Di desa terdekat beberapa raksasa menghancurkan rumah rumah dengan mudahnya. Mereka merasa jengkel dan aneh karena tidak menemukan satu pun penduduk di desa dan sebelumnya juga mereka belum pernah menyerang ataupun melewati desa itu membuat mereka lebih percaya ada Petapa di desa itu.
“hancurkan semuanya!” ujar pemimpin kelompok yang marah.
Para raksasa lalu menghancurkan setiap rumah hingga hancur lebur.
“hey kalian pergi dari sini!” ujar simo yang sudah ada di belakang mereka.
Semua raksasa berbalik.” Heh ternya ada satu mangsa di sini.”
“Cincang dia!!” ujar pemimpin kelompok, tetapi semuanya diam.
“Tuan, dia hanya anak kecil, bagaimana satu lawan satu saja?” Ucap salah satu raksasa.
Para raksasa mengangguk, jika mereka menyerangnya secara bersamaan itu akan membuat simo mati dengan cepat, apalagi ia masih kecil, sekali hantam saja mungkin sudah mati dan jika Itu terjadi mereka tidak dapat hiburan.
“benar tuan!” ujar yang lainya.
“baiklah, siapa yang pertama maju?”
“aku tuan.” Salah satu Raksasa maju ke depan.
Ketua Raksasa itu mengangguk.
“tunggu!” ucap Raksasa tadi yang memberikan usulan.
“Apalagi!” ujar ketua.
“tuan bagaimana kalau setiap pertarungan hanya melakukan 3 serangan saja sehingga kita semua bisa bertarung dengannya.”
Ketua itu mengangguk. “Baiklah.”
Simo hanya diam saja melihat para Raksasa itu berdiskusi, sebelumnya ia hendak menyerang, tetapi setelah mendengar usulan itu, ia membatalkannya, baginya itu akan menguntungkannya saat pertarungan dan akan menambah pengalamannya bertarung.
“Bocah apa kau sudah siap?” tanya raksasa yang ada di depannya, ia terlihat meremehkan.
“tentu dan aku akan memutilasimu.”
“hahahaaha!” semua raksasa tertawa mendengarnya seolah olah mendengar leluconnya yang paling lucu.
Simo yang mendengarnya menjadi marah dengan cepat ia mengambil pedangnya dan berlari.
“Swuss.” Seketika kepala raksasa depannya hilang dan di pegang olehnya.
“siapa selanjutnya.”
Semua raksasa terdiam melihatnya dan seakan tidak percaya apa yang mereka lihat, seorang anak kecil mampu membunuh raksasa yang tingginya 10 meter hanya dalam sekejam mata saja.
“bunuh dia!!” ujar ketua kelompok itu.
Semua raksasa meraung dan menerjang simo.
“ini yang aku tunggu.” simo berlari sambil memegang pedangnya.
Ia melompat dan mengayunkan pedangnya dengan cepat saking cepatnya raksasa yang berada di bawahnya tidak sempat mengayunkan pedangnya alhasil kepalnya terlempar beberapa meter.
Simo tidak berhenti sampai di situ saja, ia menginjak leher raksasa itu sebagai batu loncatan dan kembali mengulangi serangnya.
beberapa menit berlalu akhirnya 10 raksasa tumbang tanpa kepala.
“sungguh anak yang jenius.” Gumam aoba yang berada di atas pohon yang tidak jauh dari area pertarungan.
Aoba mengamati setiap detail pertarungan, ia sangat kagum dengan cucunya yang bisa menumbangkan 10 raksasa tanpa kesulitan apa pun, tapi kalau di pikir pikir juga cucunya itu sangat menyeramkan dan menakutkan.
Ketua Raksasa yang melihat 10 anggota kelompoknya mati begitu saja menjadi marah, ia memegang erat pentungan yang di hiasi ribuan paku itu. “bajingan!!” ketua itu berlari menuju simo.
Simo yang masih bertarung harus melompat menjauh. masih sekitar sepuluh raksasa yang belum ia bunuh, tetapi melihat ketua kelompok raksasa berlari dengan cepat membuatnya harus menangguhkannya untuk memfokuskan serangannya kepada ketua raksasa itu.
“tringg!” Ketua Raksasa itu mengayunkan senjatanya dengan keras dan di tahan simo.
Simo merasakan kekuatannya lebih lemah dan hendak untuk melompat ke belakang, tetapi raksasa itu mengayunkan senjatanya membuat simo harus terlempar ke belakang dan untungnya ia bisa menahannya.
“lumayan.” Ucap simo, meskipun kekuatan raksasa itu lebih kuat dan cepat, ia semakin senang dengan itu, baginya semakin kuat musuh maka semakin cepat ia berkembang.
Mendengar perkataan simo, raksasa itu semakin marah, ia berlari dan mengayunkan senjatanya dengan keras, tetapi Simo yang sudah melihat gerakan raksasa itu membuatnya lebih mudah untuk menghindar, meskipun sesekali ia harus menahannya.
Beberapa menit mereka bertarung, semua raksasa yang melihatnya tidak melakukan apa pun, mereka hanya sebagai penonton saja, mengingat juga mereka bisa saja mengganggu ketua mereka.
Sementara itu aoba mengamati cucunya dengan kagum, ia tidak menyangka cucunya bisa berkembang secepat itu, cucunya lebih dari jenis, ia bagaikan monster yang mengerikan.
Beberapa menit pertarungan terjadi, mereka berdua memutuskan untuk melompat ke belakang karena kelelahan.
“siapa kau sebenarnya?” tanya raksasa itu, Sepanjang ia bertarung, tidak pernah melihat ataupun mendengar ada seorang anak yang begitu kuat seperti ini, bahkan beberapa siswa akademi bisa ia kalahkan dengan mudah, tetapi mengapa ia tidak bisa membunuh anak di depannya.
“untuk apa memberitahumu yang akan mati.” Ucap simo dengan dingin.
Mendengar itu raksasa itu semakin marah. “kau akan menyesal mengatakan itu.” Raksasa itu berlari sekuat tenaga dan mendadak ia seperti pulih dari lelahnya meskipun ia sulit mengalahkan Simo bukan berarti ia akan membicarakan dirinya dicela seperti itu.
Simo tersenyum karena rencananya berhasil, ia pun berlari.
Raksasa itu mengayunkan senjatanya dengan kuat dan ke segala arah, ia sepertinya lebih marah dari yang tadi sedangkan simo hanya menghindar dan tersenyum meremehkan, membuat raksasa itu semakin marah bahkan ia hanya asal serang saja dan itu membuat Simo semakin senang.
Selama satu menit pertarungan berlangsung. Karena raksasa itu kelelahan membuat ia harus melompat ke belakang dan ini merupakan kesempatan simo untuk membunuhnya, tetapi ia tidak melakukannya alasannya cuma satu hanya ingin berlatih lagi.
“ kau raksasa yang lemah!” Ujar simo.
Mendengar itu raksasa itu semakin marah, tetapi ia tidak bisa melakukan apa apa sekarang. “Kalian kenapa diam saja! Serang dia!”
“b–baik.” Ucap mereka takut lalu berlari menerjang simo.
“membosankan.” Gumamnya lalu berlari dan memenggal raksasa itu dalam hitungan detik.
Ketua Raksasa itu menjadi marah, tetapi maju bukan lah keputusan yang cerdas, ia lalu berlari dari sana.
“Hey melarikan diri bukalah tindakan terhormat.” Simo sudah ada di bahunya dan pedangnya sudah mengarah ke leher raksasa itu.
Raksasa itu terkejut dan mengayunkan senjatanya, tetapi sebelum mencapainya, kepalanya sudah terputus.
Sebelum tubuh Raksasa itu jatuh, Simo melompat.
Sementara itu aoba merebahkan dirinya di pohon. “cucuku Memang monster.” Gumamnya, beberapa hari sebelumnya, aoba mengajari cucunya sebuah teknik yang bernama teknik lauthing linght, sebuah teknik yang membuat seseorang bergerak secepat cahaya, saat itu cucunya belum bisa melakukan dan itu wajar, aoba saja memerlukan 3 bulan untuk mempelajarinya dan itu merupakan sesuatu yang sudah di anggap jenius, tetapi setelah melihat cucunya sudah bisa menguasainya dalam beberapa hari itu bukan jenius lagi melainkan monster.
Aoba kemudian pergi sedangkan cucunya mengumpulkan 10 kepala raksasa yang akan di bawanya pulang.
...****...
Di sore hari simo pulang dengan perasaan gembira. ia menemukan kakek sedang memancing dan mendekatinya.
“kakek aku sudah menyelesaikannya dan ini semua kepala raksasa yang aku bunuh.” Simo meletakkannya di dekat aoba.
“Setelah itu makanlah dan beristirahat.” Ucapnya tanpa memandang. aoba sedikit iri dengan cucunya yang sangat jenius.
Meskipun kakeknya tidak memujinya, simo merasa senang karena sudah bisa membawa beberapa kepala raksasa pulang.
Ia pun pergi.
Setelah cucunya pergi aoba mengamati goresan pedang cucunya, sejenak ia mengamatinya dan ia begitu kagum dengan cucunya yang bisa memotong begitu rapi bahkan itu saat bertarung.
“aku harus mendidiknya dengan baik.” Gumamnya meski ia sedikit iri dengan cucunya, tetapi memiliki murid seperti Simo adalah hal yang langka.
Aoba kemudian pergi ke sebuah gua yang di jadikan tempat pengungsian untuk para penduduk. Beberapa hari sebelumnya, ia memang sudah menyadari akan serangan para raksasa dan langsung menyuruh para penduduk untuk mengungsi, awalnya mereka tidak percaya dan juga mereka tidak mengetahui aoba adalah seorang petarung tingkat tinggi jadi untuk membuktikannya ia mengeluarkan auranya yang seketika semuanya terdiam dan meminta maaf, aoba tidak membiarkannya begitu saja, ia menyuruh mereka untuk membersihkan gua dan menambal gua itu dengan batu yang besar, tentu saja mereka marah, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa.
Tibanya di depan gua aoba mengamati sekelilingnya, karena sudah merasa aman, ia lalu menyentuh gua itu.
“Krasak,bruuggg.” Seketika batu besar itu retak dan hancur.
Semua penduduk terkejut melihatnya ada beberapa yang sudah siap untuk bertarung.
“ini aku.”
Semua penduduk merasa lega menyadari itu aoba.
“Tuan apa kami sudah bisa kembali?” tanya seorang yang maju dan ia yang menjadi kepala desa itu.
Aoba menarik nafas dan menggelengkan kepalnya dengan pelan.
Wajah ketua desa yang sebelumnya ceria menjadi pucat.
“Para raksasa sudah menghancurkan sebagian rumah rumah.” Kata aoba. “Dan mungkin mereka akan kembali.” Para Raksasa pasti akan curiga setelah menunggu rekanya tidak ada yang kembali apalagi di desa terpencil seperti itu yang mereka tahu tidak ada petarung.
“sekarang apa yang harus kami lakukan?” tanya kepala desa berharap ada solusi yang lebih baik.
“Kalian tetap saja disini dulu dan menunggu kabar dariku.”
“Baik tuan.” Ucap kepala desa dengan sedih.
Semua penduduk yang mendengarnya memperlihatkan ekspresi wajah sedih, mereka sangat ingin sekali pulang dan melakukan aktivitas seperti biasanya.
“baiklah aku pergi dulu.”
“E...tuan batunya bagaimana?” ucap kepala desa yang seketika menghentikan langkah kaki aoba, aoba terkejut seperti tersengat listrik menyadari kesalahannya dan mengutuk dirinya.
“soal itu....aku akan mencarikannya lagi.”
Aoba langsung pergi tanpa berbalik, ia merasakan aura kemarahan dari dalam yang membuatnya harus cepat cepat pergi.
Aoba lalu bergegas pergi, tetapi ia melakukan kesalah yang besar karena tidak mengamati sekelilingnya lagi, seekor burung hantu berdiri di atas gua, dengan matanya yang merah mengikuti jejak aoba lalu menghilang.
Burung hantu pengintai yang selalu menjadi andalan ras raksasa untuk mengamati setiap daerah yang selalu menjadi incarannya dan ia sulit untuk di lacak karena ia akan menghilang jika ketahuan dan bisa berteleportasi, tetapi ia hanya bisa melakukannya sekali saja dalam sehari, kekuatannya memerlukan energi yang besar.
Aoba lalu pulang dan bergegas membangunkan cucunya.
Aoba menggoyangkan tubuh cucunya sambil menyebut namanya beberapa kali, tetapi cucunya tetap tidak bangun, ia menggerakkannya lagi dan lagi lagi ia tidak bangun.
Aoba menarik nafas kesal, ia ingin membangunkan cucunya untuk mencari batu besar, tetapi sepertinya cucunya kelelahan setelah pertarungan tadi.
Aoba lalu pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Putra_Andalas
Mau diapain tuh Kepala Raksasa...mau di panggang atau di Sop nih ??
2024-10-04
0
Jimmy Avolution
Jossss...
2022-08-02
0
NEZUKO
zmngt zmngt
2022-05-24
0