Hari itu saat Hawa akan masak makan siang, ia terdiam karena di dapur tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak. Hari ini Aisyah sedang menemani Umi Salamah yang sedang tidak enak badan.
"Yaaah gak ada bahan makanan. Mungkin umi lupa tidak belanja ke pasar. Kalau sekarang aku belanja ke pasar pasti Abi keburu pulang untuk makan siang. Kan kasihan kalau pulang-pulang gak ada makanan." ujar Hawa.
Hawa terdiam dan akhirnya memutuskan untuk membeli makan siang di rumah makannya Erika dan Hasan. Namun Hawa teringat jika dirinya tidak memegang uang, mungkin Aisyah lupa menaruh uang belanja, ia terlalu mencemaskan umi Salamah hingga lupa memberi uang belanja pada Hawa.
"Aku harus buru-buru, takutnya nanti Abi keburu pulang. Soal uangnya mungkin aku bisa bernegosiasi dengan Tante Erika. Bayarnya nanti kalau umi sudah pulang." ujar Hawa yang kini langsung pergi ke rumah makannya Erika.
Tidak sengaja didepan gerbang utama bertemu dengan ustadz Usman.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
"Pakde mau kemana?" tanya Hawa. Ustadz Usman pun menghentikan langkahnya lalu menatap Hawa.
"Pakde mau ketemu si Hasan, ada urusan penting." jawab ustadz Usman. Hawa langsung tersenyum.
"Aku juga mau bertemu dengan Tante Erika dan Om Hasan. Kita kesana bareng saja Pakde." Hawa memberi ide padahal ia sudah merencanakan sesuatu. Ustadz Usman pun langsung mengernyit, merasa heran jika Hawa memintanya pergi bersama.
"Kau duluan saja Hawa." ucap ustadz Usman yang mulai curiga. Hawa malah menggeleng.
"Sana duluan, pakde mah jalannya lama, melangkahkan kakinya cuma sebelah sebelah, tidak seperti dirimu yang melangkah kaki kiri dan kanannya maju bersamaan." ujar ustadz Usman.
"Dikira pocong melangkahnya langsung kaki kiri dan kanan.... Gak mau akh, mau bareng saja sama Pakde." Hawa kekeh dan menggeleng gelengkan kepalanya membuat pakde ya itu semakin curiga.
"Ini anaknya si berondong sikapnya berasa aneh begitu. Mendadak aku jadi CU RI GA" batin ustadz Usman.
Ustadz Usman pun pura-pura ada yang ketinggalan, ia ingin tau apa maksudnya Hawa minta berangkat bareng.
"Duh Wa, kau berangkat duluan saja, Pakde mau pulang dulu, ada yang ketinggalan di rumah, nanti pakde nyusul." ujar ustadz Usman. Hawa langsung cemberut.
"Yah Pakde ko pulang lagi sih. Anterin aku dulu ya ke rumah makannya Tante Erika, sebentar doang." pinta Hawa sedikit merengek.
"Rumah makannya si Erika kan sudah dekat, ngapain minta diantar."
"Aku takut jalan sendirian Pakde." ujar Hawa pura-pura.
"Takut apa?"
"Takut diculik." jawab Hawa hingga ustadz Usman langsung mengernyit.
"Siapa juga yang mau menculikmu. Dalam situasi seperti ini, kau harusnya punya jiwa seperti si Ira, dia saja cita-citanya ingin diculik. Kata si Zahira, diculik itu rasanya ME NYE NANG KAN. Si Ira juga bilang kalau diculik itu rasanya manis, lebih manis dari Abi dan saudara kembar mu si Adam." tutur ustadz Usman. Hawa kembali mengerucutkan bibirnya.
"Katakan saja yang sebenarnya. Apa tujuanmu mengajak pakde ke rumah makannya si Hasan?" tanya ustadz Usman. Hawa malah nyengir.
"Umi hari ini gak masak. Di rumah juga gak ada bahan makanan yang bisa dimasak. Sepertinya umi lupa tidak memberi uang belanja padaku. Umi Aisyah kan sekarang sedang merawat Umi Salamah." tutur Hawa.
"Jadi maksudmu. Kau mau mengajak ke rumah makannya si Hasan biar pakde mu ini bayarin makanan yang mau kau beli di rumah makannya si Hasan?" tanya ustadz Usman. Hawa langsung mengangguk ngangguk sambil tersenyum malu.
"HADEUUUH."
"Pakde pinter deh, tau saja isi pikiranku. Tidak diragukan lagi kalau pakde Usman itu lulusan terbaik Kairo." puji Hawa.
"Hadeuuuh, anaknya si Aisyah sangat pintar memanfaatkan situasi. Ini semua kesalahanku yang selalu pamer dengan uang gepokan yang ada dibawah tempat tidur, jadinya aku sering dimanfaatkan." batin Ustadz Usman.
"Ayo pakde, berbagi itu indahkan. Gak usah berpikir apa-apa lagi, pakde cukup mengeluarkan mode pasrah saja." ujar Hawa yang langsung menarik ujung bajunya ustadz Usman.
Dan benar juga ustadz Usman kini pasrah untuk membayari makanan yang mau dibeli oleh Hawa. Namun sebelum sampai di rumah makannya Erika, mereka berdua bertemu dengan si bapak pengemis yang selalu nongkrong disana.
"Ada pengemis Wa."
Ustadz Usman langsung mengodok kantong bajunya.
"Percuma Pakde, si bapak itu adalah pengemis level VVIP. Dia tidak akan sembarangan menerima uang pemberian orang. Pasti uang dari Pakde ditolak." ujar Hawa. Ustadz Usman langsung mengernyit.
"Massa???"
"Coba saja kalau tidak percaya."
Karena penasaran, ustadz Usman langsung mendekati si bapak pengemis yang sedari tadi menunduk menyembunyikan wajahnya. Ustadz Usman memberikan uang 100.000 rupiah pada pengemis itu, namun si bapak pengemis itu menggeleng dan langsung pergi, ia menolak uang dari ustadz Usman.
"Aneh bin ajaib."
Ustadz Usman merasa heran. Hawa sudah tertawa kecil melihatnya.
Karena merasa heran, ustadz Usman pun berteriak pada pengemis itu.
"Ini uang halal, bukan uang hasil korupsi. Ini juga bukan uang palsu, apalagi uang monopoli." teriak ustadz Usman.
Hawa masih menertawakan Pakde ya sambil mendekati.
"Tuh kan kataku juga apa, dia itu pengemis level VVIP, tidak sembarang dia menerima uang pemberian orang." ujar Hawa.
"Dia belum tau sih kalau dibawah tempat tidurku banyak uang gepokan. Sepertinya dia menganggap ku orang miskin yang maksa sedekah." ujar ustadz Usman. Hawa kembali tertawa.
"Cuma Pakde Usman orang yang paling unik di dunia. Orang lain membawa uang dari rumah untuk disimpan di bank, pakde malah kebalikannya. Mengambil uang dari bank untuk disimpan di rumah, lebih tepatnya ditaruh dibawah kasur." tutur Hawa sambil cekikikan.
"Ssttthhhh, jangan kencang-kencang ngomongnya, takutnya ada yang dengar, nanti bisa-bisa tempat tidurku diincar maling." ujar ustadz Usman. Hawa pun mengangguk ngangguk lalu mengajak ustadz Usman kembali berjalan menuju rumah makannya Erika.
"Aku seperti mengenal pengemis itu, tapi dimana ya?" ujar ustadz Usman. Hawa langsung tersenyum sambil melirik Pakde nya itu.
"Itu temennya Pakde Usman ya, pasti pakde pernah jadi pengemis juga ya kaya si bapak itu." ujar Hawa.
"Sembarangan kalau ngomong. Pakde ini orang kaya meskipun tidak sombong. Mana mungkin aku jadi pengemis. Kalau mengemis cinta mungkin pernah." ujar ustadz Usman. Hawa malah tertawa.
"Beberapa hari yang lalu saat Tante Ira melihat pengemis itu, dia bilang seperti mengenalnya. Pas aku curiga kalau itu mantannya Tante Ira, eh dia malah marah."
"Nah kalau itu sih aku rada-rada percaya." ucap ustadz Usman sambil tertawa kecil.
Sesampainya di rumah makan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
"Eh kedatangan tamu sepesial binti istimewa yaitu ustadz Usman bin Ibrahim Husen. Silahkan masuk, mau pesan apa?" tanya Hasan.
"Aku ada urusan denganmu San. Urusan makanan biar si Hawa dan istrimu yang ngurusin." ucap ustadz Usman yang kini mengajak Hasan bicara.
Erika pun mendekati Hawa.
"Mau beli apa Wa?" tanya Erika.
"Mau beli ini Tante."
Hawa menyebutkan beberapa menu. Erika mengangguk.
"Sebentar ya biar pelayan yang menyiapkan semuanya. Kau duduk saja Wa." pinta Erika. Hawa mengangguk dan duduk santai disana. Sementara ustadz Usman sibuk bicara dengan Hasan dengan posisi sedikit menjauh. Tiba-tiba datanglah Khaira.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Hawa tersenyum pada putri bungsunya ustadz Ibrahim itu.
"Mau beli apa Khaira?" tanya Hawa.
"Mau beli nasi bungkus kak."
"Untuk si bapak pengemis?" tebak Hawa hingga Khaira mengangguk. Hawa pun tersenyum, ia begitu terharu dengan Khaira yang begitu baik pada pengemis itu.
"Kalau boleh tau si bapak pengemis itu namanya siapa?" tanya Hawa lagi.
"Tidak tau kak, kalau ditanya nama, si bapak itu tidak pernah mau menjawabnya."
Erika pun mendekati keponakannya itu.
"Mau dibuatkan nasi bungkus lagi Ra?" tanya Erika. Khaira pun mengangguk.
"Sebentar ya."
Setelah selesai menyiapkan pesanan Hawa, salah satu pelayan pun memberikannya pada Hawa. Erika pun datang membawa pesanan Khaira.
"Tante Erika, nanti yang bayarnya pakde Usman ya, bilangin juga terima kasih padanya." ucap Hawa. Erika pun mengangguk.
"Aku pulang dulu ya Tante, assalamualaikum." pamit Hawa yang langsung pergi, namun ia tidak pamit pada Pakde nya, karena sepertinya ustadz Usman sedang serius bicara dengan Hasan.
"Waalaikumussalam."
Setelah ustadz Usman selesai dengan urusannya, ia pun mendekati Erika dan mencari Hawa.
"Si Hawa mana?"
"Hawa tadi pamit pulang, dia juga bilang terima kasih pada ustadz Usman." ujar Erika sambil memberikan catatan pembayaran makanan yang dipesan oleh Hawa pada ustadz Usman.
Ustadz Usman langsung menohok melihat jumlah pembayarannya.
"285.000????. Si Hawa pesan apa ko mahal pake banget. Ini rumah makan biasa, bukan restoran bintang 7 loh. Aku tau aku ini orang kaya raya pake banget, tapi harganya jangan dibuat mahal begini dong. Ini namanya PE ME RA SAN." ujar ustadz Usman sedikit memprotes.
"Maaf ustadz Usman. Harga makanannya tidak mahal ko, cuma si Hawa pesannya banyak banget. Dia memesan makanan paket komplit 3, untuk dirinya, ustadz Riziq dan kak Aisyah. Hawa juga memesan paket komplit untuk Adam dan Cahaya. Tak lupa juga ia memesan untuk Ali dan si kembar Jihan dan Jinan.." tutur Erika.
Ustadz Usman sudah melongo sendiri.
"Astaghfirullah alazim, pintar sekali anaknya si berondong. Dia cerdas memanfaatkan situasi. Setelah apa yang diinginkannya sudah didapat, ia langsung kabur begitu saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ramawati Dewi
kalo cerita pesantren ini suka ngakak
2022-09-06
1
Nita_
mode pasaran di porotin
2022-06-10
1
Sartika Fajar
aku langsung kebayang lho ustadz Usman itu gimana jalan nya y,hmmmm.....ada2 aja ustadz Usman mah😁😁😁
2022-05-13
0