“Jangan terlalu lama ya!” ujar Rina dengan riang. wajahnya berseri-seri dari sebelumnya.
Lia berbalik. “ emmm.” Ucapnya lalu melemparkan senyuman manisnya kemudian terbang menjauh.
Setelah Lia tidak terlihat, Rina bergegas memeriksa tubuh simo. “ hangat.” Katanya setelah memegang tangan simo, Rina lalu memeriksa denyut jantungnya.
“semuanya normal saja, kenapa simo belum bangun-bangun juga ya dan juga kenapa tubuhnya tidak mengecil sama sekali, apakah karena kristal itu memberikannya asupan energi?” gumam Rina seraya meletakan telunjuk di bawah dagunya dan menatap bintang-bintang di langit. Bintang-bintang itu seperti bisa bercahaya dan berbaris, membentuk berbagai pola-pola di langit, Rina memandangnya seraya memikirkan apa penyebab simo tidak sadarkan diri selama itu.
10 menit Rina memikirkannya, membuat kepalanya pusing, sesekali dia kesal dengan otaknya yang terbatas dan sesekali dia juga memukul kepalanya seraya berharap otaknya bisa berpikir jernih dan lebih pintar atau setidaknya dia mendapatkan sebuah jawaban.
“huh, mungkin aku harus belajar lagi.” Celoteh Rina dengan kesal. Dia akhirnya menyerah mendapatkan jawabannya dan memutuskan untuk mengaris berbagai pola di tanah. Rina bangkit dari duduknya kemudian mencari ranting di dekatnya.
Selepas dari kepergian Rina, jari-jari simo mulai bergerak lalu diikuti oleh kedua kelopak matanya yang perlahan-lahan terbuka. Akhirnya simo sadar!
Simo perlahan-lahan memandang sekitarnya. Dia ingin sekali bangun dan makan, tapi tubuhnya sekarang terlampau lemah untuk semuanya, bahkan dia membutuhkan semua tenaganya untuk mengerak kepalanya ke kanan dan ke kiri.
“Di mana Rina dan Lia.” simo membatin.
Setelah melihat sekitarnya tidak ada Lia dan Rina, simo membatin, “ah sudahlah.” Simo menutup matanya dan tertidur.
“Akhirnya aku mendapatkan yang bagus dengan begini mungkin aku bisa menggambar apa pun dengan bagus.” Gumam Rina seraya terbang mendekati simo. Di tangannya sudah ada ranting yang terbagus baginya.
Rina duduk di atas batu kecil lalu mulai mengaris-garis berbagai bentuk yang dia sukai, mulai dari gunung, kelinci, tumbuhan dan lainya lagi.
Tidak terasa malam semakin larut. Rina yang sedari tadi menggambar membuatnya bosan dan mulai mengantuk karena bosan. Rina memandang simo yang tertidur dan tentu Rina tidak menyadari bahwa simo sedang tidur.
“cepatlah bangun dan kita melanjutkan pencariannya lagi.” Gumam Rina.
Setelah mengatakan itu Rina duduk di atas batu lalu merebahkan tubuhnya. “tidur sebentar tidak apa-apa kan.” Batin rina lalu menutup mata, tetapi dia tidak bangun lagi. Rina tertidur.
...****...
Tidak terasa hari esok sudah di mulai. Pagi ini simo bangun lebih awal dari Rina dan mulai menggerakkan badan untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku akibat berbaring terlalu lama.
“Akhirnya aku bisa melihat cahaya matahari lagi, ngomong-ngomong sudah beberapa hari aku tidak sadarkan diri?” Gumamnya yang membuat Rina sadar dari tidurnya.
“ah, simo kau akhirnya tersadar juga.” Rina segera mendekat. Rina yang sepertinya tanpa cuci muka atau pun menangkan dirinya sebentar.
“bagaimana keadaanmu?” tanya Rina dengan antusias, meski dia baru bangun dari tidur, dia tidak terlihat ada tanda-tanda dirinya baru bangun dari tidurnya. Rina sepertinya sangat bahagia melihat simo sudah sadarkan diri dan sudah berdiri di depannya sekarang.
“Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja dan kekuatanku meningkat, aku tidak sabar ingin mencobanya, tetapi sebelum itu....” kata-kata simo terhenti setelah suara dari perutnya yang parau dan belum diisi beberapa hari sebelumnya.
“aku dan Lia sudah menyiapkannya untukmu, di sana makanlah.” Ucap rina seraya menunjuk tumpukan buah-buahan yang tidak jauh darinya.
Simo ingin segera menyantap buah-buahan itu, tapi sebelum itu ada satu pertanyaan yang menganjal di pikirannya. “ngomong-ngomong di mana Lia?”
“Oh, Lia sedang mengumpulkan makanan, tapi sejak tadi malam dia belum kembali juga, aku khawatir dengannya, bisakah kita mencarinya nanti?”
“Baiklah, kita akan mencarinya setelah sarapan.”
Rina mengangguk.
Simo lalu bergegas sarapan dan ditemani Rina. Gadis peri itu lekat-lekat memperhatikan simo sarapan. Seraya memandang dia sesekali menampilkan senyuman manisnya.
Sementara itu simo terus memakan semua buah-buahan itu dengan lahap, dia tidak peduli dengan Rina yang ada di dekatnya, dia hanya peduli perutnya harus di isi dengan penuh hari ini.
Rasa laparnya begitu menggedebu-debu dari sebelumnya, meskipun dia hanya memakan buah-buahan seperti pisang, apel, jeruk dan ceremai, dia merasakan buah-buahan itu memiliki rasa lebih dari hari sebelumnya.
“Pelan-pelan simo nanti kau terse....” kata-kata Rina terhenti. Rina dengan cepat mengambil segelas air yang sudah di siapkannya. “sudah aku bilang, nanti kau tersedak.” Ucap Rina seraya menyerahkan segelas air yang langsung di sambar dan diminum oleh simo.
“Kau tidak boleh buru-buru seperti itu lagi, jika saja tidak ada air maka kau akan menderita. Terlambat sedikit pun tidak apa-apa asalkan itu berjalan dengan baik.” Saran Rina panjang lebar.
“baiklah.” Ucap simo dengan rendah karena menyadari dirinya salah dan dia menyadari itu membuat Rina khawatir dengannya. Simo tidak ingin membuat Rina khawatir lagi, seperti pada saat dia tidak sadarkan diri, meskipun dia tidak melihatnya, dia sangat yakin Rina sangat mengkhawatirkannya. Sudah beberapa hari Rina dan Lia mengurusinya? dan sudah beberapa lama mereka harus menunggunya? itu membuat simo merasa malu.
Setelah saran dari Rina, simo makan dengan perlahan-lahan seperti biasanya yang selalu dia lakukan saat santai.
Setelah makan mereka bergegas untuk mencari Lia di tempat-tempat yang berpotensi untuk di kunjungi. Sepanjang perjalanan, Riana tiada henti-hentinya menceritakan apa yang terjadi selama simo tidak sadarkan diri, dia bercerita dengan antusias dan gembira, walaupun begitu simo menyadari Rina dan Lia sangat kelelahan untuk menjaganya apalagi selama itu, dan untung saja tidak ada hal-hal yang membahayakan.
“kau jangan terlalu memaksakan diri.” Ucap simo.
“Siapa yang memaksakan diri, aku hanya ingin berada di sampingmu dan menunggumu sadar, apalagi jika aku tidak menjagamu mungkin saja ada binatang buas yang menyerangmu seperti singa atau harimau mungkin, jika aku tidak menjagamu mungkin saja kau sudah menjadi tulang belulang sekarang, tapi kau beruntung tidak ada hewan buas yang menyerang dan juga di temani peri cantik sepertiku ini.” Ucap Rina seraya tersenyum.
“rina, terima kasih.” Ucap simo dengan lemah, dia menyadari apa yang di katakan Rina ada benarnya.
“Untuk apa kau berterima kasih, aku melakukannya dengan ikhlas dan murni keinginanku dari hati.”
“Tapi, Aku juga ikhlas berterima kasih kepadamu.”
“Baiklah, aku terima.” Ucap Rina dengan cepat. Sebenarnya Rina sangat senang saat simo berterima kasih kepadanya, tapi dia ingin sekali berbasa-basi dengannya—entah mengapa Rina ingin sekali melakukannya.
Setelah itu mereka menelusuri setiap jalan yang mungkin Lia lewati, tidak lupa juga mereka menelusuri tempat-tempat yang dalam seperti lembah ataupun sejenisnya, karena di tempat itu memiliki tumbuhan-tumbuhan yang bisa dimakan seperti jamur salah satunya.
Hingga Matahari berada di kana atas mereka belum menemukannya. Rina mulai khawatir terhadap temanya dan mulai membayangkan hal-hal yang berbahaya terjadi terhadap temanya itu.
Simon yang melihatnya, dia terus mengatakan Lia akan baik-baik dan tidak perlu mengkhawatirkannya.
Setelah beberapa jam berjalan akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar.
Tidak beberapa lama simo terperanjat berdiri.
“ada apa?” tanya Rina yang tidak jauh darinya.
“aku merasakan keberadaan energi tidak jauh dari sini dan itu seketika muncul dari dalam pikiranku, mungkinkah ini efek dari penyerapan kristal itu?”
“Energi seperti apa yang kau rasakan?” tanya Rina dengan wajah heran.
“energi itu terasa hangat, menyegarkan dan terpusat pada satu titik, masih ada yang lainya, tapi satu ini lebih hangat dan kuat.”
“mungkin itu adalah energi kehidupan! Biasanya kami para peri akan memiliki energi kehidupan yang seperti itu dan juga kau sudah menyerap energi dari kristal yang di buat para peri. Jangan-jangan itu Lia!” ujar Rina merasa yakin karena dia sangat sering membaca buku khusus tentang sejarah peri, wajar saja dia merasa seyakin itu.
“tunggu, kenapa aku tidak merasakan energi darimu?”
“Karena aku belum pulih, jika saja aku tidak memakan bunga yang diberikan Lia kau pasti dapat merasakannya, meskipun lebih lemah.”
“bagai....”
“tidak ada waktu ayo kita cari!” ujar Rina memotong lalu pergi, Simo mau tidak mau harus mengikutinya.
Simo lalu memimpin jalan dan merasakan ke mana sumber energi itu berasal.
“Di sana.” Ujar simo seraya menunjuk di bawah pohon beringin yang besar, tepatnya dia menunjuk salah satu akar yang besar.
Rina lalu menghampiri akar besar itu dan tersenyum setelah melihat apa yang ada di balik akar besar itu.
“Apakah aku benar?” tanya simo seraya mendekat.
“Ya, kau benar.” Ucap Riana dengan nada pelan.
“tunggu apalagi, bangun...”.
“histsss.” Rina menginstruksikan simo untuk diam dengan menaruh telunjuk di depan bibirnya.
“Jangan terlalu keras-keras nanti dia bangun. Aku ingin melihatnya sebentar.” Ucap Rina berbisik
Simo mengangguk, meski dia tidak mengerti apa yang ingin Rina lakukan dan yang pasti dia tahu Lia sedang tidur sekarang.
Rina lalu mendekati Lia. Dia tersenyum melihat Lia tidur dengan posisi telungkup.
“Lia kau terlihat manis saat tidur seperti itu.” Gumam Rina.
“benarkah?” tanya Lia yang perlahan-lahan membuka matanya.
“K-kau sudah bangun?” tanya Rina gagapan. Rina tidak menyangka Lia sedari tadi sudah bangun dari tidurnya, jika saja dia mengetahuinya mungkin dia akan menggoyangkan tubuhnya dengan kencang, tapi sekarang apa boleh buat.
“ya...” ucap Lia lalu menguap dan bangun.
“kenapa kau ada di sini, apakah simo sudah sadar?” tanya Lia seraya mengusap matanya yang masih rabun.
“Iya.”
“benarkah? Di mana dia sekarang?” Lia sedikit terkejut dengan apa yang di katakan Rina. Sebenarnya Lia dari tadi malam ingin sekali bertemu dengan simo akan tetapi dia sangat kelelahan, akhirnya memutuskan untuk tidur sebentar alih-alih ingin sebentar malahan Lia ketiduran.
“dia sudah ada di sini.”
“Aku harus bertemu dengannya!” ujar Lia lalu bergegas meninggalkan Rina.
Rina yang kebingungan memutuskan untuk mengikutinya.
“Simo apa kau baik-baik saja?” tanya Lia.
“Ya, dan kau?”
“ lupakan. Simo aku menemukan Ini.” Ucap Lia seraya mengeluarkan pecahan cangkir. “Aku menemukannya di jalan masuk desa. Ini adalah pecahan cangkir yang mewah, di lihat dari ukiran dan bahan yang di gunakan, aku menduga mungkin ada orang dari jauh yang datang dan orang ini sangat berbeda, mungkin ada hubungannya dengan menghilangnya Aoba.”
“mungkin itu orang yang asing yang di katakan yang mulia ratu.” Ucap simo menebak-nebak.
Lia menggelengkan kepalanya dengan pelan. “tidak. Selama kau pingsan, aku telah menanyakannya kepada yang mulia ratu bahwa orang yang mereka lihat berada di sekitar sana dan jaraknya dekat dengan pusat hutan peri serta memiliki tingkat kultivasi yang rendah jadi tidak mungkin dia bisa pergi sejauh itu. dan jika itu adalah orang yang sekedar lewat, itu tidak mungkin karena semua orang sudah mengetahui penyerang di desa, jadi aku simpulan bahwa orang itu memiliki tingkat kultivasi tinggi, mungkin dia adalah orang yang menculik aoba.”
Simo mulai mengingat saat dirinya bertemu dengan Nara dan Namila. Dia mulai berpikir sebentar, dia memikirkan mungkin itu adalah Namila dan hanya Namila saja yang berbeda baginya serta namila saja yang seperti berasal dari kaum bangsawan, jika Namila yang menculik kakeknya itu tidak mungkin kecuali Namila dan Nara bekerja sama atau menggunakan tipu muslihat.
“Apa kau menemukan jejak kaki atau sejenisnya?” tanya simo
“Aku menemukannya dan sepertinya ada dua orang yang sebelumnya duduk berseberangan lalu salah satunya pergi dan orang yang lainya lagi datang, jadi mereka ada tiga dan yang bertemu di waktu yang berbeda.
“Mungkin mereka menyampaikan informasi?” simo menerka-nerka.
“mungkin saja, tapi apa yang mereka sampaikan? mungkinkah yang baru datang itu menyampaikan tugasnya yang sudah selesai dan satunya lagi menerima tugasnya!”
Simo mengerutkan keningnya. Dia sedikit bingung dengan semua penjelasan yang datang mendadak seperti ini. “ada yang lain yang kau temukan.”
“tidak ada, setelah aku mendapatkan itu aku langsung pergi.”
“Baiklah, ayo kita pergi ke sana.”
Lia dan Rina mengangguk. Rina sedari tadi hanya mendengarkan, bukan dia tidak ingin berbicara, tapi dia tidak memiliki sedikit informasi apa pun tentang itu.
Saat hendak pergi. Lia memicingkan matanya melihat benda yang berkilauan dari jauh. Benda itu semakin mendekat dengan kecepatan tinggi. Lia membesarkan matanya setelah mengetahui beda itu sangat berbahaya lalu berteriak. “simo awas!!” ujarnya lalu mendorong tubuh Rina.
Wusss.
Untung saja mereka berhasil menghindarinya. Sebuah pedang panjang berhasil mengenai batang pohon di dekat mereka.
Simo menghunuskan pedangnya lalu memandang sekitar. “ siapa kau!” ujarnya dengan sikap yang sudah bersiap untuk bertarung.
“Hahaha, siapa aku?” kau tidak layak bertanya dan juga untuk apa kau bertanya yang sebentar lagi akan mati.” Dari kegelapan kerimbunan pohon perlahan-lahan terlihat seorang pria paru baya yang memakai topeng rubah yang berwarna putih.
Wusss. Dalam sekejap mata pedangnya kembali ke tangannya. “bocah! hari ini adalah hari kematianmu.”
Mendengar itu tentu saja membuat simo marah, baru bertemu saja sudah Sombong seperti itu.
“kita akan lihat siapa yang akan mati.”
“Oh, kau meremehkan ku ya!” pria itu melesat menuju arah simo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments