"Ada apa Al, kelihatan kamu gugup sekali?" menatap tajam ke anaknya firasatnya mengatakan kalau anaknya tidak baik-baik saja.
Mendadak suasana menjadi canggung. Ini pertama kalinya Al meminta ijin pergi jauh dari kedua orang tuanya. Beda ketika nantinya ijin dengan mama dan bapak Aini. Orang tua Aini sudah menyerahkan semua keputusan tentang Aini kepada Al suaminya.
"Jadi gini pak, Mak. Al sama Aini berniat merantau."
"Kemana arah tujuanmu Al?" ucap bapak tetap bersikap tenang. Berbeda dengan emak yang matanya sudah mulai berembun.
"Aini sedang melamar di 2 tempat, di Pulau S dan Pulau K, Pak."
"Astaghfirullah Al, kamu tega sekali. Sekali merantau langsung jauh. Nggak bisa emak jangkau 1 hari jika suatu saat ingin menengok cucu emak" Ucap emak memelas
Aini diam saja, menyerahkan seluruh urusan kepada suaminya. Aini membawa anaknya bermain ke teras depan. Takut anaknya kebingungan melihat suasana seperti itu.
"Nggak gitu, Mak. Al sangat menyayangi Emak bapak, tapi Al juga nggak mungkin menelantarkan Anak istri Al, Aini tetap mengajar, sedangkan Al akan membuka usaha disana. Emak bapak tau sendiri, didesa kita ini untuk membuka usaha bukan hal yang mudah," sambil menghembuskan nafas panjangnya menandakan dia tidak baik-baik saja. Ada perasaan sedih, tidak tega.
"Terus bagaimana dengan anakmu Al, apakah kamu memikirkannya" ucap bapak
"Al sudah berpikir sampai situ Pak, sementara sampai sana Al yang akan mengurus Alia, sambil buka usaha dirumah. Tidak lama lagi Alia juga sudah mulai sekolah. Jadi ketika Alia sedang sekolah maka Al akan mengerjakan usaha itu,"
"Memang usaha apa yang kamu pikirkan Al?"
"Iya Al, usaha apa? Emak khawatir,"
"Tidak perlu mengkhawatirkannya, Mak. Sudah sewajarnya Al bertanggung jawab kepada anak istri, dan orang tua tentunya. Al tidak mau ketika berpangku tangan makan orang tua yang akan kesusahan menafkahi anak dan istriku, Mak."
"Al mau produksi tempe. Nanti disana Al mau survei dulu pangsa pasar disana seperti apa," lanjut Al
"Pak, Mak sebenarnya ada beberapa gambaran usaha yang bisa Al lakukan tanpa mengeluarkan tenaga berat. Seperti minuman Khas kita Dawet Ayu Banjarnegara, Tempe, kemudian Sule" melanjutkan
"Al memiliki teman yang buka usaha Dawet Ayu sudah punya berbagai cabang Mak. Al tidak muluk-muluk, awal Al pengin merintis dari 0. Minta doa restu emak sama bapak."
Bapak tatapannya beralih dari Al, kemudian menatap emak. Mata emak menandakan pasrah.
"Sebenarnya Bapak sama Emak sangat keberatan Al. Tapi melihat kondisi keluarga kecilmu saat ini juga sangat memprihatikan. Sampai-sampai satu persatu asetmu terpaksa dijual. Itu artinya keluargamu tidak baik-baik saja. Bapak tau, terapi kamu butuh biaya banyak dan bapakmu ini nggak bisa membantumu. Bapak sama emak mengijinkan meski dengan berat hati,"
"Al, kamu tau kan? Kalau emak itu belum pernah jauh dari kamu. Ditambah adikmu juga jarang pulang. Bagaimana nantinya pasti kami akan kesepian. Tapi bagaimanapun, tidak usah pedulikan perasaan Bapak sama Emak. Kamu bawalah keluargamu, semoga nantinya kamu berhasil,"
"Pesanku Al, dimanapun kamu berada jangan pernah punya sikap sombong terhadap sesama, bergaulah, berbaurlah dengan saudara-saudara baru disana. Jangan pernah egois," ucap bapak Al
"Iya Al jangan sekalipun kamu membenci orang lain, men-judge orang lain yang kamu lihat hanya sekilas. Lihatlah sesuatu dari beberapa sudut pandang. Jangan pernah menghakimi seseorang. Hidup dirantau itu berbeda dengan hidup didesa sendiri. Kita harus banyak belajar bagaimana menghargai orang lain," jelas emak.
"Iya Mak, terimakasih, Mak," Al memeluk emaknya
"Belum pergi juga, sudah ada adegan drama" ucap bapak sambil terkekeh
"Bapak ini, suka sekali mengacaukan suasana. Suasana lagi haru, Pak" melotot kearah bapaknya
"Haha...," sambil mengurai pelukan emaknya tadi.
...🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸...
Kediaman Abid
"Alhamdulillah akhirnya sampai juga," ucap Abid lirih lalu duduk di sofa depan dengan menghembuskan nafas kasar.
"Alhamdulillah, meski melepaskan Ai membuat dada sesak, sakit tapi lama-lama lega juga," pikiran Abid menerawang
Meskipun Abid belum bisa melupakan Aini, tapi paling tidak dengan sikap Abid yang sudah menunjukkan perubahan tidak bisa dipungkiri kalau Abid melihat perubahan sikap Aini yang lebih ramah dan tersenyum tulus pada Abid. Abid senang, mungkin Abid hanya terobsesi, ingin memiliki Aini bukan cinta tulus.
Obsesi sering kali membuat seseorang lepas kendali, alasan cinta menghalalkan segala cara.
Kini Abid sadar betul dengan sikap memalukan yang selama ini Abid lakukan.
"Udah lah, mandi lalu sholat,"
Sejak pisah dengan istrinya Abid tinggal sendiri, belum pernah dekat dengan wanita lagi. Karena yang dipikirkan hanya Aini.
Salah satu alasan istrinya tidak kuat juga karena sikap Al sangat cuek, selalu membandingkan dirinya dengan Aini. Lama-lama istrinya pun tidak tahan, dan Abid menyambut gembira gugatan cerai istrinya. Awal menikah juga karena terpaksa, meski keduanya menjalin hubungan tapi Al tidak mencintai istrinya. Karena orang tua masing-masing mereka dipaksa menikah, yang akhirnya hanya menjadi pelampiasan Abid, pelarian cinta Abid.
Dari pernikahan mereka belum dikaruniai anak.
Selesai sholat langsung ke kamar untuk tidur siang, kualitas tidur tadi malam benar-benar kacau. Bisa memejamkan mata hanya kurang lebih 1 jam, dengan kualitas sangat buruk. Bisa terlihat dari matanya saat ini, mata lelah. Tak lama setelah berbaring langsung terlelap, bangun-bangun mendengar dering hp yg berulang-ulang. Dilihatnya layar tertera nama Pak Hasan, lalu dipencet tombol hijau.
"Assalamualaikum, pak Abid,"
"Wa'alaikumussallam, Pak," jawab Abid dengan suara parau khas bangun tidur.
"Apakah mengganggumu Pak Abid, nampaknya habis kelelahan," ledek pak Hasan
"Haha ... Pak Hasan bisa saja. Istirahat sebentar Pak Hasan. Bapak ini selalu terlihat segar, apa rahasianya, Pak?"
"Haha ... rahasianya punya istri," Pak Hasan keceplosan.
"Hem ... Pak Hasan ini. Tau aja lagi ngomong sama duda," tertawa lepas.
"Gini Pak Abid, rencana hari Senin besok kami akan menjadwalkan teman-teman gugus untuk menyimak pemaparan Pak Abid dan Aini mengenai hasil seminar kemarin. Apakah tidak buru-buru, kalian siap?"
"InsyaAllah siap, Pak. Kapanpun InsyaAllah siap,"
"Bagaimana dengan Aini, Pak Hasan?" lanjut Abid
"InsyaAllah nanti malam akan bapak hubungi, menunggu anaknya tidur. Kemungkinan sekarang masih sibuk dengan anaknya. Mengingat 2 hari nggak ketemu"
"Pak Abid, saya mohon maaf jangan dimasukan hati yang tadi,"
"Pak Hasan ini, InsyaAllah tidak, Pak,"
"Ya sudah, silahkan tidur lagi, Pak Abid. Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussallam, Pak Hasan."
Abid melihat jam di hpnya tertera pukul 14.30, tinggal setengah jam lagi sudah saatnya sholat asar mau lanjut tidur sudah nggak bisa lagi. Ia putuskan untuk menelpon ibunya.
"Assalamualaikum, Bu,"
"Wa'alaikumussallam Abid, anaku. Kamu sudah kembali nak. Nanti malam makan dirumah ibu ya ... ada sesuatu yang harus Ayah bicarakan sama kamu"
"Baiklah, Bu,"
"Kebiasaan kamu, kalau ngomong irit banget"
"Ya sudah, Ibu tunggu nanti malam ya, Nak,"
"Assalamualaikum," lanjut ibunya lagi
"Wa'alaikumussallam," ada apa ya, nggak biasanya. Tau gitu nggak perlu tlp ... is ... kualat kamu Abid ... hehe.
...🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷...
Terimakasih kakak pembaca, tinggalkan jejak ya kak dengan like, komentar atau vote.
Ditunggu kritik dan sarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Septi alina
dawetnya bikin ngiler
2022-07-25
0
Dehan
wiihhh cendol dawet.. 😄😄
2022-06-24
1
Mom's vcl
gagal fokus nih, ma cendolnya 🤣🤣🤣
2022-06-19
1