Setelah pemakaman usai, Rama masih berdiam diri didepan pusaranya Nay. Membacakan do'a-do'a dan mengusap nisan.
"Terimakasih karena telah memberi kami kebahagiaan. Mba Nay telah hadir dihidup Mas Haidar dan memberikan kebahagiaan sesungguhnya buat dia. Kebahagiaan Mas Haidar adalah kebahagiaanku juga. Hari ini, aku akan mengingatmu sebagai sebuah pelajaran. Terima kasih sudah percaya untuk membesarkan Sachi, akan kujaga dia Mba.. kan kujaga hingga ujung nafasku" janji Rama.
Setelah selesai, Rama kembali menuju Rumah Sakit untuk memeriksa kondisi Sachi. Dokter belum memperbolehkan Sachi pulang, karena belum dicek menyeluruh kondisinya yang lahir belum cukup bulan.
Mba Gita dan Rama berbincang mengenai anak ini. Status Mba Gita yang masih single (sampai usia 38 tahun, dia belum juga menikah) ga memungkinkan menjaga anak bayi di rumahnya.
Rama akhirnya mengambil langkah nekat akan membawa Sachi ke rumah Pak Isam. Baginya Sachi juga anggota keluarga Pak Isam yang mempunyai hak tinggal disana.
"Yakin Pak Isam bisa terima anak ini?" tanya Mba Gita hati-hati.
"Saya ga punya pilihan Mba ... semua terjadi begitu cepat. Anak ini pun perlu tempat yang layak untuk tumbuh. Ga mungkin kita titip ke panti asuhan atau kita kasih ke orang lain" jawab Rama.
"Tapi kan Pak Isam ..." ucap Mba Gita ragu.
"Saya yang akan ambil resiko ini Mba .. saya ga akan melibatkan Mba untuk masalah ini. Jadi Mba tenang aja, Mba akan aman" jelas Rama.
🏠
Setelah dokter membolehkan Sachi pulang, Rama langsung membawanya ke rumah orang tuanya.
Begitu sampai rumah, dia langsung meminta para asisten rumah tangga untuk membersihkan kamar tamu disebelah kamarnya.
Semua kaget mendengar perintah Rama, tapi mereka ga berani bertanya tentang bayi itu. Mba Gita sudah membelikan perlengkapan bayi serta susu formula sebelum pulang dari Rumah Sakit.
Rama menjual motor kesayangan (hadiah dari Mba Mentari dan Mas Haidar saat dia lulus SMP), motor matic biasa yang hanya laku sekitar lima jutaan, ia gunakan uang tersebut untuk membayar tagihan Rumah Sakit.
Rama juga kembali memeriksa lagi kamarnya, dia cari barang-barang berharga yang bisa ia jual. Tapi hanya piala-piala dan medali yang ada, dia yakin Papi ga akan memberikan dia uang begitu saja buat Sachi.
Teringat cincin berlian yang dia beli, yang rencananya akan diberikan ke Nay. Dengan bantuan Mba Gita, cincin itu bisa laku mahal karena memang sangat bagus, bahkan harganya melebihi harga beli semula.
Uang dua puluh juta yang ia dapatkan dari penjualan cincin, disimpan dulu buat kebutuhan Sachi kedepannya. Kini yang dipikirkan adalah bagaimana kalo Pak Isam pulang dan tidak terima keberadaan Sachi.
Kamar tamu sudah bersih, kamar ini yang akan dijadikan sebagai kamar Sachi. Rama memang belum beli tempat tidur bayi, ia memutuskan untuk berbagi ranjang sama Sachi dulu. Para Asisten Rumah Tangga disana sangat antusias melihat Sachi yang wajahnya menuruni wajah keluarga Abrisam.
"Mas...ini bayinya siapa? kok bisa mirip Bapak dan Mas Haidar ya?" kata salah satu Asisten Rumah Tangga.
"Terus masalahnya dimana? Ini anak saya" sahut Rama cuek.
"Mas kan belum nikah, gimana caranya bisa punya anak?" sahut Asisten Rumah Tangga lainnya.
"Emang kalo punya anak harus nikah dulu?" tanya Rama cuek.
"Tapi kan Mas ga neko-neko orangnya. Masa sih punya anak diluar nikah" kata Asisten Rumah Tangga yang ga percaya.
"Pokoknya Sachi ini anak saya, ga usah tanya siapa ibunya" sahut Rama.
Semua diam.
"Oh ya tolong jaga Sachi, saya ngantuk udah dua hari ga tidur" tambah Rama.
.
Dua hari bersama Sachi memberikan kebahagiaan tersendiri buat Rama. Sebagai anak bungsu, dia ga pernah ngerasain ada adik kecil di rumahnya. Sachi termasuk bayi yang ga ngerepotin, nangis hanya kalo minta susu aja. Biasanya Rama akan menjaga di malam hari, pagi sampe malam jatah para Asisten Rumah Tangga, mereka juga merasakan bahagia karena sudah lama di rumah ini ga ada tangis bayi.
Sachi tampak cantik walaupun badannya kecil, dia menggemaskan. Rambutnya lebat dan hitam, hidungnya mancung mirip Rama, tapi dia punya dagu terbelah dan mata yang bulat seperti Haidar. Rama iseng mencari foto bayi Haidar dan disamakan ke Sachi, Allah memang Maha atas segalanya, Sachi benar-benar ga ngebuang sedikitpun gurat wajah Haidar kecil.
Rama berharap, kalo kelak Haidar pulang ke rumah ini dan melihat Sachi, ingatannya bisa kembali pulih.
❤️
Haidar dan Anindya langsung bulan madu ke Thailand, memang ga mau jauh karena kondisi kesehatan Haidar yang belum pulih 100%.
Pak Isam pulang ke tanah air setelah empat hari berada disana.
Begitu sampe di rumah, kemarahan Pak Isam ga terbendung melihat ada bayi di rumahnya dan para Asisten Rumah Tangga bilang kalo ini anak Rama.
"Mas Faqi eh Mas Rama yang bilang ini anaknya Pak" jawab Asisten Rumah Tangga dengan polosnya.
"Dimana dia sekarang?" tanya Pak Isam geram.
Gak ada yang berani jawab, tapi Pak Isam langsung menuju kamar Rama dilantai dua. Membuka pintu dengan kasar dan membangunkan Rama dengan segala amarahnya.
"Anak siapa itu?" tanya Pak Isam nyolot.
"Anak Rama" jawab Rama yang masih ngantuk.
"Rama... anak siapa itu?" ulang Pak Isam.
"Anak Rama Piiii, makanya Rama bawa kesini" jawab Rama.
Sebuah tamparan keras hampir menyentuh pipi Rama. Untunglah dia bisa menahan tangan Papinya walaupun dalam kondisi baru bangun tidur.
"Kamu mau buat malu keluarga? Papi sekolahin kamu keluar negeri, malah kamu pulang bawa anak" ujar Pak Isam emosi.
"Papi masih mikirin malu? Kenapa Papi ga tampar Mas Haidar yang jelas-jelas udah bikin malu" Rama membalikkan omongan Pak Isam.
"Dia ga berbuat apa-apa" jawab Pak Isam.
"Ga berbuat apa-apa? Papi liat ga wajah Sachi...bayi itu .. Papi ingat ga bayi itu mirip sama siapa?" tanya Rama.
"Itu bukan anak Haidar" sangkal Pak Isam.
"Darimana Papi tau kalo itu bukan anak Mas Haidar? Papi berani tes DNA anak itu?" tantang Rama.
"Haidar dijebak" sergah Pak Isam.
"Siapa menjebak siapa Pi? Papi mau nuduh Mba Nay menjebak Mas Haidar buat menidurinya demi uang? Kasian banget sih pola pikir Papi" ujar Rama.
"Kamu jangan kurang ajar ya sama Papi. Pokoknya anak itu bukan keturunan kita. Singkirkan anak haram itu dari rumah Papi" tegas Pak Isam.
"Udah Rama bilang kan kalo anak itu bukan anak haram, anak itu ga berdosa, orang tuanya lah yang melakukan dosa" bela Rama.
"Kembalikan dia ke ibunya" tegas Pak Isam.
"Mau saya taro dikuburan Pi?" tanya Rama.
"Jangan becanda kamu" sahut Pak Isam kesal.
"Mba Nay udah meninggal setelah melahirkan Sachi" jelas Rama.
"Baguslah, kalo gitu kamu taro aja anak itu di panti asuhan tempat Papi suka kasih sumbangan" kata Pak Isam.
"Papi lupa akan perjanjian kita, kalo Papi ga akan mengusik Mba Nay dan anaknya sampe Rama lulus kuliah" bela Rama.
"Papi ingat... tapi kan sekarang beda. Nay udah meninggal, emang kamu sanggup ngurus anak ini?" tanya Pak Isam lagi.
"Anak ini akan saya asuh Pi, saya hanya minta tempat tinggal aja buat anak ini, untuk pengasuh dan keperluannya menjadi tanggung jawab saya. Kelak kalo anak ini sudah bisa saya bawa ke Inggris, dia akan saya bawa" pungkas Rama.
"Kamu udah gila ya Rama.. kamu disana sekolah, bukan urus anak. Papi ga setuju" Pak Isam mulai kesal lagi.
"Begini deh Pi, kita buat mudah aja lah... Kalo Papi bisa menjamin anak ini baik-baik aja disini, Rama ga akan bawa, tapi sekali aja Rama liat dia disakiti sama Papi... bukan hanya dia yang pergi, tapi Rama juga" Rama mulai bernegosiasi.
Pak Isam mulai menurunkan tensi amarahnya. Dia duduk di kursi belajar Rama, mengatur nafasnya.
"Kamu menang kali ini ... Papi akan beri anak itu tempat tinggal, tapi semua biaya hidup dan bayar pengasuhnya jadi tanggung jawab kamu, dan satu lagi... jangan pernah kasih tau tentang asal usul anak itu ke siapapun termasuk Haidar" tawar Pak Isam.
"Ok deal" sahut Rama sambil mengacungkan dua jempolnya.
Pak Isam terpaksa mengalah karena kini harapannya hanya tinggal Rama yang menjadi penggantinya kelak. Seperti impiannya dari dulu, seakan sekarang takdir sedang menuntun Rama menjadi calon penerus kerajaan bisnis Pak Isam.
❤️
Sebulan setelah menikah, akhirnya Haidar bisa kembali ke Indonesia. Dia langsung menuju rumah Papinya.
Begitu masuk rumah, pasangan suami istri ini kaget melihat Rama tengah menjemur bayi didekat kolam renang. Namanya bujangan ngejaga bayi, ada-ada aja tingkah lakunya buat Sachi. Dari mulai dipakaikan kacamata cengdem (goceng adem/kacamata murah yang dijual dipinggir jalan), dipakein topi punya Rama ala-ala anak hip-hop, berjemur sama dia di alas olahraga milik Mba Mentari.
Kalo bayi lain ditimang perlahan, Sachi malah sering digendong sambil diajak lari keliling rumah atau digendong sambil Rama treadmill. Tapi anehnya Sachi selalu nyaman aja diperlakukan seperti itu oleh Ayahnya.
Para Asisten Rumah Tangga sudah banyak yang bergosip tentang Sachi. Sebesar apapun Rama menjelaskan, tetaplah mereka ga percaya kalo itu anaknya Rama.
"Fa.... eh Rama ... bayi siapa?" tanya Anindya yang gemas melihat Sachi yang tersenyum.
"Anak Rama lah" sahut Rama.
"Kamu kuliah belum ada setahun aja pulang udah bawa bayi, apalagi sampe lulus" canda Anindya sambil mengusap kepala Sachi.
"Tolong ya kalo dari luar jangan langsung pegang bayi. Cuci tangan, muka dan kaki dulu" perintah Rama tegas.
"Emang Mba abis pegang kotoran?" jawab Anindya kesal.
"Dari luar kan banyak virus dan kuman serta banyak orang jahat, nanti anak Rama sawan" kata Rama asal.
"Mba serius nih, anak siapa sih ini?" cecar Anindya.
"Anak Rama" jawab Rama lagi.
"Mba ga percaya, Mba tau lah pergaulan kamu di SMA kaya gimana, melihat kepribadian kamu juga ga mungkin kamu menghamili anak orang sebelum menikah" teliti Anindya.
"Kalo Mba ga percaya ini anak Rama, gimana kalo Rama bilang ini buah cinta Mas Haidar dan Mba Nay" ucap Rama setengah berbisik ke Anindya disertai dengan senyum kemenangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Sunny
nah loh anin dibisikan anak nay ama haidar gmn coba 😂😂panas tiris pastinya
2022-07-09
1
Sunny
kebayang lucunya dd sachi lagi bejemur 😍😍
2022-07-09
1
Azzam
hot Dedy ey
2022-07-04
1