Berbisik

Pagi itu kebetulan memang hari libur. Hawa hanya diam di rumah, Aisyah dan Riziq pun sedang bersantai di rumah. Hawa tidak pergi kemana-mana karena kedua sahabatnya itu sedang pergi liburan bersama suami masing masing. Tiba-tiba datanglah Adam dan Cahaya bersama putra putrinya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Jihan dan Jinan pun langsung berlari memeluk Aisyah.

"Nenek Umi."

Cahaya ikut duduk bersama Hawa dan mengobrol ngobrol. Sementara Adam dan Ali kini sedang bermain bola didepan rumah, Riziq pun ikutan.

Aisyah nampak tersenyum melihat keluarganya sekarang. Dulu ia hanya berdua dengan Riziq, tapi sekarang sudah punya anak dan cucu. Rasanya begitu lengkap. Cuma tinggal Hawa yang belum lengkap dengan jodohnya.

Aisyah pun menyiapkan minum, sepertinya para pemain sepak bola dadakan sudah mulai kecapean.

"Minum dulu." ujar Aisyah.

Riziq dan Adam pun beristirahat dan duduk di teras depan rumah, tentunya mereka langsung meminum minuman yang disediakan. Sementara Ali malah mendekati Hawa.

"Tante, aku mau membisikan sesuatu." ujar Ali bicara pelan-pelan.

"Apa?"

Ali mendekati telinga Hawa lalu berbisik.

"Ana uhibbuki Fillah." ujar Ali hingga Hawa langsung mengernyit menatap keponakannya yang kini berusia 9 tahun.

"Bicara apa kau ini." ujar Hawa.

"Ana uhibbuki Fillah, aku mencintaimu karena Allah." ucap Ali kembali sambil berbisik. Lagi-lagi Hawa mengernyit merasa aneh dengan ucapan keponakannya. Namun Hawa tersenyum, baginya Ali adalah keponakan yang baik dan menggemaskan.

"Ana uhibbuka Fillah." jawab Hawa sambil tersenyum.

"Iya nanti akan aku sampaikan." ujar Ali hingga Hawa terdiam. Hawa merasa aneh dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ali.

"Disampaikan pada siapa?" tanya Hawa heran.

"Ya tentu saja disampaikannya pada si om yang pake seragam polisi itu." jawab Ali hingga Hawa mengernyit.

"Maksudnya?"

" Itu putranya ustadz Ibrahim yang jadi polisi. Dia yang menyuruhku untuk mengatakan ana uhibbuki Fillah pada Tante Hawa." jawab Ali. Hawa langsung menganga terkejut, ia pikir yang mengatakan itu adalah Ali sendiri.

"AL!!!"

"Lain kali jangan mau disuruh suruh begitu. Pokoknya jangan mau, dan jangan memberi jawaban apapun padanya. Tadi Tante salah nyebut." pinta Hawa.

"Yah Tante, padahal aku sudah mau diajarin tembak menembak sama si om polisinya. Kan seru tuh kalau terjadi drama kolosal tembak menembak. sudah seperti sniper keren."

"Jadi kau disuruh mengatakan kalimat itu pada Tante oleh putranya ustadz Ibrahim dengan disogok mau diajarkan menembak, begitu maksudnya?" ujar Hawa. Ali pun mengangguk ngangguk.

Hawa pun berbisik kembali kepada keponakannya.

"Bilang padanya kalau berani bilang saja pada Abi ku langsung. Berani gak dia." pinta Hawa seolah menantang.

Ali mengangguk ngangguk.

"Nanti aku sampaikan Tante."

"Bagus. Kalau putranya ustadz Ibrahim itu mau mengajarkanmu tembak menembak, nanti Tante Hawa akan mengajarkanmu masak memasak sebagai bayaran. Jadi jangan mau berbisnis dengan dia. Ok!"

"Ok Tante." Ali malah tertawa kecil.

***

Sore pun tiba. AL sudah menunggu Ali di asrama putra. AL sudah meminta izin pada ustadz Usman untuk masuk ke asrama. Dulu AL juga pernah tinggal di asrama waktu masih nyantri.

AL sudah merasa tidak sabar ingin bertemu dengan calon keponakannya itu. Tiba-tiba Ibra mendekatinya, kebetulan Ibra tidak sengaja melihat putranya itu sedang berdiri sendirian.

"AL kau sedang apa?" tanya Ibra.

"Assalamualaikum Bi." AL sedikit terkejut.

"Waalaikumussalam."

AL malah tersenyum malu, jika ketahuan sedang menunggu berita tentang Hawa, pasti Abinya itu akan mengejeknya karena tidak berani bicara langsung pada Hawa dan malah menyuruh anak kecil.

"Ada urusan Bi." jawab AL.

Ibra malah terdiam.

"Santri disini tidak ada yang membuat masalah hingga polisi harus turun tangan kan?" tanya Ibra.

"Alhamdulillah Bi, disini aman. Aku hanya sedang menunggu seseorang."

Ibra malah terdiam dan merasa curiga pada putranya itu hingga ia ikut menunggu orang yang kini sedang ditunggu oleh AL.

"Assalamualaikum."

Tiba-tiba Ali datang sambil mengucapkan salam.

"Waalaikumussalam."

Ali tersenyum lalu mencium tangan Ibra kemudian mendekati AL.

"Om polisi, kapan kita belajar tembak menembaknya?" tanya Ali. Ibra pun mengernyit mendengarnya. Namun AL malah tersenyum lalu mengajak Ali berjalan sedikit menjauh dari Ibra. Ibra masih tetap memperhatikan mereka.

"Dapat jawaban apa dari Tantemu?"

tanya AL sambil berbisik.

"Kata Tante Hawa kalau om polisi berani, bilang saja langsung pada Mbah Riziq." Ali memberitahu. Mendengar itu AL tersenyum malu. Ia bukannya tidak berani, tapi dia belum mempunyai rasa percaya diri karena sikap Hawa yang selalu jutek padanya.

"Kalau aku bilang pada ustadz Riziq kalau aku menyukai putrinya, sementara Hawa sendiri tidak menyukaiku, apakah itu tidak mempermalukan diri sendiri." batin AL.

AL malah bingung sendiri. AL akan berusaha untuk membuat Hawa jatuh hati padanya dulu, baru setelah itu ia kan menemui Riziq.

"Ali sekarang kau boleh pergi, nanti kalau hari libur tiba, Om ajari cara menembak jitu, tapi pake pistol mainan dulu ya." ujar AL.

Ali mengangguk kegirangan.

"Siap Om polisi."

"AL pun pergi meninggalkan Asrama setelah berpamitan pada Ibra dari kejauhan. Karena penasaran Ibra pun memanggil Ali.

"Sini Li,,,, kau bicara apa pada putraku. Harus jawab jujur, jangan bohong. Kalau bohong nanti akan ada drama kolosal masuk neraka." ujar Ibra sedikit menakuti.

Karena Ali sangat jujur, ia pun menceritakan semuanya pada Ibra. Ibra langsung mengernyit.

"Jadi putraku sedang jatuh cinta??"

"Dia menyuruhmu untuk mengatakan itu pada Hawa?" tanya Ibra. Ali mengangguk ngangguk.

"Dan jawabannya seperti yang kau bilang tadi?" tanya Ibra kembali. Lagi-lagi Ali mengangguk.

"Sekarang kau kejar AL, suruh dia balik lagi kesini, ustadz mau bicara padanya."

Ali mengangguk dan langsung berlari mengejar AL.

"Om polisi."

Teriak Ali. AL yang mendengar pun langsung menghentikan langkahnya lalu menatap Ali yang berlari mendekatinya.

"Ada apa Ali?"

"Ustadz Ibrahim menyuruh om polisi untuk balik lagi." ujar Ali.

AL terdiam dan merasa aneh.

"Abi ku menyuruhku untuk menemuinya?" tanya AL memastikan. Ali mengangguk. Akhirnya AL pun kembali ke asrama untuk menemui Ibra.

"Pasti akan terjadi drama kolosal antara ayah dan anak." gumam Ali.

AL berjalan kembali ke asrama. Ia melihat Ibra masih berdiri ditempat yang sama.

"Kenapa Bi?"

"Abi ingin bicara padamu."

AL mengangguk dan berdiri dihadapan Abinya itu.

"Ali sudah menceritakan semuanya. Kau menyukai Hawa?" pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari mulutnya Ibra. Sebenarnya dari dulu Ibra sering mendengar jika putranya itu mengatakan jatuh hati pada Hawa, awalnya Ibra pikir itu cuma candaan saja, namun seiring berjalannya waktu, kini AL sudah dewasa, wajar jika ia sudah mulai menyukai lawan jenis dan mulai serius jika ingin menikah.

AL yang mendapat pertanyaan itu merasa malu.

"Jadi benar yang dikatakan Ali?"

AL hanya mengangguk.

"Kau jangan membuat Abi malu ya AL. Kau ini seorang polisi, jadi kau harus punya sikap berani dan tegas. Kalau kau menyukai seorang perempuan, datangi dia langsung, jangan menyuruh anak kecil untuk mengungkapkan perasaan mu. Itu sangat memalukan. Abi selalu mengajarkanmu untuk berani dalam hal apapun yang berhubungan dengan kebaikan." ujar Ibra.

AL pun tersenyum malu. Seperti yang dikatakan sebelumnya, ia bukannya tidak berani, tapi ia sedang merasa tidak percaya diri dengan sikapnya Hawa yang seperti itu padanya.

"Kau sudah dengar bukan bagaimana jawaban Hawa yang memintamu untuk mengatakan itu pada Abinya."

AL mengangguk.

"Kau tau AL, untuk mendapatkan umi mu, Abi mu ini juga harus berjuang untuk meluluhkan hati kakekku. Tidak segampang itu Umimu didapatkan, karena sesuatu yang istimewa tidak gampang didapat, pasti akan ada rintangannya. Posisimu sekarang adalah Hawa yang menjadi tantangannya. Luluhkan hatinya Hawa. Jangan menyerah, bersikaplah gentle, seperti yang Abi ajarkan padamu." tutur Ibra.

AL mengangguk.

Kunci utamanya ada pada Hawa. Gadis itu belum bisa diluluh kan hatinya, perlu kesabaran dan perjuangan yang tinggi, karena Hawa tidak gampang diluluh kan.

"Temuilah ustadz Riziq, mintalah secara baik-baik jika kau punya niat yang baik pada putrinya." pinta Ibra.

"Aku akan menemui ustadz Riziq jika Hawa sudah mau membuka hatinya untukku. Hawa tidak segampang itu aku dapatkan, dia berbeda dengan yang lain."

"Jika kau benar-benar menyukai Hawa karena Allah, Abi mendukung mu." ujar Ibra hingga AL tersenyum.

"Terima kasih Bi."

Terpopuler

Comments

Emi Mastura

Emi Mastura

makin seru aja lanjutan asmara al dan hawa,ingin lihat hawa jatuh hati ke Al

2022-05-04

1

Diah PiCha

Diah PiCha

para reader juga mendukungmu AL 🥰🥰🥰

2022-04-12

1

Av-Av

Av-Av

ya Allah tokoh para suami/ayah di novel wise semuaaaa yaaaa...... semoga dpt suami macam ustad2 di novel ini. Aamiin

2022-04-09

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!