Khawatir

Hawa kini sudah dibawa pulang ke rumahnya. Aisyah sudah mengajaknya ke kamar untuk beristirahat. Anum dan Silmi pun ikut mengantarkan Hawa pulang.

"Kau istirahat ya Wa." pinta Aisyah.

Hawa hanya mengangguk, sepertinya ia masih merasa takut dengan kejadian tadi. Anum dan Silmi pun memeluk sahabatnya itu.

"Maaf ya Wa, tadi kita tidak bisa membantumu hingga kau terjatuh dan pingsan." ujar Anum.

"Aku juga minta maaf ya Wa." Silmi merasa bersalah dan kembali memeluk Hawa. Hawa pun tersenyum.

"Tidak apa-apa, kalian tidak meninggalkan ku saja aku sudah bersyukur."

Aisyah tersenyum melihat kebersamaan mereka.

"Num, sepertinya Athar menunggumu di luar, ada Hasbi juga." ujar Aisyah. Anum pun mengangguk.

"Wa, kau istirahat ya, jangan terlalu memikirkan kejadian tadi, yang penting sekarang kita selamat, aku sama Silmi pulang dulu ya. Assalamualaikum." ujar Anum berpamitan begitu juga dengan Silmi.

"Iya, waalaikumussalam."

Anum dan Silmi pun pergi dari rumahnya Hawa. Aisyah kembali mendekati putrinya. Hawa pun sudah berbaring ditempat tidurnya itu, Aisyah tersenyum lalu mengelus kepalanya.

"Jangan terlalu memikirkan kejadian tadi. Istirahat saja ya." pinta Aisyah. Riziq menatap mereka diambang pintu, ia merasa sedih dengan kejadian yang terjadi pada putrinya itu.

"Kalau saja Hawa sudah menikah dan memiliki suami, sudah pasti dia kemana mana ada yang menemani dan menjaganya. Mungkin kejadian ini tidak akan terjadi, paling tidak dia ada yang melindungi dari para penjahat itu. Ya Allah berilah jodoh untuk putriku ini, tidak perlu kaya raya, tidak perlu tampan atau bermartabat tinggi. Cukup dia Soleh dan bertanggung jawab saja, insya Allah sudah cukup." batin Riziq, Tak terasa Riziq pun meneteskan air mata.

"Umi jangan kemana-mana ya, temani aku disini." pinta Hawa yang kini sudah menggenggam erat tangannya Aisyah. Aisyah pun mengangguk dan ikut berbaring bersama Hawa. Dipeluknya putrinya itu agar Hawa merasa tenang.

"Kau sudah berterima kasih pada AL?" tanya Aisyah. Hawa pun mengangguk.

Riziq pun pergi kedepan rumah, disana masih ada Adam dan Cahaya serta putra putrinya. Riziq duduk disebelahnya Adam.

"Bagaimana keadaannya Hawa Bi?" tanya Adam.

"Sedang ditemani Umimu."

Adam pun mengangguk. Mereka terdiam disana.

"Dam, apa kau tidak punya kenalan laki-laki untuk adikmu itu, sepertinya Hawa sudah waktunya untuk menikah, usianya sudah menginjak 26 tahun. Setidaknya dia ada yang menjaga." ujar Riziq.

"Abi tidak lupa kan jika AL menyukai Hawa."

Riziq terdiam.

"Abi tau kalau putranya ustadz Ibrahim itu menyukai Hawa, tapi kau lihat sendiri bagaimana sikapnya Hawa terhadap AL. Abi tidak mau memaksa Hawa untuk menikah dengan lelaki yang tidak disukainya."

Adam malah tersenyum.

"Bi tenang saja kalau soal itu, hati seseorang bisa berubah, termasuk hatinya Hawa. Mungkin sekarang benci, siapa tau besok jadi rindu." ujar Adam. Riziq malah tersenyum.

"Seyakin itukah?"

"Hmmm. Hawa hanya memeluk erat rasa egonya, hanya karena AL usianya lebih muda darinya, hingga ia menunjukan rasa ketidaksukaan nya. Hawa hanya tinggal menunggu waktu untuk membuang egonya lalu membuka hatinya untuk AL. Aku juga merasa jika AL adalah lelaki yang tepat untuk Hawa. Dia Soleh dan yang pasti dia bertanggung jawab. Didikan ustadz Ibrahim insya Allah tidak akan meleset." tutur Adam.

***

Sementara dengan Ibra yang kini sudah berdiri didepan toko bukunya, matanya memandang sekitar jalanan, tentunya ia mencari si bapak pengemis itu, yang biasa duduk disekitaran jalan. Sudah beberapa hari ini dia tidak terlihat, lebih tepatnya sejak Khaira mendapatkan sebuah tulisan aneh.

"Apa mungkin pengemis itu yang memberikan surat itu pada Khaira adalah pengemis yang sering bersama Khaira?" batin Ibra.

Ibra mulai mengingat ngingat tentang pengemis itu, namun ia tak mendapatkan sebuah petunjuk karena pengemis itu tidak pernah memperlihatkan wajahnya pada Ibra, ia selalu menunduk bahkan selalu pergi jika Ibra mendekati.

Ibra khawatir dengan kejadian yang menimpa Hawa, itu akan terjadi pada putrinya jika Khaira pergi tanpa pengawalan. Namun bukan berarti Ibra harus menjaga Khaira dengan menyewa seorang bodiguard, hanya saja ia tidak ingin putrinya itu keluar tanpa ada yang menemani, apalagi sampai bertemu dengan orang asing, termasuk pengemis itu. Entah kenapa Ibra mempunyai filing gak enak terhadap bapak pengemis itu.

Tiba-tiba ustadz Usman dan ustadz Soleh lewat. Mereka pun menghampiri Ibra terlebih dahulu ketika melihat Ibra berdiri didepan tokonya, sementara toko bukunya masih tutup.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

"Sedang apa ustadz Ibrahim berdiri disini?" tanya ustadz Soleh. Ibra pun tersenyum.

"Tidak sedang apa-apa," Ibra belum mau menceritakan. "Kalian sendiri mau kemana?" Ibra balik bertanya.

"Mau keluar ada urusan."

Ustadz Usman pun mengedarkan pandangannya mencari pengemis yang menolak uang pemberiannya.

"Nyari apa Man?" tanya ustadz Soleh.

"Nyari pengemis level VVIP, dia sombongnya kebangetan deh, masa dia tidak mau menerima uang pemberianku. Dikira aku orang miskin yang maksa sedekah kali." ujar ustadz Usman sedikit menggerutu. Ustadz Soleh hanya mengernyit, sementara Ibra langsung menatapnya.

"Apa ustadz Usman mengenalnya?" tanya Ibra. Tentu saja mendengar pertanyaan itu, ustadz Usman langsung mengernyit.

"Jangan bilang kalau ustadz Ibrahim menuduhku pernah menjadi pengemis juga." ujar ustadz Usman. Ibra hanya mengernyit sementara ustadz Soleh sudah tertawa kecil.

"Aku tidak bilang seperti itu."

"Mungkin pengemis itu mirip denganmu Man." ujar ustadz Soleh sambil tertawa kecil.

"Yang mirip denganku cuma kau doang." gerutu ustadz Usman.

"Aku berdiri disini sedang mencari pengemis itu." ujar Ibra.

"Mau ngasih sedekah?, percuma dia tidak akan menerimanya, seperti yang kubilang tadi, dia itu pengemis level VVIP. Tidak sembarangan dia menerima uang pemberian orang." tutur ustadz Usman.

Akhirnya Ibra pun menceritakan kejadian tentang surat uang didapat Khaira. Tentu saja ustadz Usman dan ustadz Soleh langsung terkejut.

"Jadi maksudnya si bapak pengemis itu merencanakan sesuatu pada Khaira?"

"Belum pasti juga, ini baru kecurigaan ku saja. Selama ini putriku begitu dekat dengan pengemis itu. Bahkan hampir setiap hari Khaira memberinya makan, bahkan sampai menemaninya makan dipinggir jalan. Ketika Khaira mendapatkan surat itu, pengemis itu tidak pernah terlihat lagi disini." tutur Ibra.

"Jika kecurigaan mu benar, maka sebaiknya Khaira jangan dulu dibiarkan keluar dari pondok, untuk keselamatannya. Nanti kita sama-sama mencari tau. Jangan sampai kejadian yang menimpa Hawa, akan terjadi juga pada Khaira." ujar ustadz Soleh.

"Iya jangan sampai Khaira diculik seperti si Hawa yang hampir saja mau diculik. Untung ada si AL yang menolongnya, coba kalau tidak ada yang menolong, bisa-bisa si Hawa pasti diculik. Dan yang protes disini pasti si Zahira, dia pasti marah dan menggerutu karena si Hawa yang diculik bukan dirinya. Karena kalau sampai itu terjadi, bagi si Zahira ini namanya PENG HI NA AN." tutur ustadz Usman.

"Man mingkem." pinta ustadz Soleh.

"Aku sedang tidak mengada-ada, ini adalah fakta."

"Sssttthhh, ayo kita pergi, nanti terlambat." ustadz Soleh pun menatap Ibra.

"Insyaallah nanti kita bantu untuk menyelidikinya."

"Terima kasih ustadz Soleh."

Terpopuler

Comments

꧁❧❤️⃟Wᵃf ʜꙷɪᷧɑⷮɑͧтᷡʰᵉᵉʳᵅ❦꧂

꧁❧❤️⃟Wᵃf ʜꙷɪᷧɑⷮɑͧтᷡʰᵉᵉʳᵅ❦꧂

semoga hawa cepet luluh dan bisa menerima al sebagai pendamping nya

2022-07-13

2

Tutihadiatun

Tutihadiatun

coba seandainya om ustadz yng di culik. wah pasti seru ... jngan lupa sama tante dewi

2022-04-13

3

Gitaemutz

Gitaemutz

😂😂👍👍,, lanjuttt thorr

2022-04-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!