"Aku menunggumu Nur?"
Mala tersenyum melihat kearah suara tersebut yang ternyata adalah Satria.
...***...
Pemuda itu mendatangi rumah Mala guna menemuinya namun sayang ketika ia kesana keadaan rumah Nenek Mala dikerumuni banyak orang dan ada bendera hijau berkibar menandakan ada yang meninggal.
Mendengar kabar kalau yang meninggal adalah Nenek Mala membuat hati Satria getir dia sedikit banyaknya tahu akan perjalanan hidup gadis hitam manis tersebut.
...***...
"Terimakasih telah menyusulku sampai kesini kak? " Ucap Mala tulus.
"Iya... Aku juga ada yang ingin disampaikan sama kamu Nur, tapi aku rasa waktunya kurang tepat"
Ucap Satria sambil menatap sendu wajah Mala.
"Nanti kita urus masalah itu"
Balas Mala seolah tau akan apa yang akan dibicarakan Satria.
"Iya... Aku tau kamu gak mungkin pernah ingkar janji, aku tidak memiliki tempat untuk tinggal Nur" tambah Satria.
"Sama...Aku juga gak punya... Tempat terakhirku untuk bernaung telah dimasukan kedalam tanah"
Ucap Mala sambil menatap batu nisan sang Nenek.
"Mala ayo kita pulang"
Ajak umi Azzahra yang mendekat kearahnya.
"Umi pulang aja duluan aku masih mau disini"
Ucap Mala tanpa melihat wajah sembam uminya itu.
"Mala maafkan kami yang tidak memberitahu kamu kalau Kakek telah tiada"
Ucap umi Azzahra menyesal.
"Mala sudah bertemu Kakek disini disamping Nenek jadi Umi tidak usah merasa bersalah"
Ucap Mala dingin ia seakan enggan melihat wajah uminya yang ia tau sudah menutup mata dan telinga tentang dirinya.
Cinta dan kasih sayang umi Azzahra itu hanya diwaktu Mala masih bersamanya setelah Mala menajauh uminya pun menjauh itu yang dirasakan Mala.
"Pulanglah Umi, aku tidak mau Umi sakit dan nanti menyusul Nenek" Tambah Mala.
"Dasar anak tidak tau diri"
Teriak abi Azizi ia sangat geram dengan Mala.
Mala menatap tajam abinya itu ia tidak meyukai siakap abinya yang menurut Mala munafik ketika didepan banyak orang ia memperlakukan Mala dengan sangat baik tapi kalau tidak ada siapa-siapa ia kan berlaku kasar membuat Mala muak dengan tingkah lakunya itu.
"Tolong jangan bertengkar didepan makam Ibu mas"
Ucap umi Azzahra menenangkan suaminya.
"Ya sudah kita pulang jangan hiraukan anak pembawa sial itu"
Maki Aziz kepada sang istri.
"Mala, umi pamit ya nanti kamu susul di rumah Nenek"
Ucap umi Azzahra dengan lemah lembut.
Mala tidak menjawab pertanyaan uminya dirinya masih setia memandang pusaran sang nenek dan disebelahnya ada sang kakek.
"Sudahlah dek jangan hiraukan anak itu, masih banyak hal yang penting dari pada dia"
Ucap abi Aziz sambil menyeret sang istri menjauh dari Mala dan Satria.
...***...
"Parah ya keluargamu Nur"
Ucap Satria ketika umi dan abinya Mala menjauh.
Mala tidak menangapi ucapan Satria ia masih syok dengan apa yang terjadi.
Tiba-tiba Azzam datang dan menepuk pelan bahu Mala membuat Mala menatap wajah abangnya yang basah oleh keringat itu.
"Kami menyemunyikan kematian kakek karna permintaan beliau sendiri, beliau sepertinya sudah tau akan waktunya untuk menemui Robbnya."
"Kakek hanya ingin memenuhi janjinya kepada Ibumu untuk menjadikan kamu perempuan yang kuat fisik dan mental, beliau meminta padaku agar terus mengawasi kamu dek, tapi sepertinya kamu sudah memiliki seseorang yang menjagamu"
Pernyataan Azzam membuat air mata Mala jatuh tanpa permisi ia menagis dalam diam.
Mala sangat paham betul dengan watak sang kakek ia selalu melakukan sesuatu pasti ada maksud dan tujuannya dan hanya waktu yang akan menjawab semuanya.
"Abang pulang dulu dek masih banyak pekerjaan yang harus diurus"
Ucap Azzam sambil bangkit dari duduknya.
"Jaga adik kesayanganku jangan pernah khianati dia"
Ucap Azzam sambil menepuk pelan bahu Satria sebelum berlalu.
Azzan sangat mengenal baik adiknya itu, semua yang dilakukan oleh Mala pasti ada maksud dan tujuan. Watak sang kakek membentuk kepribadian Mala.
"Keluargamu perhatian ya Nur? Walau ustad Aziz itu agak kasar"
Ucap Satria ketika Azzam menjauh ia duduk lesehan di tanah kuburan yang masih basah duduk disamping gadis malang tersebut.
"Kita mau kemana Nur? Aku udah gak punya rumah atau harta benda lainya semua disita oleh bank karna kasus korupsi papiku, lebih parahnya setelah kejadian penangkapan papi, mamiku depresi samapai gila dan dimasukkan ke RS jiwa".
Curhat Satria yang masih setia menunggu Mala walau sang gadis tidak mau berbiaca dari tadi.
"Keluargaku menjauhi aku Nur katanya malu dekat denganku apa lagi orang-orang yang sudah banyak tau akan kasus papiku, selalu mencaci maki aku" Tambah Satria.
"Nur aku disini buakan disitu"
Satria geram dari tadi ia berbicara panjang lebar tapi tidak dihiraukan oleh Mala.
"Aku bisa apa kak?"
Tanya Mala membuat Satria menatap gadis disampingnya tersebut.
"Lanjutkan rencana kita yang kemaren aku sudah yakin dengan keputusanku."
Ucap Satria dengan semangat membara.
Mala menatap pemuda disampingnya lekat dia dan Satria mempunyai kisah yang sama-sama menyedihkan dan berusaha untuk tetap meneruskan hidup menunggu waktu kembali kepangkuan Ilahi.
"Mala ikut Bapak"
Ucap mang Udin bapaknya Mala yang datang entah dari mana mengejutkan dua insan itu.
Mala menggelang manandakan dirinya tidak mau.
Mang Udin membuang nafasnya kasar tidak mudah memang untuk bisa mengajak putrinya itu tanpa memberikan penjelasan.
"Bapak hanya ingin memberiakan pemberian almarhum Ibumu dan memenuhi janji akan menikahkan kamu dengan lelaki yang baik"
Ucap pak Udin sambil menatap lekat wajah putrinya itu.
Mala masih bungkam didepan bapaknya dia bangun dari duduknya sambil menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor terkena tanah.
"Bapak mau menikahkan aku dengan siapa? "
Tanya Mala membuat mang Udin tersenyum.
"Bapak akan menikahkan kamu dengan pemuda ini"
Ucap pak Udin sambil merangkul pundak Satria membuat pemuda itu terkejut.
"Bapak sudah tau semuanya dari nak Azzam, bapak tidak akan mengatur hidupmu nak, akan tetapi bapak hanya ingin menunaikan amanah ibumu. Ayo kita pulang kita bahas semuanya dirumah."
Ajak pak Udin sambil terenyum.
Mala mengendus sesuatu yang aneh dari Bapaknya.
...***...
Tidak seperti biasanya ketika mereka bertemu sang bapak akan mencaci maki dirinya, tapi kali ini bapaknya berbicara dengan lemah lembut seolah bukan diri Bapaknya.
"Apa sedasyat ini kah pengaruh alam kubur sampai membuat Bapak insyaf begitu cepat." batin Mala.
Mala yang melihat abang, abi dan Bapaknya yang masuk ke liang lahat sang nenek sampai berfikir sikian rupa.
Tapi sayang sang abi masih saja kasar padanya yang berati itu hanya ansumsinya saja.
"Ayo nak bapak sudah menyiapkan mobil taksi di depan" Ucap sang bapak mengembalikan kesadaran Mala.
"Kamu juga ikut bapak ya nak Satria, agap bapak ini juga orang tuamu" Ucap pak Udin sambil merangkul Satria membuat pemuda itu gugup.
Setelah pembicaraan tadi mereka berangkat untuk pulang kerumah bapaknya Mala tersebut.
...***...
Dari pemakaman sampai di mobil taksi hingga sampai dirumah Mala bungkam seribu bahasa membuat Satria canggung dengan keadaan seperti ini.
Dia yang hanya orang luar tapi diperlakukan dengan sangat baik membuat ia merasa tak nyaman dengan perlakuan bapaknya Mala tersebut.
...***...
Setelah menunaikan kewajiban kepada sang Robb pak Udin mengajak putrinya dan Satria untuk makan malam.
"Setelah makan bapak ingin berbicara serius dengan kalian berdua"
Ucap pak udin disela mengunyah makanannya yang hanya diangguki oleh Mala dan Satria.
.
.
.
Disinilah mereka bertiga diruang tamu yang sederhana.
Pak Udin menarik nafas dalam -dalam sebelum berbicara dan menatap Mala dan Satria bergantian.
"Bapak akan menyelesaikan tugas terakhir yang ibumu amanahkan kebapak yaitu menikahkan kamu dengan lelaki yang baik dan tentu seiman"
Ucap pak Udin sambil menatap langit-langit rumahnya seolah melihat bayangan sang istri.
"Besok kita akan kekantor KUA untuk mendaftar kalian menikah, apalagi kalian memang sudah merencanakannya bukan?"
Pernyataan sang bapak membuat Mala semakin menaruh curiga dengan lelaki itu apa benar ini bapaknya yang kemarin mencaci-makinya.
"Anu pak..."
Ragu-ragu Satria ingin meneruskan ucapannya.
"Iya ada apa nak Satria?"
"Saya belum bisa menikah dalam waktu sedekat itu" Lirih Satria.
"Kenapa nak, bukankah kalian memang ingin menikah?"
Tanya pak Udin yang mulai bingung dengan peryataan pemuda didepannya.
"Kalau kakak tidak mau menikah denganku tidak apa-apa, pintu keluar ada disebelah sana"
Ucap Mala dengan menekankan kata-katanya.
"Aku tadi bilang belum bisa menikah dalam waktu dekat bukan gak mau menikah dengan kamu Nur"
Satria juga ikut menekankan ucapannya dirinya terbawa suasana.
"Berikan aku alasannya? " Tanya Mala sengit.
"Aku belum sunat" Lirih Satria.
"Deg...."
Jantung bapak dan putrinya itu seakan ingin melompat keluar dari dalam rongganya mendengar pengakuan pemuda itu.
"Ya allahhh...."
"Kenapa sih, tiga kata beracun mengelilingi hidupku" batin Mala.
Pak Udin tersenyum
"Menantu yang tepat "batinnya bangga.
.
.
.
****untung gak kedenger sama sih Mala kalau dia tahu bapaknya bangga dengan Satria pasti ia akan berteriak histeris seking furtasinya.****
...***Bersambung......
*setelah baca wajib like end comen ya 😇****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Rico Andika Putra
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣...........
2022-07-02
1