...Kelulusan sekolah yang aku tunggu-tunggu terasa hampa. Karna, aku mendengar cerita burung bahwa kakekku telah meninggal dunia....
...Mustahil, kata itu yang ada dalam pikiranku. Karena tidak ada satupun anggota keluarga yang menghubungi. Jadi, aku hanya mengangapi berita itu bagaikan angin lalu saja....
...Tapi hari ini, ketika aku berada diatas podium perpisahan sekolah. Ketika, aku akan menerima penghargan sebagai juara kelas. Sekaligus santriwati terbaik dengan nilai tertinggi....
...Semua harapanku hancur, mataku melebar mencari keberadaan keluargaku. Lebih tepatnya sang kakek, cinta pertamaku. Namun nihil, aku tidak melihat batang hidungnya. Apa lagi keluarga yang lain?....
...Keluarga? Ah, kenapa kata itu menyadarkanku. Bahwa aku hanya anak yang tidak diharapkan kehadirannya....
"Mohon perhatian untuk orang tua Ukhti Nur Mala Sari, untuk naik keatas podium.Menerima penghargaan dan bingkisan," ucap pembawa acara berulang-ulang kali.
...Sayang--seribu sayang, tidak ada yang datang. Membuat hatiku, hancur-sehancurnya. Aku sudah berusaha sebaik mungkin, memberikan apa yang aku bisa. Tetapi semuanya seolah tidak ada artinya. ...
"Maaf saya terlambat," ucap Azzam sambil ngos-ngosan karna habis berlari.
"Maaf, Akhli ini siapa?" tanya pembawa acara.
"Emmm ..., " Azzam berdehem menetralkan suaranya sebelum berbicara.
"Gayamu, bang!" ucapku geli hati, melihat gaya abangku yang sok cool kayak gitu.
"Perkenalkan nama saya Muhammad Azzam."
...Sambil menyodorkan tangannya memperkenalkan diri....
"Maaf, maksud Ana. Akhli ini, setatusnya. Siapa Ukhti Mala?" tanya pembawa acara itu, sambil menakupkan telapak tangannya didada. Membuat abangku tersenyum kikuk.
"Tuuu--kan, salting! Kamu Bang, dasar narsis."
...Aku bener-bener geregetan. Melihat gaya abangku, yang sok-sokan gitu. Kayak gak ada malu-malunya....
...Tanpa aba-aba, abangku mengambil mix ditangan pembawa acara yang aku tahu namanya Siti....
"Assalamualaikum, selawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw."
"Cih ... , "
"Dasar anak Ustad, gak permisi-permisi ceramah aja," batinku.
"Saya mewakili orang tua Mala ,yang sedang berhalangan hadir diacara yang Hikmat ini."
"Pintar banget kamu, Bang! Ngelesnya, batinku."
"Terimakasih, mungkin hanya itu yang saya mampu ucapkan. Kepada Ustad/Ustazah yang telah sabar membimbing adik kesayangan saya ini," ujarnyasambil menatapku sekilas, Lalu melanjutkan sambutanya.
"Saya berharap para jajaran guru Ridho akan adik saya selama proses belajar di pondok pesantren Nurul Huda, yang akan membuat semua ilmu yang dimiliki adik saya, bisa berkah dan berguna dikemudian hari."
...Kata-kata abangku, menyentuh hati terdalamku. Bagaimana tidak? Aku selalu membuat masalah, yang membuat guru BK angkat tangan karna ulahku....
...Aku sering menghajar habis-habisan santri disini, karna menggangguku....
...Singkat dan padat ucapan abangku, dia merangkulku. Sambil terenyum memegang piala juara satu yang aku dapatkan....
"Ayo, Dek! Tersenyum, Abang ada untukmu," ujar abangku, membuat perasaan ini jadi menghangat.
...Hanya beberapa cepretan foto, Aku teringat akan sesuatu. Membuat aku meninggalkan acara tanpa menghiraukan teman-teman atau ustad/ustazah disana, Aku langsung melangkahkan keluar gedung. Menuju asrama....
...Aku ingin menemui Bapak, aku hanya ingin Beliau melihat anak yang selama ini tidak dihiraukan. Sudah lulus sekolah dan akan memulai kehidupan yang baru, dengan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama di pondok pesantren....
...Aku terus melangkahkan dengan cepat menuju keasrama, dan langsung mendekati koper miliku. Mengambil tas kecil yang berisi dompet, karna aku perlu uang untuk ongkos ke rumah Bapak. Enggak lucu rasanya, jika aku jalan kaki. Dengan jaraknya kurang lebih satu kilo meter....
Sepi ... .
...Ya--tentu, sepi! Karna ,semua orang sekarang berada di aula. Menikmati acara perpisahan, yang harus melukiskan banyak kenangan disana. Tetapi, tidak dengan diriku....
...Hanya, karna janji yang telah aku ucapkan kepada Kakek. Membuat aku, sanggub tak sanggub berada disini. Tetapi, hari ini aku akan bebas....
...Seperti burung yang dikurung didalam sangkar, dan dilepaskan kealam bebas terbang. Sambil bersenandu ria, begitulah yang aku rasakan. Hari paling di tunggu-tunggu telah tiba....
...Istilah kata, seperti orang yang sedang berpuasa. Ketika bisa berbuka nikmatnya tiada terkira....
...Aku langsung meninggalkan asrama dan menuju gerbang keluar. Aku rasa-rasanya sudah ingin cepat keluar dari sini. Rindu yang tertahan kepada sang kakek, tidak mampu aku bendung lagi. Tetapi, aku harus balas dendam dulu dengan Bapak. Aku akan menyombongkan pencapaianku saat ini, agar Beliau menyesal telah menyia-nyiakan anak haramnya ini....
"Stop ..., Mau kemana kamu?"tanya sapam meghadangku di depan gerbang.
"Mati aku, dasar! Sudah lulus, masih aja dihalangi untuk keluar? Aku kutuk kau Mang Ujang. Jadi, perjaka tua sampai mati," batinku kesal dengan sapam yang menjaga pondok pesantren ini. "
"Aku mau pulang, Mang!" ucapku sambil menatap tajam pria didepanku.
"Loh--kok! Enggak bawa koper, neng?" tanyanya.
"Dasar ..., dia yang selalu menghalangiku keluar? Sekarang terang-terangan mengusirku pula. Apa, boleh aku tonjok bibirnya sampai robek?" batinku geram.
"Nanti, ada abangku yang bawakan. Mang!" balasku dingin.
"Oh--gitu? Jadi, nanti aja kamu keluarnya. Neng mala, tunggu abangnya sekalian!" jawabnya.
"Mang Ujang, mau masuk rumah sakit? Karna patah tulang pipi!" tanyaku.
"Apa maksudmu Mala? Saya ini hanya menjalankan kewajiban saja, jangan aneh-aneh," ucapnya ketakutan.
...Aku bisa melihat, kalau dia takut dengan ancamanku. Karna terlihat dengan jelas, wajahnya yang pucat dan keringat yang mengucur deras....
"Aku sudah lulus, Mang! Jadi, apa yang aku lakukan nanti. Tidak ada sangkut pautnya dengan pondok pesantren," ancamku sekalian. Memberi mang Ujang ini, kenangan yang akan selalu dia ingat tentang aku.
...Benarkan, apa yang aku pikirkan? Mang Ujang membukakan pintu gerbang. Tanpa berbicara, terlihat tangannya yang gemetar. Membuatku sedikit simpati. Tetapi, kalau teringat kelakuan mang Ujang? Yang selalu menghalangi dan menginterogasi aku ketika akan keluar, simpatiku menjadi hilang....
"Assalamualaikum, makasih mang!" ucapku sambil terenyum padanya, yang hanya dibalas anggukan kepala saja.
...Setelah lumayan menjauh dari pondok pesantren. Aku langsung mencari tukang ojek dipangkalan yang tidak terlalu jauh dari tempatku berdiri sekarang....
"Pak--ke jalan Merpati, berapa ongkosnya?" tanyaku kepada bapak-bapak, tukang ojek.
"50 ribu, aja. Neng!" jawab Bapak berjaket coklat, yang aku bisa kira berkisar 35 tahunan sebaya sama Bapakku.
...Aku mengganguk menangkapi ucapannya, tanda menyetujui ongkos yang disebutkan....
.
.
.
Di motor ojek.
...Aku memilih bungkam, selama perjalanan. Sebenarnya, aku merasa risih bergoncengan dengan bukan mahromku. Tetapi apa boleh buat? yang penting cepat sampai pikirku....
...Hingga, tidak terasa gang yang dulu aku enggan masuki telah nampak didepan mata....
"Berhenti--disini aja, Mang!" pintku sambil menepuk pelan punggung lelaki tersebut.
"Ini--uangnya, Mang! Makasih," ucapku ketika, dia telah menghentikan kendaraannya.
...Setelah membayar, akupuj segera meninggalkan lelaki itu. Tanpa, menanggapi ucapan terimakasihnya....
...Ternyata, aku harus kerumah ini lagi? Rumah sederhana berukuran 5/10 bercat biru, yang melukiskan memori kelam bagiku kepada sang Bapak....
...Tega! Kata itulah yang sering aku ucapkan. Jika kala, aku menanggapi semua ucapan yang keluar dari mulut lelaki yang seharusnya menjadi pelindungku. Setelah kepergian sang Ibu....
...Tapi, apa yang aku dapat? Aku bagai anak yang dibuang orang tuanya sendiri. Aku disusui dan diasuh oleh permpuan lain, untung itu kakak kandung Ibuku....
...Sedangkan Bapak? Seolah-olah tidak ada perannya dalam hidupku, membuatku sangat enggan merurusan dengannya....
...Malang, memang hidupku ini? Anak yang tidak diingginkan, oleh Bapak kandungnya sendiri....
...Kalau boleh memilih? Maka aku lebih memilih mati bersama Ibu, dari pada harus hidup mengenaskan seperti ini....
...Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan didunia ini! Tetapi, apalah dayaku? Aku hanya bisa, menerima dengan ikhlas. Apa yang telah menjadi suratan takdirku....
...****************...
...**ketika kita, Ridho akan ketentuan Allah. Maka Allah, akan Ridho kepada kita. Sebagai hamba-Nya yang berserah diri.**...
...**Allah persangka hamba-Nya, maka persangka baiklah kepada Allah. Sesungguhnya, apa yang baik menurut kita? Belum tentu, baik menurut Allah. Karna hanya Dia yang Maha Mengetahui**....
...****************...
...ketika, pintu dibuka. Terlihat dengan jelas, wajah sang Bapak yang tidak bersahabat menyambutku. ...
"Mau, apa kamu kesini?" tanyanya dengan sorot mata tajam.
"Dia itu, Bapakku bukan. Sih?" batinku geram.
Drama dimulai ....
.
.
.
Baca di bab pertama, Author malas menggulang. Bikin sesek jiwa--raga. 😭😭😭
...Bersambung......
*Setelah baca wajib like end comen ya 😇*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments