Hari itu, Ibra sudah memerintahkan Yudi dan Yuda untuk hati-hati jika Khaira keluar dari pondok. Akhir-akhir ini semenjak putrinya itu ada yang memberi tulisan aneh. Ibra dan Anisa mendadak khawatir, entah ini kebetulan atau Anisa terlalu berlebihan.
"Pokoknya kalau putriku mau keluar dari pondok, kalian halangi ya, jangan sampai dia keluar tanpa sepengetahuan kalian. Kalau dia maksa keluar gerbang, kalian harus langsung menghubungiku." pinta Ibra. Yuda dan Yudi langsung terdiam heran.
"Memangnya kenapa, bukanlah hampir setiap hari Khaira itu keluar pondok dan selalu membantumu di toko buku." ujar Yuda.
"Kali ini aku melarangnya untuk keluar." tegas Ibra.
"Ya tapi kenapa?" Yuda malah kembali bertanya, hingga Ibra menyipitkan matanya karena si kembar malah bertanya-tanya.
"Kalian mau menurutiku atau tidak?" ucap Ibra sembari ucapannya diberi sedikit tekanan. Seketika itu pula Yudi dan Yuda langsung mengangguk ngangguk sedikit takut.
"Siap laksanakan."
Setelah berpamitan dan mengucapkan salam, Ibra pun pergi ke toko buku karena sudah selesai mengajar. Yudi dan Yuda pun menatap kepergian Ibra.
"Kalau si Ibra itu bicara jangan protes, takutnya jiwa berandalan nya keluar, dan dia bisa ngamuk pada kita. Kau tidak lupa kan, kita pernah babak belur dan hampir tidak bernafas digebukin si Ibra." tutur Yudi mengingatkan.
"Ustadz Ibrahim, jangan manggil Ibra, nanti dia marah."
"Tapi kenapa ya, putrinya itu dilarang keluar, biasanya juga kan si Khaira suka membantunya di toko setelah si Salwa berhenti kerja disana."
"Mungkin ada sesuatu. Biasanya kalau si Ibra sudah turun tangan, itu artinya ada sesuatu yang gawat binti darurat." ujar Yuda.
"Ssttth, jangan manggil Ibra, panggil ustadz Ibrahim, nanti dia marah."
***
Sementara dengan Khaira yang kini mau keluar dari asrama putri, ustadzah Ulfi yang melihat pun langsung mendekatinya.
"Mau kemana Khaira?" tanya ustadzah Ulfi yang kebetulan dia adalah Bude nya Khaira.
"Mau ke toko buku, mau bantuin Abi." jawab Khaira. Ustadzah Ulfi tersenyum lalu mengelus kepalanya Khaira.
"Jangan keluar dulu ya, bude ada tugas untukmu, bantuin bude sebentar ya." pinta ustadzah Ulfi sambil membujuk Khaira agar tidak keluar dari pondok.
Akhirnya Khaira mengurungkan niatnya untuk keluar. Ustadzah Ulfi mengajaknya kesebuah perpustakaan.
"Mari masuk, bantu bude nyari buku fiqih ya." pinta ustadzah Ulfi sengaja biar Khaira ada kegiatan. Khaira mengangguk dan mulai membantu mencarikan buku fiqih.
Setelah hampir 30 menit, Khaira membawa 3 buku fiqih dan diberikannya pada bude nya itu.
"Terima kasih Khaira. Sekarang kau baca bukunya ya biar kau semakin pintar. Nanti bude temani disini."
Khaira pun asik membaca buku itu. Ustadzah Ulfi menatapnya, Ibra sudah menceritakan tentang surat yang diterima Khaira oleh temannya itu.
"Khaira bude boleh tanya sesuatu?"
Khaira mengangguk hingga Ustadzah Ulfi tersenyum.
"Bude mau tanya, apa kau pernah diberi tulisan semacam Syair, puisi atau pantun?"
Khaira terdiam, kemudian ia mengangguk.
"Kalau boleh tau, tulisan itu dari siapa?" Kembali ustadzah Ulfi bertanya, sengaja memancing agar Khaira mau memberitahu dari siapa tulisan yang pernah ia perlihatkan pada Anisa.
"Tulisannya dari Umi." jawab Khaira, tentu saja ustadzah Ulfi terdiam heran.
"Dari umi mu!, memangnya tulisan apa yang diberikan umi mu?"
"Sebuah pola baju, umi ingin aku belajar untuk mendesign pakaian syar'i."
"Selain dari Umi, dapat dari siapa lagi?" Kembali ustadzah Ulfi memberi pertanyaan.
"Dapat dari Abi, tulisan Abi kaya catatan pelajaran yang belum aku mengerti. Abi yang jelasin disana." tutur Khaira.
"Selain itu dapat dari siapa lagi?"
"Dari temanku." jawab Khaira masih dengan membaca buku.
"Siapa temanmu itu?"
"Dia teman baruku, bude gak akan tau." jawab Khaira. Ustadzah Ulfi terus mengoreknya agar Khaira mau menyebutkan siapa teman barunya itu.
"Boleh bude tau siapa dia?, nanti bude mau diajarin nulis padanya." ujar ustadzah Ulfi. Khaira malah tertawa kecil.
"Masa bude minta diajarin nulis sama pengemis sih." Khaira masih tertawa kecil. Ustadzah Ulfi langsung terdiam heran.
"Pengemis????. Memangnya Khaira punya teman pengemis?" batin ustadzah Ulfi bertanya-tanya.
"Siapa pengemis itu?"
Khaira malah diam dan tidak mau menjawab, hingga ia lebih fokus membaca buku.
"Siapa pengemis itu?" kembali ustadzah Ulfi bertanya, namun Khaira malah diam.
Tiba-tiba ustadzah Ulfi tersenyum ketika melihat ada Hawa disana.
"Hawa."
Panggil Ustadzah Ulfi, Hawa pun tersenyum lalu datang menghampiri.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
"Sedang mencari sesuatu?" tanya ustadzah Ulfi. Hawa pun mengangguk.
"Bisa minta tolong sebentar." pinta ustadzah Ulfi, tentu saja Hawa mengangguk.
"Minta tolong apa ustadzah Ulfi."
"Tolong kau jaga Khaira dulu ya, jangan biarkan dia pergi dari sini." bisik ustadzah Ulfi. Hawa pun mengangguk bersedia meskipun hatinya terus bertanya-tanya kenapa Khaira tidak boleh pergi.
"Khaira, ditemani kak Hawa dulu ya, bude ada keperluan sebentar, nanti balik lagi" ujar ustadzah Ulfi pergi pamit. Khaira mengangguk. Seketika ustadzah Ulfi langsung menghubungi Ibra.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Ustadzah Ulfi pun menceritakan semuanya pada adik lelakinya itu. Tentu saja Ibra langsung terkejut.
"Khaira bilang tulisan itu dari temannya, ketika mba tanya siapa temannya, Dia menjawab pengemis, itu pun dia menjawabnya karena keceplosan. Kau tau siapa pengemis itu?" tanya ustadzah Ulfi. Ibra pun terdiam.
"Siapa sebenarnya pengemis itu. Kenapa dia mendekati putriku, punya tujuan apa sebenarnya dia?" batin Ibra.
"Terima kasih ya mba atas informasinya. Aku tutup dulu telponnya, ada urusan sebentar. Aku titip Khaira ya, jangan sampai dia keluar dari pondok." pinta Ibra. Ustadzah Ulfi pun mengiyakan.
Ibra sudah mencari-cari si bapak pengemis itu, yang sering duduk dipinggir jalan, yang tidak jauh dari toko bukunya, lebih tepatnya didekat rumah makannya Erika. Terasa aneh sekali pengemis itu tidak pernah nampak kembali, setelah memberikan tulisan itu pada Khaira. Ibra sudah merasakan perasaan yang aneh, namun ia tidak mau bersuudzon dulu, tapi tetap ia harus hati-hati.
Masih dengan Khaira dan Hawa yang berada di perpustakaan. Khaira masih asik membaca, begitu juga dengan Hawa yang setia menemaninya, meskipun dalam hatinya ia terus bertanya-tanya kenapa Khaira harus dijaga, bukankah selama ini putri bungsunya ustadz Ibrahim itu baik-baik saja.
Sesekali Hawa menatap Khaira yang fokus dengan bukunya. Khaira pun merasa jika Hawa sedari tadi memperhatikannya. Khaira tersenyum lalu menatap Hawa.
"Kak Hawa kenapa menatapku seperti itu?"
Hawa langsung nyengir dan bingung mau menjawab apa, hingga akhirnya ia menggeleng.
"Melihat Khaira, entah kenapa tiba-tiba aku mengingat kakaknya. Duuuh kenapa pikiranku dipenuhi si AL sih. ME NYE BAL KAN". batin Hawa.
Tiba-tiba Khaira tersenyum dan menatap Hawa kembali.
"Kak Hawa pacarnya kak AL ya?" tanya Khaira. Tentu saja Hawa langsung mengernyit. Ia tidak menyangka jika Khaira gadis belia yang masih berusia 14 tahun bertanya seperti itu.
"Bukan, kenapa kau bertanya seperti itu. Kita itu tidak boleh berpacaran, kecuali setelah menikah." ujar Hawa.
"Kalau kak Hawa bukan pacarnya kak AL, lalu kenapa di kamarnya kak AL ada potonya kak Hawa."
Mendengar itu Hawa langsung terkejut menganga.
"Putranya ustadz Ibrahim itu memasang poto ku di kamarnya???" batin Hawa.
"Benarkah?????"
"Hmmm"
"Pasti putranya ustadz Ibrahim itu suka mempoto ku diam-diam." batin Hawa menggerutu.
"Kak Hawa suka ya sama kak AL?" Pertanyaan Khaira membuat Hawa terdiam.
"Anak kecil tidak boleh ingin tau urusan orang dewasa. Kata Abi ku nanti kau cepat tua, numbuh uban mendadak di kepalamu." ujar Hawa. Khaira malah tertawa.
Sebenarnya Khaira adalah gadis yang tidak banyak bicara, tapi entah kenapa ia merasa nyaman dengan Hawa.
"Tapi yang jelas sih kak AL suka sama kak Hawa dari dulu." ujar Khaira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
꧁❧❤️⃟Wᵃf ʜꙷɪᷧɑⷮɑͧтᷡʰᵉᵉʳᵅ❦꧂
bukan hanya kaka nya yang godain adex nya pun ikut godain hawa ya
2022-07-04
1
Emi Mastura
dibuat penasaran terus ma AL WA
2022-05-04
2
Diah PiCha
bagus Khaira Pepet trus calon kakak ipar 🤭🤭
2022-04-12
1