"Ada apa?" tanya Citra melihat raut wajah Dinda yang terlihat panik .
"Daniel, Citra, Aku harus pulang," jawab Dinda menatap kedua sahabatnya dengan menutup kepanikan nya.
"Loh ko buru-buru amat, biasanya juga sampai malam?" tanya Daniel heran, biasanya mereka memang suka pulang malam sampai kedua orang tua Citra pulang .
"Aku, ada urusan penting, jadi Aku pulang dulu ya," jelas Dinda masih berusaha untuk tenang.
"Biar aku antar," tawar Daniel sambil beranjak dari duduknya.
"Tidak usah, Aku bisa naik taxi," tolak Dinda dengan halus.
"Biar Aku saja yang mengantarkan," timpal Citra ikut menawarkan diri.
"Tidak usah, mending cari kan taxi saja," jawab Dinda yang tidak ingin melibatkan keduanya .
Akhirnya Daniel pun mencarikan taxi untuk Dinda meskipun merasa heran dengan perubahan sahabatnya. Setelah saling mengucapkan sampai jumpa dan mengembalikan jaket Daniel dan meminjam seragam Citra yang lain, Dinda pun masuk dan segera menaiki taxi .
Sementara di sebuah halaman rumah, tampak seorang pemuda turun dari mobilnya, sang Asisten pun mengikuti dari belakang pria tersebut celingak-celinguk mencari seseorang, namun yang di cari tidak ada dan segera berjalan menuju pintu .
Sampailah di depan sebuah pintu Pa Beni menyambut di depan pintu.
"Di mana gadis itu?" tanya pemuda tersebut tanpa menatap Pa Beni, pemuda itu tidak lain adalah Farel.
"Nona Muda belum pulang Tuan," jawab Pa beni sambil menunduk .
Farel yang mendengar hal tersebut sedikit kesal dan segera masuk, bergegas menaiki anak tangga, di ikuti Pa Beni dari belakang sementara Devit masuk ke ruangan kerja Farel .
Setelah masuk kamar Pa Beni pun membantu Farel melepaskan sepatunya, dan menyiapkan air hangat untuk mandi, tugas yang biasa nya dia lakukan sebelum Farel menikah sekarang di gantikan oleh Dinda .
Sementara di sebuah Taxi, Dinda terus merasa tegang dan gugup, membayangkan entah apa yang akan terjadi? di rumah yang menurut nya seperti neraka itu, hingga sampailah Taxi tepat di depan gerbang rumah tersebut.
Dinda segera turun dan membayar taxi tersebut, dan segera memencet bel rumah nya, tak lama satpam membuka kan gerbang tersebut.
Dinda pun masuk dengan tergesa-gesa , menuju rumah tersebut dan segera ingin mengetuk pintu namun Pa Beni lebih dulu membuka pintu tersebut .
"Nona Muda, Tuan Muda, sudah pulang," ucap Pa Beni dengan wajah khawatir .
"Iya Pa Beni, sekarang dia di mana?" tanya nya dengan wajah tegang .
"Ada di kamarnya, Ayo, Nona biar Saya antar," ucap Pa Beni mempersilahkan Dinda untuk masuk .
Pa Beni pun mengantarkan Dinda hanya sampai tangga saja, lalu segera bergegas ke dapur, Dinda pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pa Beni .
Lalu segera menaiki anak tangga dengan terburu-buru, sampai lah di atas, Dinda di kaget kan dengan Devit yang sudah berdiri dari atas tangga .
"Asisten Devit, anda mengagetkan Saya saja, kalau jantung saya copot bagaimana?" ucap Dinda sambil memegang dadanya .
"Nona, Anda telah melakukan kesalahan," ucap Devit menatap tajam gadis di hadapannya, tanpa memperdulikan perkataan nya.
"Asisten Devit, tolong Saya, anda orang baik, bantu Saya ya. Pleees," ucap Dinda memegang tangan Devit, membuat Devit heran, biasanya orang lain pasti akan takut dengan sorot mata nya tapi, gadis di hadapannya justru malah meminta tolong .
"Nona, ini kesalahan Anda, mari saya antar," jawab Devit sambil menarik Dinda untuk masuk, Devit pun membuka kan pintu dan menyuruh Dinda masuk. Dinda pun mau tak mau masuk, meskipun hatinya terus saja mengumpat dengan kesal Asisten Devit.
"Semoga Nona Muda bisa meredakan amarah Tuan Muda," gumam Devit setelah menutup pintu .
Dinda pun berdiri tepat di depan pintu, melihat seorang pemuda sedang fokus dengan laptopnya. Farel yang melihat keberadaan Dinda pun menoleh ke arah gadis tersebut dan segera berdiri menghampiri gadis tersebut .
"Selamat sore Tuan," Sapa Dinda berusaha menyapa meski sudah bergetar .
"Sore kau bilang? lihat itu," ucap Farel menunjuk ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan jam 06.00. berarti pertanda sudah malam .
"Maaf Tuan," jawab Dinda sambil menunduk merutuki kebodohan nya sendiri.
"Baru hari pertama, Aku mengijinkan mu untuk sekolah, kau sudah berani melanggar semua nya, bagaimana kedepannya ? kau pikir, Aku akan membiarkan mu bebas, haaah!" ucap Farel dengan nada meninggi .
Dinda pun hanya menunduk, keringat dingin mulai membasahi wajahnya, tiba-tiba Dinda langsung berlutut tanpa Farel duga.
"Tuan, Saya mohon, tetap izinkan Saya untuk sekolah, sekolah adalah impian Saya sejak dulu. Tuan boleh menghukum Saya apa saja, asal Tuan tetap mengijinkan Saya untuk tetap sekolah, Saya mohon Tuan berbelas kasih lah, saya janji jika Tuan tetap mengijinkan Saya untuk sekolah, saya akan pulang tepat waktu dan Saya akan merasa berterima kasih pada tuan," celoteh Dinda panjang lebar sambil menangis .
Entah mengapa gadis tersebut melakukan hal itu? mungkin karena merasa hidup nya hanya bergantung pada pemuda tersebut .
Farel menatap wajah gadis tersebut, melihat gadis tersebut hati nya entah mengapa tiba-tiba merasa ikut sedih .
"Kenapa? melihat dia menangis membuat dada ku sesak ya?" gumam Farel di dalam hatinya .
Farel berjalan menuju ke arah sofa dan duduk, tanpa memperdulikan Dinda yang masih memohon .
"Baiklah, kali ini Aku memberi mu kesempatan, tapi jika kau melakukan kesalahan, Aku tidak akan mengijinkan mu untuk sekolah lagi," putus Farel pada akhirnya setelah beberapa saat berpikir karena merasa sangat begitu kasihan.
"Terimakasih-terimakasih Tuan," ucap Dinda masih tetap pada posisinya gadis itu merasa sangat begitu senang.
"Sebagai gantinya kau pijat Aku," ucap Farel sambil tersenyum tipis .
Dinda pun segera bangun dari tempat tersebut dan segera bergegas memijit punggung Farel tanpa banyak bicara .
Setelah hampir dua jam Dinda masih setia memijit punggung Farel, sebenarnya kaki nya sudah pegal, tentu saja pegal karena Dinda memijit sambil berdiri dengan posisi Farel duduk di sofa.
TOK-TOK-TOK..
Suara pintu di ketuk, membuat Farel menyuruh orang tersebut untuk masuk, setelah mendengar sahutan dari dalam orang tersebut membuka pintu .
Tampak lah Pa Beni berdiri tegap berjalan mendekati kedua nya .
"Tuan muda, Tuan Besar sudah pulang dan seluruh anggota keluarga sudah bersiap untuk makan malam, apa Tuan Muda ingin makan malam bersama atau saya antar kan?" jelas Pa Beni panjang lebar sambil menunduk .
"Sebentar lagi aku turun!" jawab Farel dengan datar masih fokus dengan laptopnya .
Pa Beni pun mengangguk mengerti dan segera membungkukkan badan untuk keluar, sambil sedikit tersenyum melihat Dinda memijit Tuan Mudanya .
"Lanjut, kenapa berhenti?" ucap Farel saat merasa tangan Dinda tidak bergerak .
"Tuan, Saya lapar, bisakah sedikit saja saya makan?" ucap Dinda dengan lesu .
"Lanjut dulu atau kau..." ucap Farel sambil tersenyum seringai.
"Tidak, tidak, Tuan, Saya akan melanjutkan," jawab Dinda dengan cepat karena merasa takut .
Dinda pun kembali memijit dengan lemas, karena memang sebenarnya kaki nya sudah sangat pegal .
Bruuuuuugh
Dinda terjatuh, karena Farel berdiri mendadak, pemuda itu berjalan meletakkan laptop nya tanpa melihat ke arah Dinda .
"Tuan, kenapa Anda berdiri mendadak?" tanya Dinda sambil memegangi pantatnya yang sakit .
"Dasar lemah, baru segitu saja sudah jatuh," sindir Farel dengan mengejek tanpa memperdulikan Dinda yang kesakitan.
Farel hendak membuka pintu, namun langkah nya terhenti saat melihat Dinda masih duduk di bawah .
"Kau bilang kau lapar? apa kau akan tetap duduk terus di situ?" Tanya Farel menoleh ke arah Dinda dengan heran, membuat Dinda segera berdiri .
"Tuan, Saya belum mandi," celetuk Dinda tiba-tiba sambil memegang pantatnya .
"Ck.. Kau jorok sekali," decak Faarel menatap tajam gadis di hadapannya .
Dinda pun segera memasuki kamar mandi, setelah Farel menyuruh nya untuk mandi dan Farel pun duduk kembali .
Tak lama kemudian
Devit masuk menghampiri Farel, Farel pun mempersilahkan Devit untuk duduk di samping nya, dan mulai membahas tentang pekerjaan, sambil Devit menengok kesana-kemari merasa heran .
Tak beberapa lama kemudian
Dinda yang sudah mandi tiba-tiba teringat kalo dirinya lupa membawa handuk kebiasaan yang membuat dirinya kesusahan dibuat nya.
"Aduh, kenapa Aku harus lupa lagi sih? semoga Tuan galak itu sudah keluar," gumam Dinda di dalam hatinya sambil mondar-mandir.
Dinda segera membuka pintu, menyumulkan kepalanya untuk mengintip, Dinda melihat kedua orang sedang duduk di sofa merasa kaget .
"Bagaimana ini?" gumam nya sambil mondar mandir dengan panik.
Akhirnya dengan terpaksa, Dinda menyumulkan kepalanya lagi, melihat kedua nya masih di sana akhirnya dengan keberanian nya Dinda berusaha untuk memanggil salah satu di antara kedua nya .
"Tuan Farel, Asisten Devit, maaf, bisakah kalian keluar? atau membantu saya?" teriak nya membuat keduanya kaget .
"Apa yang kau lakukan?" tanya Farel sambil berdiri dan mendekati Dinda .
Devit pun juga ikut berdiri, Dinda yang melihat Farel mendekat ke arah nya pun panik .
"Tuan, jangan mendekat, Saya tidak pakai baju, bisakah? Anda mengambilkan handuk, atau tuan keluar sebentar?" jelas Dinda sambil menahan pintu.
Farel yang merasa kesal, akhirnya menyuruh Devit untuk keluar. Devit pun keluar dan setelah menutup pintu Devit pun geleng-geleng kepala merasa lucu menurut nya .
"Tak kusangka? kenapa Aku bisa tersenyum begini ya? melihat tingkah Nona Muda. semoga nona muda bisa meluluhkan hati Tuan Muda yang sudah lama mati," gumam Devit di balik pintu sambil tersenyum tipis.
Sementara Farel segera memberikan handuk pada Dinda, Dinda pun mengucapkan terima kasih .
Setelah beberapa saat kemudian, Dinda yang sudah menggunakan handuk pun keluar Dinda kaget saat melihat Farel masih berdiri di depan pintu .
"Tu-tuan, masih ada di sini?" tanya nya dengan terbata-bata .
"Dasar ceroboh, berani nya membuat ku menunggu!" hardiknya menatap tajam gadis di hadapannya .
"Maaf, Tuan Saya tidak bermaksud, kalo begitu Saya ganti baju dulu," jawab Dinda sambil menunduk.
Setelah itu Dinda pun segera berlari kecil, namun Karena rambutnya yang basah tiba-tiba hampir kepleset, Farel yang melihat Dinda hampir jatuh langsung berlari menangkap gadis tersebut, posisi Farel memegang pinggang Dinda, Dinda pun membulat kan matanya sempurna, mata mereka saling bertatapan. jantung nya mulai berdetak kencang ini kali pertamanya mereka berdua saling menatap lebih dekat .
Dinda yang tersadar langsung berusaha untuk berdiri berusaha untuk mengontrol jantung nya yang hendak keluar dari tempatnya.
"Terima kasih tuan," ucap Dinda melepaskan tangan Farel dari pinggang nya, dan langsung segera masuk ke ruangan walk in closet . Membuat Farel yang tadi bengong pun tersadar .
"Ada apa ini? kenapa saat menatap matanya membuat ku tak berdaya, dan bahkan jantung ku kenapa?" gumam Farel sambil memegang dadanya merasa heran sendiri.
Sementara di dalam Dinda terus menghela nafas panjang .
"Dinda- Dinda, tenangkan diri mu," ucap nya mencoba menenangkan dirinya, sambil memakai pakaian dan segera menyisir rambut nya, membiarkan rambutnya yang basah, setelah itu segera keluar .
Farel yang melihat Dinda keluar pun segera membuka pintu untuk keluar, tanpa ingin berbicara sepatah kata pun, Dinda pun langsung mengikuti Farel dari belakang, hingga mereka berdua pun sudah sampai di depan meja makan, semuanya ternyata masih menunggu keduanya, Devit pun rupanya ada di sana ikut makan bersama. Pa Beni pun sigap menarik kursi untuk Farel duduk .
"Malam Farel," sapa Tuan Besar sambil tersenyum tipis menatap putranya itu.
"Malam Pah," jawab Farel singkat.
Mendengar sapaannya di jawab putranya, membuat Fikram merasa senang, ternyata putranya tidak lagi marah padanya, dan sambil tersenyum melihat ke arah Dinda, apa lagi melihat rambut Dinda yang basah.
Sementara Nyonya Besar, menatap Dinda dengan kesal, apa lagi hari ini Dinda pulang sore, jadi tidak ada orang yang dia bebas suruh-suruh.
Namun rasa kesalnya berganti menjadi heran saat melihat rambut Dinda yang basah, begitu juga dengan kedua adik Farel yang terus melihat Dinda dengan tatapan aneh .
"Mereka kenapa? melihat ku begitu? apa ada yang aneh dengan ku?" gumam Dinda di dalam hatinya merasa risih dengan tatapan semuanya.
Mereka pun makan tanpa banyak bicara, hanya suara sendok yang terdengar, mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing, hingga makan malam pun selesai. Devit pun pamit untuk pulang, sementara Dinda mengikuti Farel, kembali ke kamar mereka, begitu juga dengan mereka tanpa berbicara sepatah kata pun .
Hingga tiba lah Dinda dan Farel di kamar Dinda segera berganti pakaian, lalu menyiapkan pakaian tidur untuk Farel setelah itu Farel sudah memakai pakaian tidur nya, Dinda yang hendak bersiap untuk tidur namun harus kecewa.
"Mau apa kau?" suara Farel membuat Aktifitas Dinda terhenti.
"Tidur tuan," jawab Dinda sambil menunduk.
"Siapa yang mengizinkan mu untuk tidur? pijit kaki ku!" ucap Farel sambil menunjuk kakinya yang di letakkan di atas meja .
Dinda pun menghela nafas panjang dan segera bergegas menuju ke arah Farel, Dinda pun memijit kaki Farel sambil berdiri hingga menjelang malam, namun pria tersebut tak kunjung juga mengantuk, Dinda berulang kali menguap namun pria tersebut masih tetap tak peduli .
Jam menunjukkan pukul sebelas malam
Akhirnya pria tersebut mengizinkan Dinda untuk istirahat, Dinda pun berulang kali mengucapkan terima kasih dan segera berlari ke kamar mandi untuk sikat gigi, bersiap untuk tidur dan segera mematikan lampu ketika Farel sudah naik ke tempat tidur, lalu segera tidur di tempat tidur yang sudah dia siapkan yaitu di atas lantai yang hanya di alasi sprei, tak lama keduanya sudah terlelap .
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Muly Yanti
masak bisa orang tua dan adek"takut.. semacammana hebatnya anak.. pasti menghormati orang tua..
2022-10-08
1
🤗🤗
nah kan
2022-09-14
0
🤗🤗
jangan bilang kau udah mulai peduli
2022-09-14
0