Siang harinya, Tata sudah berpakaian rapi dengan stelah blazer lengan panjang berwarna navi, dalaman kaos warna putih dan celana yang senada dengan blazer nya. Rambut nya ia biarkan tergerai dengan wajah yang sudah ia poles dengan make up minimalis. Sungguh penampilan yang sangat sempurna, dan tak lupa sepasang sepatu putih dengan tinggi 5cm yang menghiasi kaki jenjang nya.
Siang ini, ia akan mengisi perkuliahan di kampus tempat ia menjadi Dosen terbang. Yang hanya mengajar di saat tertentu saja dan tidak terikat dengan pihak kampus. Ia juga bisa mengajar di kampus yang berbeda dan di tempat yang berbeda pula.
"Wah, Non Tata cantik banget! Mau ke kampus siang ini? " tanya Mak Ijah sambil memuji Tata.
"Ah Mak bisa aja.. Iya Mak, Tata ada jadwal mengajar di kampus siang ini. Kalau ada apa-apa sama Ibuk, langsung hubungi Tata ya Mak? " jawab Tata dengan tersenyum simpul.
"Tata pergi dulu ya Mak! Assalamualaikum! " pamit Tata sambil menyalami tangan Mak Ijah.
Karena ibunya sedang tidur siang, Tata langsung pergi saja ke kampus dan hanya berpamitan dengan Mak Ijah. Tata pergi ke kampus dengan mengendarai mobil sport kesayangan nya yang berwarna merah. Ia membeli mobil tersebut dengan harga yang sangat menguras kantong. Ia memang sudah lama menginginkan mobil tersebut, dan alhamdulillah, setelah menabung selama tiga tahun uang hasil dari beberapa cabang restorannya, ia akhirnya mampu membeli mobil impian nya itu dengan cara cash.
"Mas, Mas... Ada untung nya juga kamu tidak tau siapa aku? Jika saja aku dulu mengatakan bahwa aku seorang Dosen dan pengusaha restoran, bisa-bisa semua harta yang susah payah aku rintis, kamu habis kan untuk menghidupi semua keluargamu, termasuk selingkuhan mu itu Mas.. Ckck dasar benalu, tidak tau di untung.. " omel Tata ketika melihat status adik iparnya yang memamerkan tas chanel yang baru saja ia beli.
[Orang kaya pasti bisa beli tas favorit ini kapan saja.. Gak kayak orang miskin yang mau makan aja susah.. wkwkkw]
"Dasar gak tau malu! Kau beli tas itu dengan uang restoran ku! " umpat Tata dengan kesal sambil memukul setir mobil.
"Lihat saja Mas, aku akan membuat kalian menyesal karena sudah mempermainkan aku. Nikmati lah dulu kesenangan kalian itu.. Aku akan membuat kalian menangis darah karena sudah menyepelekan seorang Thalita. " ucap Tata dengan geram.
Setelah mengendarai mobil nya selama hampir 30 menit, Tata akhirnya sampai juga di gerbang kampus. Tata langsung membelokkan mobilnya di parkiran khusus Dosen dan petinggi kampus.
"Siang Bu Tata... Tumben siangan datangnya... Biasanya selalu pagi. " sapa Pak Ujang yang seorang satpam di kampus ini.
" Siang juga Pak Ujang.. Iya Pak, saya gantiin Bu Della yang izin karena anaknya sakit. " jawab Tata dengan ramah.
"Mari Pak! " sahut Tata pamit kepada Pak Ujang.
"Ya Bu Tata, silahkan! " jawab Pak Ujang dengan ramah.
Tata pun pergi ke ruangan Dosen untuk mengisi absen terlebih dahulu. Kemudian ia segera pergi ke ruang mahasiswa yang akan ia ajar menggantikan temannya tersebut.
Setelah memberi materi kuliah selama satu setengah jam, Tata akhirnya keluar dari kelas tersebut dan memutuskan untuk pergi memantau salah satu restoran nya yang ada di kota Medan ini.
Tata memasuki mobilnya yang ada di parkiran dan melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang sedang. Tidak berapa lama, ia pun sampai di restoran dengan gaya Jepang karena restoran ini memang restoran yang menyajikan makanan Jepang. Dan bahkan kokinya beberapa di datangkan langsung dari Jepang.
"Selamat siang menjelang sore Bu Bos.. Kenapa gak telepon kalau mau kesini? " ucap seorang wanita yang berambut seperti pria yang sedang membereskan meja kasir.
"Sore... Sengaja.. Soalnya gak ada niat dari rumah mau kesini! Dimana Resti? Kenapa kau di sini? " jawab Tata dengan cuek sambil menanyai wanita tersebut secara beruntun.
"Resti sakit perut, dari tadi nabok tapi gak ada yang bisa gantiin dia karena semuanya lagi pada sibuk. Kebetulan aku lewat mau ke dapur, eh tuh anak manggil.. Kasihan banget liat mukanya yang tersiksa banget nabok.. " jawab wanita itu secara keseluruhan.
"Ya udah, kamu di sini aja gantiin Resti sementara sampai ia kembali dari toilet. " ucap Tata sambil berjalan ke lantai atas.
"Siap Bu Bos! " jawab wanita tersebut dengan gaya hormat kepada bendera.
Tata pun menuju ruang khusus untuk ia ketika mengunjungi restoran nya ini. Tata memang mempunyai ruangan khusus untuk ia sendiri di seluruh restoran miliknya.
Tata membuka kunci dan menutup pintu kembali dan menguncinya dari dalam. Ia langsung duduk selonjoran di sofa panjang di ruangan ini.
PoV Thalita
Aku Thalita, berumur 25 tahun. Aku mempunyai seorang ibu karena ayahku sudah meninggal ketika aku masih kelas 3 SMP. Ibu menghidupi aku dengan tekun tanpa menggunakan hasil sawit perkebunan ayah. Kata ibu, selama ia masih bernafas, ia akan selalu mencari uang agar bisa memberikannya kepada anak cucu nya kelak. Sebenarnya aku punya seorang kakak laki-laki, anak ibuku dengan mantan suami ibu sebelum menikah dengan ayah.
Ibuku kabur dari suaminya yaitu ayah kandung Bang Sandi, kakak ku. Ibu sudah tidak tahan lagi dengan penyiksaan yang di lakukan suaminya ketika ia tidak menemukan makanan di atas meja.
Suami ibuku yang pertama adalah orang yang cukup mampu ketika menikahi ibuku, namun ketika Bang Sandi berumur 3 tahun, usaha suami ibuku mengalami kebangkrutan karena di tipu oleh temannya sendiri.
Suami ibuku menjadi temperamen, suka main tangan dan suka berjudi. Ibu sampai berkerja hanya untuk mengisi perutnya dan Bang Sandi.
Ibuku kabur dengan membawa Bang Sandi yang ketika itu berumur 5 tahun. Ibu sudah tidak tahan lagi di jadikan samsak ketika suaminya marah-marah pulang ke rumah. Ibu bertemu dengan ayahku yang sudah menyelamatkan nya ketika di kejar preman. Ibu dan Bang Sandi di bawa ayahku ke kampungnya di Medan agar bisa lepas dari lelaki kasar seperti suami ibuku.
Karena sering bertemu dan berinteraksi, ayah menikahi ibuku dan setahun kemudian lahirlah aku. Walaupun sudah hidup berkecukupan, ibu masih bekerja sebagai buruh cuci untuk menyekolahkan Bang Sandi. Karena bagi ibu, Bang Sandi adalah tanggung jawab nya sebagai seorang ibu.
Walaupun demikian, ayah tidak mau lepas tangan dalam memberikan menyekolahkan Bang Sandi hingga ia lulus sarjana. Tidak lama Bang Sandi lulus, ia mendapatkan kontrak kerja di Malaysia. Bang Sandi pergi bekerja di sana dan meninggalkan kami bertiga di sini. Beberapa bulan kemudian ayahku jatuh sakit dan tak lama beliau meninggalkan aku dan Ibuk di dunia ini. Aku menelpon Bang Sandi untuk memberikan kabar duka ini, namun tidak ada tanggapan dari dirinya.
Ibuk sangat terpukul sekali dengan kepergian ayah yang tiba-tiba dan Ibuk juga kecewa dengan Bang Sandi yang tidak peduli dengan ayah, padahal ia bisa kuliah karena hasil kerja ayahku bukan ayah kandungnya yang pemabuk dan penjudi itu.
Setelah ayah tiada, Ibuk lah yang giat bekerja mencari nafkah, padahal kita masih punya kebun yang menghasilkan setiap bulan yang hasilnya lebih dari cukup jika hanya untuk kami berdua. Tapi Ibuk tidak mau, karena uang hasil perkebunan sawit untuk biaya pendidikan aku nanti, selama Ibuk masih sehat, Ibuk akan bekerja begitu jawabannya jika aku tanya.
Tamat SMA, aku melanjutkan kuliah di UNIMED mengambil jurusan ekonomi manajemen. Aku kuliah sambil bekerja di sebuah cafe sebagai waitress, karena kebetulan sekali aku kuliahnya pagi sampai jam 1 siang. Aku kerja dari jam 2 sampai jam 8 malam karena memang sistem kerjanya shift.
Sangat lumayan gajinya untuk jajanku sendiri karena aku kuliah mendapatkan beasiswa selama 2 tahun. Tahun ketiga dan terakhir biaya sekolah ku dari hasil kebun yang selama ini Ibuk kumpulkan.
Empat tahun aku kuliah, dan empat tahun juga aku kerja di cafe dan aku sudah mengumpulkan uang hasil kerja di cafe untuk membeli cafe tersebut karena pemiliknya akan pindah ikut suaminya ke kota lain. Karena uang ku baru separuh, Ibuk memberikan uang hasil kebun yang dulu di tabung. Akhirnya cafe itu resmi menjadi milik aku dan aku mengembangkan nya menjadi cafe dan restoran yang sesuai dengan tren saat ini.
Dua tahun cafe dan restoran ini aku kelola, perkembangannya sungguh signifikan dari yang aku bayangkan. Sehingga aku membeli cafe atau restoran yang hendak di jual pemiliknya dan kemudian aku kembangkan sesuai selera saat ini dengan tidak mengubah cita rasa dan aku berhasil melakukannya. Selama tiga tahun saja, aku sudah punya tiga restoran dan cafe yang tersebar di kota Medan dengan omset yang tidak sedikit.
Aku juga sudah menyelesaikan pendidikan S2 ku juga di kota ini tiga tahun lalu sambil mengelola bisnis cafe dan restoran. Dan Ibuk ku masih menekuni pekerjaan nya sebagai tukang loundry bukan buruh cuci karena Ibuk membuka usaha loundry ketika aku berusia 2 tahun. Waktu itu ayah sangat menentang Ibuk yang bekerja sebagai buruh cuci, dan ayah memberi saran, daripada menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah lebih baik Ibuk buka loundry. Biar orang saja yang ke rumah untuk mengantar cucian mereka. Akhirnya ayah memberikan modal untuk membuka usaha loundry dan usaha tersebut masih berjalan hingga aku lulus S2 dan sudah memiliki empat cabang di kota Medan ini.
Ibuk menjual sebagian tanah perkebunan sawit warisan ayah untuk aku kuliah S2 dulu karena Ibuk sangat menginginkan aku mempunyai pendidikan yang tinggi.
"Kenapa sih buk, adek di suruh lanjut kuliah lagi? Kan adek juga sudah jadi sarjana dan juga sudah punya usaha. " tanya ku kala itu.
"Dari adek masih dalam kandungan Ibuk, Ibuk sudah bertekad jika anak yang lahir nanti perempuan, Ibuk akan menyekolahkan nya tinggi-tinggi, agar jika ia nanti menikah ia tidak di rendahkan dan di remehkan oleh suaminya. Ibuk tidak rela anak perempuan Ibuk mengalami nasib yang sama dengan ibunya yang di rendahkan, di hina, di remehkan karena tidak tamat sekolah. Makanya Ibuk bertekad agar adek bisa sekolah tinggi-tinggi biar tidak di pandang rendah oleh orang lain termasuk suami. " jawab Ibuk panjang lebar.
Ternyata apa yang di ucapkan Ibuk dulu menjadi kenyataan. Aku menikah dengan seorang pria yang aku kenal sewaktu aku menghadiri pertemuan pengusaha muda di Jakarta. Pria yang aku kira baik ternyata hanya kedok belaka. Hubungan kami berlanjut karena aku mendapat beasiswa kuliah S3 ku di UI dari kampusku yang di Medan. Pria itu dan keluarga nya tidak tau kalau aku di Jakarta ini kuliah S3. Karena jiwaku jiwa bisnis, aku membeli restoran dengan cara ketika di Medan dulu, kemudian aku kembangkan. Alhamdulillah selama setahun aku sudah punya tiga lagi cafe dan restoran di Jakarta dan sekitarnya.
Aku juga membeli restoran di daerah Jakarta Pusat, restoran yang bangkrut karena sepi pembeli karena banyak saingan yang memiliki konsep yang hampir sama. Aku pun mengubahnya menjadi restoran Asia yang menyajikan berbagai macam masakan Asia, bahkan kokinya aku datangkan yang benar-benar sudah bersertifikat resmi.
Ketika aku menikah dengan Dika, aku sudah memiliki rumah tipe 45 yang sengaja aku beli ketika kuliah. Kami menikah setelah sebulan aku lulus kuliah S3 ku, dan restoran yang aku beli sudah mulai merangkak naik omsetnya. Seminggu setelah menikah, aku mendapat kabar dari Medan kalau ibuku masuk rumah sakit karena terjatuh di kamar mandi. Aku langsung berangkat ke Medan meninggalkan suamiku di Jakarta sendiri padahal kala itu kami belum merasakan indahnya malam pertama karena setelah nikah aku kedatangan tamu bulanan.
Sudah seminggu aku di Medan, dan kami berkomunikasi melalui telepon dan video call. Restoran ku yang keempat, yang baru mulai naik, kehilangan orang aku percaya untuk mengelola nya karena kecelakaan. Karena tidak ingin restoran tidak ada yang meng-handle, aku meminta Mas Dika suamiku untuk mengelola nya selama aku merawat ibuku di Medan.
Mas Dika sangat senang sekali mendengar permintaan ku dan ia segera keluar dari pekerjaan nya sebagai salesman alat-alat motor.
Kami berdua pun menjalani hubungan jarak jauh dan aku hanya bisa sebulan sekali ke Jakarta melepas rindu dengan Mas Dika. Dan anehnya, setiap aku pulang ke Jakarta, aku selalu dalam keadaan palang merah.
Ibuku di vonis dokter stroke, yang menyebabkan anggota tubuhnya mati rasa dan tidak bisa bicara. Sebagai anak perempuan satu-satunya, aku meminta izin suamiku untuk merawat Ibuk di Medan dan suamiku dengan santai mengizinkannya. Sudah enam bulan Ibuk sakit, dan empat bulan belakangan ini aku tidak sempat kembali ke Jakarta mengunjungi suamiku.
Pagi ini, tiba-tiba saja ada kiriman video dari adik iparku Alana. Video berisi suamiku merayakan ulang tahun dengan seorang perempuan yang tidak aku kenal bersama mertua dan ipar ku.
"Kurang ajar.. Awas kau Mas, beraninya kau menghianati aku. " ucapku geram dengan jantung ku yang berdebar kencang menahan emosi.
Bersambung...
Selamat membaca dan selamat beraktivitas..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Lanjut
2023-06-18
0
Uthie
seru 👍👍👍
2023-01-08
1
Aira
karakter wanita tangguh spt ini saya sukaaaaa🤗🤗🤗
2022-11-20
0