14. Permintaan

🍁🍁🍁

Lukas menatap langit-langit kamar sambil berbaring di ranjang. Sedangkan Salwa telah tertidur pules diranjang yang berseberangan dengannya. Ia masih memikirkan kekacauan yang terjadi padanya.

"Bams mungkin masih memiliki dendam atas kematian Alex terhadapku." Ucap Lukas berbicara sendiri pada dirinya. "Sedangkan Ronal pasti datang untuk menangkapku." Sambungnya. "Lalu ada apa dengan Raden?" Mengernyitkan alisnya. "Apa dia yang telah menjebakku?" Melihat pada Salwa yang tiba-tiba berbalik badan menghadap kearahnya. "Tapi untuk apa? Gak mungkin dia melakukannya untuk membantu Bams membalaskan dendam padaku?" Tanya Lukas.

Gak mungkin! Aku tahu Raden orang seperti apa? Dia gak mungkin melibatkan dirinya untuk masalah pribadi anak buahnya. Batin Lukas menarik selimutnya keatas hingga menutupi wajahnya.

Keesokan paginya Bams dan sekelompok anak buahnya menemukan jejak tetesan darah dari gerbang hingga kedalam gedung.

"Brengsek!" Umpat Bams menendang tumpukan kayu bekas perapian di lantai yang telah retak bersamaan dengan guntingan perban. "Cepat periksa semuanya!" Teriak Bams pada anak buahnya sambil menendang botol bekas tempat air yang diteguk habis oleh Lukas tadi malam.

Setengah jam berlalu Bams dan lainnya berpencar mencari namun tak menemukan apapun.

"Aaaaaahhh!" Teriak Bams penuh amarah mengagetkan Ronal yang baru saja tiba dengan mobilnya.

"Hei!" Panggil Ronal pada salah satu anak buah Bams yang lewat didepannya saat membuka pintu mobil. "Dia kenapa?" Tanyanya sembari menutup pintu mobil.

"Orang yang kita buru kemarin berhasil meloloskan diri." Jawabnya yang kemudian menyusul anak-anak yang lain.

"Oh." Sahut Ronal melirik kearah mobil yang terparkir di depan gedung kini tinggal dua lagi. "Dia pasti kabur dengan mobil yang lainnya." Ucap Ronal menunjuk kedua mobil yang terparkir.

"Omong kosong apa yang kau katakan?" Tanya Bams yang mengetahui sejak awal hanya ada dua mobil. Dan kedua mobil itu masih utuh terparkir disana. "Dan kenapa kau malah masih di---"

"---Berhenti berteriak tidak jelas padaku!" Potong Ronal. "Melihat dirimu menyadarkanku bahwa lebih baik memiliki otak yang cerdas ketimbang otot yang besar!" Sambungnya membuat anak buah Bams menahan tawa mendengar cibiran Ronal pada Bams. "Tadi malam disini ada tiga mobil yang terparkir." Ucap Ronal dengan sinis.

"Kau yakin?" Tanya Bams.

"Apa kau benar-benar tidak menyadarinya?" Tanya Ronal balik.

"Jika kau sudah mengetahuinya dari awal." Jawab Bams. "Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?" Tanya Bams.

"Aku pikir emang sejak awal mobil pemilik gedung ini ada tiga." Jawab Ronal.

"Melihat dirimu menyadarkanku bahwa memiliki otot yang besar lebih baik dari pada orang yang mengaku-ngaku mempunyai otaknyang cerdas!" Balasnya pada Ronal yang sebelumnya mencibirnya membuat anak buah Bams kembali menahan tawa.

"Tunggu!" Sela Ronal mengabaikan cibiran Bams padanya.

"Apa?" Tanya Bams.

"Ada seorang yang datang menolongnya secar khusus." Ucap Ronal berbalik badan melangkah ke mobilnya. "Wah! Orang yang kita buru benar-benar sesuatu." Puji Ronal disusul oleh Bams dari belakang. "Eittss!" Menepis tangan Bams yang hendak membuka pintu mobilnya untuk masuk.

"Kau membutuhkan ototku untuk melumpuhkannya." Balas Bams menepis balik tangan Ronal untuk masuk kedalam mobil. "Kalian ikuti mobil ini dari belakang!" Perintahnya kemudian dari dalam mobil pada anak buahnya yang bergerak masuk kemobil lainnya.

Di waktu bersamaan Lukas dan Salwa sedang bersantai menikmati sarapan di atas balkon.

"Mengenai alasan datang menyusulku kesini." Ucap Lukas saat turun dari atas balkon. "Kau belum mengatakannya." Sambungnya sambil melempar bungkus nasi ke dalam tong sampah.

"Oh mengenai itu aku sebe---." Ucap Salwa terputus oleh dering ponselnya. "---Sebentar, Aku angkat telpon dulu." Sambungnya meraih ponsel dan melihat panggilan masuk dari Salma membuat keduanya saling melihat.

"Heh!Dia lagi?" Tanya Lukas menyeringai. "Kenapa dia selalu menelpon saat---" Ucapnya terjeda sesaat. "---Angkat aja!" Sambung Lukas melihat Salwa yang malah membatu menatap padanya.

"Halo." Sambut Salwa.

"Kalian udah dimana?" Tanya Salma dari ujung telpon.

"Masih beres-beres Kak." Jawab Salwa.

"Apa?!!" Bentak Salma. "Kamu tahu kan ini lagi genting!" Bentaknya kembali membuat Salwa menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Iya kak. Salwa tahu." Sahutnya. "Ini juga kita bakal balik kok hari ini." Sambungnya.

"Mana Luhan?" Tanya Salwa. "Coba kasih telponnya aku mau ngomong." Pintanya.

"Untuk apa Kak Salwa mesti ngomong khusus sama suamiku."

"Yaaa---" Ucapnya terjeda sesaat memikirkan alasan. "---Yaa Kakak cuma mau bantuin kamu aja sih bujuk dia segera pulang." Sambungnya.

"Luhan lagi mandi kak." Jawabnya berbohong membuat Lukas menyeringai. "Aku tutup ya kak. Soalnya masih mau berberes." Mengakhiri telpon.

"Dasar ganjen!" Umpat Salwa berbalik dan mendapati Lukas menatap kearahnya.

"Apa kau sudah bertemu dengan suamimu?" Tanya Lukas dibalas anggukan kepala oleh Salwa. "Apa dia baik-baik saja?" Tanya Lukas membuat Salwa berlutut dihadapannya. "Hei, ada apa denganmu?"

"Aku ingin meminta bantuan padamu!" Memohon dengan kedua telapak tangan menyatu. "Ini adalah alasanku menyusulmu kesini." Membungkukan badannya memohon pada Lukas.

"Berdiri dari sana!" Pinta Lukas mengalihkan pandangannya dari Salwa yang berlutut serta membungkuk di hadapannya. "Kau begitu membuatku seperti orang jahat saja." Sambungnya.

"Bukankah kau memang seorang penjahat." Sahut Salwa bangkit dari lantai dan duduk ditepi ranjang bersama Lukas.

"Apa kau akan menyerahkanku pada polisi?" Tanya Lukas yang dibalas gelengan kepala oleh Salwa. "Kenapa? Bukankah kau baru saja mengatakan aku seorang kriminal?"

"Aku membutuhkanmu!" Jawab Salwa. "Mana mungkin aku menyerahkanmu pada polisi." Sambungnya.

"Jika kau tak menyerahkanku pada polisi bagaimana kau bisa membebaskan suamimu." Sahut Lukas.

"Tanpa menyerahkanmu aku bisa mengeluarkannya dengan ini." Menunjuk jari Lukas.

"Lalu untuk apa kau datang meminta bantuanku?"

"Aku membutuhkan dirimu untuk menggantikan suamiku di rumah dan di perusahaan." Jawab Salwa.

"Apa suamimu melarikan diri dengan wanita lain?" Cibir Lukas yang merasa permintaan Salwa tidaklah masuk akal.

"Akan jauh lebih baik jika dia bisa melakukan itu." Jawab Salwa. "Tapi saat ini untuk turun dari ranjang pun dia tidak bisa melakukannya sendiri." Jelasnya Salwa.

"Apa sebenarnya yang terjadi?" Tanya Lukas.

"Luhan koma." Melihat ke Lukas. "Dia dalam keadaan vegetatif." Sambungnya. "Tak ada yang tahu kapan ia akan bangun dari komanya." Jelas Salwa memalingkan wajahnya dari tatapan Lukas. Ia menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Aku turut bersedih." Ucap Lukas sambil menepuk-nepuk punggung Salwa yang masih menangis disertai sesenggukan. "Tapi jujur Aku gak bisa bantu kamu." Sambungnya membuat Salwa mengangkat wajahnya melihat ke Lukas.

"Lukas, Aku mohon!" Menangkup tangan Lukas. "Emperal grup membutuhkanmu untuk menenangkan para direksi." Sambungnya. "Aku tak tahu siapa yang membuat berita mengenai Luhan menghilang. Berita itu berhasil mengguncang saham perusahaan. Dan kedua mertuaku dilarikan kerumah sakit karna berita ini." Jelasnya. "Lukas,Aku mohon!" Dengan air mata yang terus mengalir. "Hanya kau satu-satunya yang bisa membantuku."

"Aku tetap gak bisa!" Tolak Lukas.

"Kenapa kau tak bisa?" Tanya Salwa yang kini menangkup wajah Lukas yang memalingkannya darinya.

🍁🍁🍁

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!