Hati-hati

Kini Hawa masih di dalam kamarnya. Sebenarnya ia sedang kesal pada putranya ustadz Ibrahim itu. Tidak tau kenapa ia suka kesal pada AL. Hawa tau membenci seseorang itu dilarang, tapi Hawa pun hanya manusia biasa, punya salah dan juga khilaf.

Hawa sudah menatap sebuah kalender di dinding kamarnya, tapi bukan kalender ajaib ya, hanya kalender biasa. Ia menatap kalau hari kelahirannya itu sudah lewat satu bulan, itu artinya 11 bulan lagi usianya akan menginjak 27 tahun. Hawa sudah memantapkan diri untuk membuka hatinya jika ada laki-laki yang mendekatinya. Kecuali seorang berondong. Hawa memang anti lelaki yang usianya lebih muda darinya.

Terdengar ketukan pintu kamarnya.

Tok tok tok.

"Wa makan dulu."

Terdengar suara Aisyah memanggil.

"Iya Mi, sebentar."

Hawa bergegas keluar kamar. Saat Hawa sudah duduk di meja makan, ia langsung menyipitkan matanya melihat pipinya Riziq ada noda merah.

"Ekhem, pipi Abi dipukul siapa itu?" tanya Hawa yang sebenarnya sudah tau noda apa itu. Saat Aisyah menyadari jika ada noda merah di pipi suaminya, ia langsung mengambil tisu dan mengusapkannya ke noda itu hingga bersih.

"Umi mu terlalu genit, belum masuk kamar udah maen tonjok saja." gerutu Riziq. Aisyah malah mengernyit.

"Idiiih kau yang nyolek duluan." protes Aisyah.

"Sssttthhh. Ayo pokus makan malam saja." ujar Hawa yang sedikit kesal dan cemburu karena orang tuanya suka main genit genitan dihadapannya, padahal dirinya sedang jomblo dan sedang merindukan yang namanya jodoh.

***

Keesokan harinya. Pagi pagi sekali Hawa bertemu dengan Adam di jalan. Seperti biasa hari ini Hawa pergi ke pengajian, mereka pun jalan berdua, kebetulan Adam akan mengajar.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

"Kenapa wajahmu nampak suntuk begitu?" tanya Adam yang kini sudah berjalan bersama saudara kembarnya itu.

"Entahlah, hari ini rasanya tidak bersemangat sama sekali." jawab Hawa.

"Tidak boleh begitu, harus semangat dong, siapa tau hari ini kau bertemu dengan jodohmu."

Tiba-tiba mereka bertemu dengan AL yang kini terlihat gagah dengan pakaian dinasnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Hawa hanya diam menunduk, ia sadar jika penampilan AL begitu gagah. AL menatap perempuan yang ada di hadapannya itu hingga Adam langsung menyipitkan matanya.

"Ekhem, hati-hati dengan pandanganmu itu , takut nanti setan mulai berbisik yang tidak-tidak." ujar Adam. Seketika itu pula AL tersenyum lalu menundukan wajahnya.

"Maaf."

Hanya itu yang keluar dari mulutnya AL.

"Mau berangkat AL?" tanya Adam. AL pun mengangguk.

"Boleh aku tanya sesuatu, jika aku membuat kesalahan atau aku terkena fitnah, apa yang akan kau lakukan?" tanya Adam. AL malah tersenyum.

"Aku akan tetap membela kebenaran. Jika kau salah, tentu saja kau akan dihukum. Aku sendiri yang akan menangkap mu. Namun jika kau terkena fitnah, aku pasti akan membantumu sebisaku." jawab AL.

Hawa langsung menatap tajam putranya ustadz Ibrahim itu.

"Kau tidak lupa dengan ancaman yang kuberikan padamu beberapa tahun yang lalu AL?" ucap Hawa.

"Aku ingat."

"Apa?"

"Jika sampai aku menangkap saudara kembar mu, maka dapat dipastikan kau akan membenciku." ujar AL yang mengucapkan ungkapan Hawa beberapa tahun yang lalu, mungkin terdengar seperti ancaman.

"Bagus kalau kau ingat itu. Assalamualaikum." pamit Hawa yang langsung pergi begitu saja meninggalkan Adam dan juga AL.

"Waalaikumussalam."

AL tersenyum menatap kepergiannya Hawa.

"Kau belum tau Hawa, ketika sebuah rasa benci berubah menjadi rasa rindu, itu nyata adanya." batin AL.

Adam pun menepuk pundaknya AL.

"Jangan terlalu diambil hati oleh ucapan adikku."

AL mengangguk.

"Aku permisi Dam, assalamualaikum." pamit AL.

"Waalaikumussalam."

Ketika AL sudah berjalan jauh, Adam pun berteriak padanya.

"AL, DENGARKAN BAIK-BAIK. TEGAKAN KEADILAN DAN KEBENARAN. HATI-HATI DENGAN FAKTA DAN FITNAH YANG ADA, KARENA JAMAN SEKARANG, BENAR DAN SALAH ITU BEDANYA TIPIS. SETIPIS RASA BRNCI DAN CINTA YANG PERNAH KAU UCAPKAN, INGAT ITU AL."

AL yang mendengar pun mengangguk lalu melanjutkan kembali langkahnya.

AL berjalan menuju butik, ia mengambil mobil yang sengaja diparkir disana. Sebelum pergi AL berpamitan terlebih dahulu pada Ibra dan juga Anisa.

"Hati-hati ya AL."

"Khaira mana Mi?" tanya AL.

"Ada di toko buku Abi mu." jawab Anisa. Namun saat melihat ke sebrang jalan, AL melihat Khaira yang sedang duduk bersama bapak pengemis yang biasa nongkrong disana.

"Mi, itu Khaira lagi ngapain?"

Anisa pun menatap putrinya dipinggir jalan.

"Adikmu itu senang sekali membantu pengemis itu, sebenarnya si bapak itu udah umi kasih baju yang bagus, tapi malah ditolak sama si bapak itu. Aneh kan." tutur Anisa.

"Mi, sebaiknya Khaira jangan terlalu dekat dengan si bapak itu. Bukannya kenapa-kenapa, hanya saja kita tidak tau dia siapa, takutnya dia berbuat jahat pada Khaira. Bukannya suudzon, tapi di jaman sekarang harus hati-hati, orang jahat sama orang baik itu bedanya tipis."

"Iya, nanti umi ingatkan pada adikmu, tapi setau umi, si bapak itu sering ada dipinggir jalan, dan dia sepertinya baik pada Khaira. Buktinya selama ini tidak pernah terjadi apa-apa dengan adikmu itu." ujar Anisa. AL pun mengangguk lalu izin pergi.

Anisa kembali memperhatikan putrinya di sebrang jalan. Khaira sepertinya sangat senang membantu bapak itu, namun yang jadi aneh itu, di bapak pengemis tidak mau dibantu orang lain selain Khaira.

Karena cemas pada putrinya setelah mendengar ucapannya AL, Anisa langsung menghubungi Ibra.

"Assalamualaikum Bim."

"Waalaikumussalam, kenapa Sya?"

"Bim, itu Khaira lagi sama si bapak pengemis yang kemarin, aku ko mendadak khawatir ya. Coba kau perhatikan, apa dia terlihat seperti orang jahat." ujar Anisa. Ibra malah tersenyum.

"Jangan suka suudzon begitu. Putri kita itu sangat senang membantu orang yang lagi kesusahan tanpa pandang bulu. Aku sering melihat di bapak itu, meskipun tidak pernah melihat wajahnya secara langsung, tapi sepertinya dia orang baik yang nasibnya kurang beruntung."tutur Ibra.

Anisa pun terdiam.

"Tapi terus perhatikan Khaira ya, entah kenapa aku merasa khawatir."

"Hmmm, jangan terlalu cemas begitu. Khaira pasti baik-baik saja. Aku akan selalu menjaganya." ujar Ibra.

Khaira kalau selesai belajar di kelas, selesai pengajian dan tugasnya, ia langsung pergi ke toko buku untuk membantu ayahnya, hingga dipertemukan nya dia dengan si bapak pengemis itu, entah kenapa Khaira sangat menyayanginya.

"Khaira."

Ibra memanggilnya, karena putrinya itu sudah terlalu lama menemani si bapak pengemis dipinggir jalan. Pengemis itu tak pernah minta-minta pada orang yang lewat, ia hanya minta pada Khaira, dan tidak mau menerima pemberian dari orang lain. Banyak orang berpikir jika si bapak pengemis itu dulunya telah kehilangan putrinya, hingga ia merasa jika Khaira itu putrinya.

"Bapak, aku pergi dulu ya. Mau bantu-bantu Abi di toko. Bapak pulangnya kemana?" tanya Khaira. Si bapak pengemis itu menunjuk ke arah yang sangat jauh hingga Khaira tersenyum.

"Bapak pulangnya hati-hati ya."

Khaira pun pergi meninggalkan si bapak pengemis itu dan langsung menemui Ibra.

"Hari ini ada pengajian tambahan, pulanglah ke pondok." pinta Ibra. Khaira pun mengangguk.

"Nanti bilangin sama Umi, aku pulang duluan ya assalamualaikum." pamit Khaira.

"Waalaikumussalam. Hati-hati."

Ibra pun menatap kepergian putrinya hingga Khaira memasuki gerbang utama pesantren.

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

hawa, open your heart to accept love from Akmal

2022-12-26

1

꧁❧❤️⃟Wᵃf ʜꙷɪᷧɑⷮɑͧтᷡʰᵉᵉʳᵅ❦꧂

꧁❧❤️⃟Wᵃf ʜꙷɪᷧɑⷮɑͧтᷡʰᵉᵉʳᵅ❦꧂

awas al jangan sampai kau menangkap adam nanti di benci hawa

2022-06-28

1

Anonymous

Anonymous

lnjut

2022-04-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!