Masih dengan Hawa yang kini sudah berada di klinik yang tidak jauh dari pasar. AL yang membawanya kesana. Anum dan Silmi pun ikut, mereka berdua sudah cemas dengan keadaannya Hawa. Tidak pernah menyangka jika kejadiannya akan seperti ini.
Hawa masih tertidur dan belum sadarkan diri di ranjang pasien. AL sudah duduk disebelahnya begitu juga dengan Anum dan Silmi, menatap kondisinya yang sedari tadi masih belum sadarkan diri. Anum juga sudah menghubungi Aisyah dan Riziq.
"Cepat sadar Hawa, aku sangat menghawatirkan mu. Maaf jika aku datang terlambat hingga kau pingsan dan tidak sadarkan diri seperti ini." batin AL.
"Makasih ya AL sudah membantu kita melawan para penjahat itu." ujar Anum.
"Kenapa kalian bertiga pergi ke pasar tanpa pengawalan?" tanya AL.
"Biasanya juga kita pergi ke pasar tanpa pengawalan, mungkin kali ini kondisinya berbeda. Sepertinya para penjahat itu mencium duitnya si Silmi." ujar Anum.
"Kenapa kau menyalahkan uangku." gerutu Silmi.
"Aku tidak bisa bayangkan jika tadi kau tidak ada, dan sesuatu yang buruk menimpa Hawa. Sungguh aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri." ujar Anum.
"Lain kali harus hati-hati. Mungkin hari ini Allah masih melindungi kalian, jadi bersyukurnya untuk itu." ujar AL.
"Ko si Hawa belum sadar juga, gimana kalau kita taruh kartu ATM di keningnya." ujar Silmi. Anum dan AL langsung mengernyit.
"Stop Silmi, jangan berpikir primitif begitu. Ini Hawa, bukan Tante Dewi." gerutu Anum.
Tidak lama kemudian Hawa tersadar, ia mulai membuka matanya. AL, Anum dan Silmi nampak tersenyum.
"Alhamdulillah si Hawa sadar."
Hawa pun bangun dan mengedarkan pandangannya, masih terduduk di ranjang.
"Wa kau sudah sadar." tanya Anum senang.
Hawa terdiam dan mulai mengingat kejadian didekat ATM itu, tiba-tiba ia ketakutan kembali mengingat dirinya yang mau dibawa oleh para penjahat itu. Seketika Hawa langsung memeluk Anum, ia menangis ketakutan.
"Anum."
Anum pun membalas pelukannya dan mengusap usap punggung sepupunya itu biar Hawa merasa tenang begitu juga dengan Silmi.
"Kau tenang Wa, tidak perlu takut seperti itu."
Hawa pun melepaskan pelukannya dan langsung menatap penampilannya. Anum yang mengerti pun langsung menangkap kedua pipinya Hawa.
"Tenang Wa, kau ada di klinik, dan kau tidak kenapa napa, para penjahat itu tidak melukaimu, mereka juga tidak menyentuhmu. Tadi ada AL yang menolong mu, dan kita semua selamat. Para penjahat itu sudah dibawa ke kantor polisi oleh orang-orang pasar." tutur Anum.
Hawa langsung menatap AL yang kini masih duduk disebelahnya.
"Kau yang menolongku?" tanya Hawa. AL hanya tersenyum.
"Kau yang membawaku kesini?" kembali Hawa bertanya. Kali ini AL mengangguk.
"Tadinya aku mau membawamu ke KUA, tapi Anum dan Silmi malah menyuruhku untuk membawamu ke klinik." ujar AL sambil menahan senyumnya. AL lebih memilih melihat Hawa marah ketimbang melihatnya sedih. Hawa langsung mengernyit sementara Anum dan Silmi sudah tersenyum senyum.
"Ekhem, kan bisa tuh abis pulang dari klinik mampir dulu ke KUA." goda Anum. Hawa malah cemberut, hatinya belum terbuka untuk AL, mungkin butuh waktu serta perjuangan.
"Wa, kau belum mengucapkan terima kasih pada si AL." Silmi mengingatkan. Hawa terdiam, sebenarnya ia sedikit malas bicara pada putranya ustadz Ibrahim itu namun ia masih punya hati dan bukan orang yang tidak tau terima kasih.
"Terima kasih karena kau telah menolongku." ucap Hawa dengan menundukkan wajahnya. AL hanya mengangguk.
"Lain kali harus hati-hati."
Hawa pun mengangguk, tiba-tiba para penghuni pesantren datang berbondong-bondong ke klinik itu. Aisyah dan Riziq begitu khawatir mendengar putrinya jatuh pingsan setelah insiden perampokan yang gagal.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Adam sedikit berlari dan langsung memeluk Hawa.
"Kau tidak apa-apa Wa, aku mencemaskan mu" ujar Adam. Hawa kembali menangis di pelukan saudara kembarnya itu.
Adam mencoba menenangkannya. Kini Aisyah sudah memeluk Hawa, mengelus kepalanya biar putrinya itu merasa tenang.
"Alhamdulillah kau baik-baik saja Wa, bersyukurlah akan hal itu." ujar Aisyah.
"Aku takut Umi."
Riziq pun sudah mencoba menenangkan Hawa.
Cahaya, ustadz Usman, ustadz Soleh, ustadz Rasyid, Ibra, Anisa, Dewi, Yudi dan Yuda, Yusuf, Athar, ustadz Azam, Syifa dan Fadil datang, tak lupa juga dengan perempuan paling narsis dimuka bumi (Zahira). Anum dan Silmi sudah menganga melihat ustadz Usman cs datang berbondong-bondong.
"Perasaan aku tadi cuma menghubungi om berondong sama Tante Aisyah doang, ko yang datang satu RT begini." ujar Anum.
"Kau menghubungi om Riziq pake toa masjid kali." ujar Silmi.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
"Bagaimana keadaannya Hawa?"
Semua nampak mengkhawatirkan Hawa. Ustadz Usman pun mendekati Silmi.
"Mimi sayang kau tidak kenapa-kenapa kan?, Abi berasa tertabrak si Dewi saat mendengar kalian mau dirampok." ujar ustadz Usman.
"Aku baik-baik saja Abi, kata si Anum perampok itu datang karena mencium uangku." ujar Silmi. Ustadz Usman langsung mengernyit lalu menatap Anum.
"Num, hati-hati kalau bicara, nanti si Mimi tiga hari tiga malam akan merasa bersalah." ujar ustadz Usman sedikit menggerutu.
Anum pun tersenyum malu.
"Bercanda doang ustadz Usman."
Tak lupa Athar pun merangkul Anum, ia nampak khawatir dengan istrinya itu. Zahira ikut menangkup pipinya Hawa sambil menatap wajah keponakannya itu.
"Kenapa wajahmu nampak biasa saja setelah insiden itu. Dulu saat aku diculik, karena merasa bahagia, wajahku nampak terlihat berseri seri." ujar Zahira hingga Aisyah langsung menepuk pundaknya.
"Jangan suka bicara yang aneh aneh." gerutu Aisyah.
Riziq langsung menatap Anum dan juga Silmi.
"Coba kalian ceritakan kejadiannya seperti apa?" ujar Riziq.
"Maaf om Riziq, tadi kita ke pasar, terus si Silmi gak bawa uang kes, akhirnya kita pergi dulu ke ATM yang ada di sebrang jalan yang lokasinya lumayan jauh dari pasar, tiba-tiba pas keluar dari ATM, ada tiga orang penjahat nodongin belati. Awalnya kita mengira mereka jualan pisau, eh taunya mereka mau merampok." tutur Anum.
"Kita udah mencoba kabur, eh si Hawa jatuh dan ketangkep para perampok itu, untungnya ada AL yang nolongin kita. Namun kayanya si Hawa kebanting hingga jatuh dan pingsan." tutur Silmi.
Semua langsung menatap AL yang kini berdiri di pojokan.
"Terima kasih AL, kau sudah menyelamatkan Hawa." ujar Riziq. AL pun mengangguk.
"Ini sudah kewajiban ku." ujar AL.
Kini AL seperti pahlawan, semua orang berterima kasih padanya. Ibra pun sudah menepuk pundak putranya itu.
"Abi bangga padamu."
AL hanya tersenyum.
"Alhamdulillah semuanya selamat. Jadikan ini pelajaran biar kalian bisa berhati hati kedepannya." ujar ustadz Soleh.
"Tadi si Hawa hampir mau diculik?" tanya Zahira heran.
"Iya Tante, tadi si Hawa hampir saja diculik. Pasti Tante Ira ngiri kan karena Hawa mau diculik bukannya Tante Ira, itu artinya Hawa lebih menggemaskan dari pada Tante." tutur Anum. Zahira langsung cemberut.
"Mana para perampok itu aku mau protes." ujar Zahira.
"Eh selebor kau mau protes apa?" tanya ustadz Usman.
"Tentu saja aku mau protes, kenapa si Hawa yang mau diculik, harusnya kan aku yang diculik, jelas-jelas aku yang lebih cantik, lebih menggemaskan dan lebih mempesona dari pada si Hawa. Ini namanya tidak etis." ujar Zahira sambil menggerutu. Semua sudah mengernyit heran.
Ustadz Soleh sudah menepuk pundaknya Yusuf.
"Yang sabar ya Suf."
"Selalu ustadz." jawab Yusuf sambil tersenyum.
Tiba-tiba Ibra terdiam ketika melihat Yudi dan Yuda berada di klinik itu. Ia juga melihat Anisa ada disana.
"Astaghfirullah alazim, kalau Yudi dan Yuda serta Anisa disini, lalu siapa yang menjaga Khaira jika dia keluar dari pondok." batin Ibra.
Seketika itu pula Ibra meminta izin pulang lebih dulu. Ia menaiki ojek online menuju pondok untuk mencari putrinya, Ibra merasa khawatir dengan Khaira. Takut putrinya itu ada yang menyakiti.
Sesampainya di pondok, Ibra langsung menuju rumahnya, ia mencari cari Khaira.
"KHAIRA... KHAIRA."
Karena tidak ada jawaban, ia langsung mencarinya di asrama Putri. Karena begitu khawatir dengan putrinya, Ibra lupa sekarang ia ada dimana. Ibra langsung menerobos masuk asrama putri, hingga para santri putri terkejut dengan kedatangannya, bahkan ada yang sampai menjerit melihat seorang laki-laki masuk daerah perempuan. Ibra yang menyadari hal itu langsung kembali keluar asrama.
"Astaghfirullah alazim, aku lupa ini asrama putri."
Dari kejauhan ustadzah Ulfi melihatnya, ia langsung menghampiri Ibra.
"Assalamualaikum, ada apa Ibra?, kenapa kau masuk asrama putri dengan tergesa-gesa begitu?" tanya ustadzah Ulfi.
"Khaira mana mba?" tanya Ibra yang wajahnya dipenuhi kekhawatiran yang nyata. Ustadzah Ulfi pun tersenyum.
"Khaira ada didalam."
Ustadzah Ulfi pun memanggil Khaira, dan seketika itu pula Khaira datang menghampiri mereka diluar asrama.
"Kenapa bude?"
"Abi mu ingin bertemu."
Melihat Khaira, Ibra langsung tersenyum dan merasa tenang, ia pun memeluk Khaira erat-erat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
꧁❧❤️⃟Wᵃf ʜꙷɪᷧɑⷮɑͧтᷡʰᵉᵉʳᵅ❦꧂
masih sama ya 1yang masuk klinik 1rt yang datang ke klinik
2022-07-13
3
Tutihadiatun
haaa yng pinsan satu orang yng jenguk satu kamoung ehh bentar2 kyaknya ada yng kurang dech bu erni elina hasan erika mbah husein umi salamah ustadzah yasmin mbak sarah kok gx diajak biar makin rame
tante ira dah ada saingan nich pasti makin iri
2022-04-13
2
Av-Av
cie.....cie...... AL berbunga bunga hati nya sebagai pahlawan utk calon istri
2022-04-13
2