucap Nay.
"Mba..." kata Faqi.
"Faqi... kamu masih muda... memang usia kita hanya beda dua tahun, tapi masa depan kamu masih terbentang luas disana. Tenang aja Faqi, kamulah orang pertama yang akan Mba hubungi kalo anak ini lahir karena kan kamu bilang kalo kamu ayahnya" canda Nay.
"Ya... anak ini akan punya Mama, Papa dan Ayah...." janji Faqi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Jasreena
bikin hitam d atas putih Krn pak isam curang...
2023-08-15
1
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Anak bontot yg tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ibu, membuat pikirannya dewasa lebih dari usianya..
2022-06-01
2
@ Ani Supriadi
faqi 👍👍👍👍
2022-05-28
1