tidak akan aku biarkan kau lari.” Namila yang ada di atas tanaman rambat itu lalu memperagakan gerakan seperti ia sedang memegang panah dan juga seperti menarik busurnya.
Dengan cepat air di bawahnya melilit ke kakinya lalu tangan dan membentuk busur dan anak panah yang terbuat dari air. “ kau tidak akan selamat!”
“Wusss.”
Simo yang terus menghindar akhirnya mulai berusaha memotong tanaman itu karena sudah merasa kelelahan dan karena ia terlalu fokus terhadap tanaman rambat itu membuatnya tidak menyadari panah itu melesat hingga anak panah itu mendekat.
“Gawat.” Gumamnya yang sudah terpojok dan tidak bisa menghindarinya.
“Bommm.” Beberapa pohon hancur oleh ledakan air itu dan membentuk lubang beberapa meter di tanah
“huh...huh...huh...” Sura nafas namila roboh bersamaan dengan semua tanaman rambat. Serangan tadi adalah serangan terkuatnya yang membuat energi di dalam tubuhnya mengering tanpa sisa.
“nona!” Nara bergegas membantu namila berdiri.
“Apa nona baik baik saja?”
“aku ingin duduk.”
Nara lalu mengantarkan namila menuju rumah yang ada di samping air terjun dan mendudukkannya
Saat namila sudah duduk dengan cepat ia berkata,“nara kau bawa dia kemari.”
“baik nona.” Nara lalu pergi meskipun ia tidak tahu apa yang akan nonanya perbuat.
Tidak beberapa lama Nara tiba di tempat simo pingsan.
“aku tidak menyangka kau bisa mendesak nona sampai seperti itu.” Gumamnya sambil membantu simo yang tidak sadarkan diri berdiri
Nara membawa simo menuju tempat yang tadi lalu membaringkannya.
“sembuhkan dia.” Ucap namila dengan datar.
Nara sedikit terkejut. Selama ia mengenal namila baru pertama kalinya ia ingin menyembuhkan seseorang yang sudah bertarung dengannya, biasanya ia akan meninggalkannya tergeletak begitu saja.
“Kenapa kau melamun?”
“b-baik nona.”
Nara lalu meletakkan kedua tangannya di atas tubuh simo
Dari tangan Nara muncul aliran energi hijau lalu menyelubungi tubuh simo kemudian perlahan lahan menghilang.
“Nara ambilkan aku sebuah kertas dan pena.”
“baik.” Nara kemudian pergi.
Seperempat menit kemudian Nara kembali. “ ini nona.”
Namila mengangguk kemudian menulis sesuatu di dalam kertas lalu meletakkannya di tangan simo. “ ayo kita pergi.”
Nara mengangguk.
Di tempat lain seorang kakek tua tengah berdiri di atas tebing; di atas air terjun, kedua tangannya berada di belakang.
Ia memiliki rambut pirang dan kumis pendek di wajahnya.
Wajahnya tersenyum. “Dia orangnya.” Gumamnya lalu menghilang.
30 menit berlalu, simo tersadar dari tidurnya lalu bangun.
“Aduh.” Ia menyentuh kepalanya yang masih sakit.
Simo menyebarkan pandangannya melihat lihat sekitar yang sudah hening lalu hendak memeriksa sekujur tubuhnya, tetapi ia terkejut dengan kertas yang ada di tangannya.
“Kertas apa ini.” Gumamnya sembari membuka lipatan kertas itu.
“Berlatihlah aku akan kembali melawanmu.” Itu lah kata kata yang ada di kertas itu.
Simo tersenyum. “ tentu aku akan melawanmu” batinnya.
Simo lalu memeriksa sekujur tubuhnya dan merasa heran mengapa namila menyembunyikannya.
“ah, sebaiknya aku mandi sebentar.” Gumamnya mengalihkan perhatian. meskipun ia merasa heran dengan namila, tetapi itu tidak penting baginya sekarang, yang terpenting sekarang ia harus mandi dan kembali.
Saat tiba di pinggir sungai dengan cepat simo mencuci mukanya. “ah, segarnya.” Simo lalu memutuskan untuk mandi sebentar.
...****...
Setelah mandi simo memutuskan untuk kembali ke tempat yang lainya.
Sepanjang perjalanan simo tidak konsentrasi dengan apa yang ada di depannya, ia sangat kelelahan dan kekurangan tidur lalu berhenti di dahan pohon.
“ sebaiknya aku tidur di sini saja.” Simo lalu merebahkan tubuhnya dan perlahan-lahan tertidur.
Di pagi harinya simo membuka matanya yang semuanya Tampak terbalik, tanah dan pepohonan terlihat berada di atas dan langit terlihat berada di bawah.
“Eh, apakah kenapa semuanya terbalik?”
“Bukan semuanya, tetapi kau yang terbalik.” Celotek kakeknya dengan marah.
Simo lalu memandang ke langit.
“kakek, kenapa kau menggantungku?”
“Kakek ingin bertanya, kenapa kau lama sekali datang tadi malam?”
“Itu...” simo berhenti berbicara, jika ia menjelaskan yang sebenarnya yang terjadi mungkin kakeknya tidak akan percaya ada seorang gadis cantik di tengah hutan seperti ini dan juga tidak akan percaya gadis itu sangat kuat maka ia memutuskan untuk mengarang saja.
“a...aku ketiduran.”
“Kakek juga tahu itu! Yang kakek maksud sebelum itu.”
“Itu.... Aku terlalu semangat dan senang mandi jadi lupa waktu, kakak kan tahu aku sangat kelelahan sebelumnya.”
Aoba menarik nafas panjang. “baiklah ayo kita berangkat.” Oba berjalan menjauh.
Simo mengangguk dan berusaha memutuskan tali itu, tetapi tali itu tidak bisa terputus yang membuatnya tahu bahwa tali itu bukan tali bisa. “ kakek aku tidak bisa membukanya!” ujarnya namun aoba mengabaikannya dan tetap berjalan bersama dengan penduduk yang lainya.
“Kakek!!” teriak simo lebih keras namun aoba tidak mempedulikannya dan para penduduk hanya memandang kasihan kepada simo dan ingin membatu, tetapi mereka semua tidak berani.
Simo terus berteriak hingga para penduduk dan aoba tidak kelihatan.
“kakek aku akan membalasnya!” celotehnya setelah Aoba dan lainya tidak kelihatan.
Simo mengayunkan tubuhnya beberapa kali hingga ia berputaran lalu menggigit tali bagian atas dan memanjatnya hingga mencapai batasnya.
Simo lalu memegang tali itu dengan kedua kakinya. Mulutnya digunakan untuk membuka ikatan di atasnya.
30 menit berlalu akhirnya simo berhasil melepaskan semua ikatnya.
“hah...hah...hah..., akhirnya.” Ucapnya dengan lirih sembari melentangkan tangannya dan berbaring.
10 menit berlalu simo memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan membawa bongkahan batu besar di bahunya dan untung saja ia tahu jalan menuju gua tersebut jika tidak maka itu akan menjadi masalah besar.
...*****...
Matahari sudah berada di atas dan memancarkan energi panasnya yang memuncak.
Simo beristirahat di bawah pohon yang rindang. Tinggal beberapa menit lagi ia akan sampai di gua. Jalan yang memuncak dan kekurangan tidur membuatnya menghabiskan energi lebih cepat jika saja ia tidak bertarung mungkin ia sudah ada di atas.
3 menit berlalu simo memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Beberapa menit kemudian akhir simo mencapai gua yang sudah ada kakeknya duduk di luar dengan satai.
“cucuku ayo duduk.” Ujar kakeknya sembari menawarkan segelas air dan tanpa ada rasa bersalah.
Simo melempar batu itu ke arah aoba dengan cepat aoba menangkapnya bahkan dengan satu tangan lalu melemparkannya lagi ke arah lain.
Simo lalu duduk dan meminum air itu dengan cepat.
Angin mulai berembus melewati mereka, angin pegunungan memang sejuk membuat simo lebih tenang dan melupakan kemarahannya.
“Baiklah biar kakek bawa satu bongkahan batu lagi.” Aoba beranjak pergi namun di hentikan simo.
“Kakek biar aku saja.”
“beristirahatlah biar kakek aja.”
“tidak kakek aku ingin menjadi lebih kuat!”
Melihat sorotan mata cucunya, aoba tidak bisa menolaknya dan lagi pula itu baik untuk cucunya.
“hahaha, baiklah.”
Simo beranjak pergi.
Aoba tersenyum puas melihat punggung cucunya yang terus berjalan menjauh. Ada rasa bangga memiliki cucu yang bekerja keras seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
3 jagoan
mantap neh kisahnya tapi banyak yg blom tau kayanya neh
2022-07-08
2
NEZUKO
zmngt zmngt zmngt zmngt
2022-05-24
1
Dayat
sepppiiii banget
2022-05-23
0