Kekuatan Sebuah Doa
Ujian Nasional baru saja usai. Inilah hari-hari dimana jantung serasa melompat dari dada. Bukan karna cinta atau apalah. Tapi menanti pengumuman.
Biasanya siswa yang berprestasi belum tentu unggul ketika ujian ini. Karena meremehkan.
Banyak juga yang sebelumnya hanya siswa biasa saja tapi malah unggul ketika kelulusan.
"Bagaimana jika aku tidak lulus? Apa yang akan terjadi nantinya?" Itu yang menjadi bayanganku setiap malam.
Ku melempar asal ponsel ke atas kasur, kemudian mengacak rambutku asal.
Tingg..
Tanda pesan masuk melalui akun messenger. Aku langsung membukanya.
[Hai Cantik]
Oleh akun Facebook Alfian Wijaya.
Aku mengabaikannya. Bukan hanya sekali dua kali digoda lelaki di sosial media. Jadi tidak membuatku tertarik sedikitpun.
[Hai Cantik. kok tidak dibalas]
Masih sama. Akun Alfian Wijaya.
[Boleh kenalan?]
Lagi. Akun yang sama.
[Oke]
Hanya itu balasanku.
[Kok malam begini belum tidur. Boleh ku temani]
"Apaan sih, malas sekali aku" batin ku.
Aku mematikan data internet, kemudian mengganti pakaian dengan seragam hitam. Seragam organisasi pencak silat yang ku ikuti.
Lima menit saja sudah sampai di lokasi latihan. Karena jarak antara rumah dan tempat latihan hanya terhalang jalan.
Sesampainya, aku langsung bergabung diantara anggota organisasi yang lain.
"Ra, kamu mau ikut tidak?" Kata Evan pada ku.
Evan adalah teman latihan ku, namun lulus setahun lebih awal. Kala itu usiaku menjadi bahan pertimbangan. Karena masih 12 tahun,dan duduk di bangku Sekolah Dasar.
Menurut ketua rantingnya tidak mungkin siswa SD menjadi pelatih. Itulah sebab aku di tinggal pengesahan.
Begitu kelas tujuh, atau kelas satu SMP pertengahan, aku bisa lulus. selama empat tahun delapan bulan latihan.
Sekarang aku sedang menunggu kelulusan sekolah menengah pertama. Semoga saja lulus. Itu harapan ku.
"Ikut kemana?" Aku mengambil gorengan yang dihidangkan di piring.
"Kita mau latihan bersama di Ranting Indo" Evan menjelaskan.
"Malam ini?"
"Iya. Kalau kamu mau ikut ku ijinkan ke rumah orang tua mu."
"Okey, jika Ayah Ibu ku mengijinkan aku akan ikut" ku ambil satu gorengan lagi.
"Lapar ya mbak?" Anto menggodaku. Ia adalah siswa ku atau bisa di sebut adik tingkat ku. Baru beberapa hari lulus nya.
"Kamu tidak lihat aku sedang galau?" Ku lirik sekilas kemudian memakan gorengan yang tersisa di tangan.
"Makanya jangan menjomblo Mulu. Mas Dhani ganteng loh" ledeknya semakin menjadi.
"Galau kalau tidak lulus. Bukan karena jomblo" aku terdengar ketus, tapi memang kesal.
Bagaimana tidak, jika Dhani menjadi kekasih ku beneran aku pasti akan di amuk masa. Secara penggemarnya dari banyak kalangan. Bukan hanya sekelas, Kakak kelas dan Adik kelas juga banyak.
Bahkan aku pernah di lempar buku oleh teman sekelas ku hanya dekat dengan nya.
"Tapi Mas Dhani ganteng" Anto mengulangi.
"Namanya juga Class Start jelek pun di bilang ganteng."
"Apa artinya."
"Bintang Kelas."
Dia memang wajah rupawan banyak yang menggemari. Bisa dibilang terobsesi.
Dia pandai di segala bidang aku sedikit dekat dengannya. Karena duduk di belakang ku. Jadi mudah untuk mencontek.
"Bagaimana?" Evan baru datang dari rumah ku.
"Yang penting pulangnya jangan kemalaman kata Ibu mu" Evan memang sedikit dekat dengan keluarga ku meski tidak terlalu cocok jika dekat dengan Kakak ku. Entah apa alasannya.
Malam itu aku boncengan motor dengan Evan. Ia membawa sebuah kado untuk pacarnya. Ulang tahunnya sudah lewat, tapi untuk memberi kado baru sempat. Katanya.
Ku aktifkan data internet ponsel ku. Notifikasi Messenger dari akun Alfian Wijaya membuat ku melotot.
"Apa maunya?" batin ku.
Ku buka profil Facebook nya. Usianya terpaut 6 tahun dengan ku. Fian kelahiran tahun 1993. sedangkan aku kelahiran 1999.
"Om om rupanya" aku masih mencari tahu semua yang ada di profil nya.
Setelah bosan dengan berandanya, ku buka pesan darinya.
[Kok tidak di balas lagi Say]
[Lagi sibuk ya?]
[Udah tidur]
[Masa pendekar jam segini sudah tidur? Kenalan yuk]
" Lebay sekali dia, apa lupa umur?" ucap ku lirih. Untungnya Evan tidak bisa mendengar.
[Maaf sibuk]
Hanya itu balasan ku. Ku simpan ponsel ku di kantong celana tanpa mematikan paket datanya. Sehingga notifikasi tetap masuk.
20 menit kami sampai di lokasi. Kami di sambut baik oleh anggota di Indo. kami langsung bergabung dengan mereka begitu juga dengan siswa kami. Mereka latihan bersama dengan siswa Indo.
Evan sibuk dengan kekasihnya, Anto juga sibuk dengan wanita-wanita pendekar di sana. Dari pada bingung, ku ambil ponsel ku.
Ku buka wa grup, sepi. Pesan masuk pun tak ada. Hanya notifikasi YouTube yang ramai.
Ku intip foto-foto Dhani di galeri. Aku memiliki banyak fotonya karena sempat tukaran memori dengannya. Ya, sedekat itu aku dengannya. Banyak yang mengira aku kekasihnya. Padahal hanya penggemar saja.
Dia berfoto bukan karena aku yang meminta. Dhani nya saja yang narsis.
drttt ....drttt....
Ponsel ku bergetar ada telepon masuk dari nomor tak dikenal.
"Halo" ku tempelkan ke telinga.
"Halo Cantik, apa kabar. Ku kira sudah tidur" jawaban dari seberang.
Aku sedikit yakin yang menelepon akun Alfian Wijaya. Karena hanya dia yang menghubungi ku dalam waktu dekat.
Masalah dapat nomor hp dari mana tidak perlu di tanyakan lagi. Di akun ku ada nomor telepon ku, dan lupa belum di privat karena masih di publikasikan.
"Maaf" sahut ku.
"Lagi apa? Sibuk tidak?"
"Lagi duduk saja" sahut ku sekenanya, karena memang sedang duduk di lapangan bersama anggota yang lain.
"Boleh aku temani?" Suara dari seberang.
"Hmm."
"Besok ada waktu tidak? Kita ketemuan di Dermaga."
"Insyaallah" hanya itu.
Dermaga desa yang dimaksud. Karena hanya itu yang terkenal. Ada dua dermaga. Satu dermaga dijadikan pasar sayur dan satu lagi di jadikan tempat wisata atau sekedar cari angin bagi penduduk terdekat.
Sampai situ percakapan ku dengan Fian. Aku menyanggupi pertemuan besok.
...***...
Keesokan paginya, aku tidak mengantar Ibu ku belanja. Biasanya Ibu belanja setiap Minggu karena untuk mengisi bahan baku warung.
Ini pertama kalinya aku bertemu langsung dengan seseorang yang kenal di sosial media.
"Bu aku ijin ke Dermaga ya, ingin main" aku merapikan kerudung segi empat sederhana yang biasa ku pakai.
"Dengan siapa?" Kata Ibu sambil bersiap membuka warung.
"Sendiri. Hanya sebentar Bu."
"Jangan lama-lama. Nanti Ibu akan yasinan kamu harus jaga warung" sahut Ibu tanpa meletakkan kerjaannya.
"Siap! Bu" ku peragakan hormat di depan Ibu, yang pasti beserta senyum gembira.
Hati ku deg-degan. Ini pertama kalinya aku menemui seseorang yang tidak aku kenal. Aneh dengan perasaan ini tapi hati ku penasaran. Aku tertarik dengan gingsul yang ada di pipi kanannya. Menjadikannya semakin manis.
"Apa kabar Dhani yang mengisi hatiku? mungkin perasaan ini hanya sebatas mengaguminya atau sudah berubah menjadi cinta" entahlah aku juga tidak begitu mengerti.
Lima belas menit aku sampai di lokasi. Aku mencari tempat ternyaman supaya tidak kagok jika ada seseorang yang melihat ku.
[Sudah sampai mana Cantik]
Pesan WA dari Fian.
[Aku sudah di Dermaga]
balasanku.
[Aku di parkiran. Kita ke kafe teman ku saja bagaimana. Tidak jauh dari sini]
Usulan dari Fian. Aku hanya menuruti.
[Baiklah aku ke sana]
Sesampainya di parkiran aku langsung menatapnya. Hati ini semakin deg-degan. Lebih manis dari fotonya.
"Hai" Fian melambaikan tangan pada ku sambil meringis memperlihatkan deretan giginya yang bergingsul.
Aku hanya tersenyum. Inikah cinta pandang pertama. Atau hanya rasa aneh yang tumbuh di hati ku. Meski demikian langkah ku semakin maju mendekatinya. Karena motor ku berada tepat didepannya.
"Ayo ikuti aku."
Aku hanya tersenyum lagi. Bingung apa yang harus ku katakan. Tak beberapa lama sampailah di Kafe yang dimaksud. Letaknya strategis di depannya ada sekolah SMK.
"Mau minum apa?" Ucapnya.
"Apa saja yang ada aku pasti minum" aku memarkir motor sambil lirik kanan kiri. Sepi.
"Okey."
Fian masuk ke rumah pemilik kafe. Dari yang kulihat sepertinya ia biasa ke sini.
Sebentar saja Fian keluar membawa dua buah cangkir kopi putih. Tak berselang lama, lelaki setengah baya keluar membawa nampan berisi roti bakar. Dilihat dari rupanya mungkin seusia Ayah ku.
"Ayo diminum jangan sungkan" Fian menyodorkan secangkir kopi untuk ku.
"Terimakasih."
Hanya itu, selanjutnya diam. Aku menyeruput sedikit kopi panas yang disuguhkan.
"Kok diam" Fian memandang ku.
"Hmmm."
"Sudah punya pacar belum Ra?"
Astaga, Fian memanggil nama ku. Jantung ku ingin loncat dari tempatnya. Apakah rasa aneh ini wajar. Perasaan aku tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
"Belum" sahut ku sembari memainkan game zona cacing. Supaya tidak ketahuan jika aku gugup.
"Mau jadi pacar ku?"
"Hmm.. Dua Minggu lagi aku akan ke Jepara. Aku akan sekolah di sana dan pulang hanya satu tahun sekali. Jika Ayah Ibu ku punya biaya."
Padahal hati ku masih bimbang antara lulus dan tidak. Tapi dari hati ku paling dalam mengatakan jika aku akan lulus.
"LDR maksud mu? Tidak masalah asalkan kita saling percaya."
"Apa kamu tidak takut jika aku selingkuh di sana" tantang ku.
"Kamu memang banyak lelaki sebagai teman mu. Tapi aku yakin kamu bakal setia" Fian sangat yakin jika aku akan tetap menjaga hubungan ini.
Seyakin itu kah dengan ku. Apa sudah biasa meyakinkan wanita.
"Kamu tahu? Tanggal lahir kita sama hanya beda tahunnya saja. Kita bisa merayakannya bersama" aku merasa Fian meyakinkan ku dengan cara merayu ku. "Lihatlah ini" Fian memperlihatkan KTP nya pada ku.
Benar. Dia Lahir Tanggal 22 Juni 1993. Aku pun tanggal 22 Juni. Apakah ini akan indah jika berjodoh. Kami akan merayakan ulang tahun yang sama.
"Bagaimana Nara? Apa kamu menerima ku?" Fian menatap ku tanpa berkedip. Aku berusaha tenang meski ini sangat sulit.
"Baiklah akan aku pertimbangkan" sahut ku sekenanya.
"Sekarang. Jika kamu menolak pun aku bisa apa" katanya lagi.
Aku menyeruput kopi yang hampir dingin guna menghilangkan rasa gugup.
"Baiklah aku terima. Aku akan setia. Jika kamu selingkuh akan ku bunuh kamu!!" ancam ku bercanda.
Masa iya aku akan membunuhnya. Yang ada aku di penjara karna membunuh pacar yang selingkuh. Kan tidak lucu.
Satu kecupan di pipi kanan ku membuat ku sadar dari lamunan.
"Jangan makan sebelum berdoa" ucap ku tegas.
"Maaf."
Rupanya Fian paham ucapan ku. Secara ia dewasa dari segi usia. Semoga saja pikirannya juga dewasa.
Jangan makan sebelum berdoa. Sama maknanya dengan jangan menyentuh sebelum menikah.
"Aku ingin pulang berapa tagihannya?" Ku keluarkan selembar uang lima puluh ribuan.
"Biar aku saja. Anggap saja aku mentraktir mu karena kamu menerima cinta ku Sayang" Fian memasuki rumah pemilik kafe lagi.
Seusai pembayaran aku pamit pulang. Sebentar lagi Ibu akan berangkat yasinan. Akan berabe jika tidak langsung pulang.
"Fian aku pulang dulu ya. Ibuku menunggu" aku bersiap dengan tas selempang ku.
"Baiklah. Sampai jumpa" Fian melambaikan tangan kepada ku. Aku hanya tersenyum menanggapi sambil menyalakan mesin motor siap berjalan pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
maulana ya_manna
mampir thor
2023-11-09
1
Bkh Isty
iya kak... terimakasih
2022-11-25
0
ꭱⷽᴀᷡꭲᷡⲙⷽ ͽ֟֯͜᷍ꮴ🔰π¹¹™
wahhh ... bagus banget pembukaan ceritanya, kak. Semangat ya!
2022-11-25
1