Pov Dhani
"Dhan, itu Nera ke arah sini". Rizky menyadarkan lamunanku.
"Iya, akan kulihat, apakah dia benar-benar menjauhiku. Apa hanya gertakan saja".
"Sepertinya berharap sapaan darimu". Kata Rizky yang sedari tadi memperhatikan Nera.
"Biarlah, akan ku beri ruang bernafas, supaya hari-harinya tidak melulu tentangku".
Ku tatap dalam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Aku berusaha menahan senyumku yang sangat sulit dikendalikan. Aku sengaja mencari tahu sekolah tujuan Nera hingga dipermalukan wali kelasku yang sangat hobi bercanda.
...***...
Flashback On
"Loh, Dhani belum pulang". Kala itu setelah perayaan ulang tahun wali kelasku, Pak Adi.
"Belum pak".
"Ada yang ketinggalan kah?".
"Hmmm, Sebenarnya ... ". Aku ragu mengucapkannya.
"Kenapa?".
"Saya ingin bertanya, Nera mau lanjut sekolah dimana ya pak, hehee". Aku bingung, tapi sudah nyemplung. Jadi mau di apakan lagi, sudah terlanjur di sini.
"Loh, kok tanya ke saya. Saya bukan bapaknya".
"Hehe". Ku garuk kepalaku bagian belakang, padahal tidak gatal. "Kan bapak yang membuat album kenangan, kemungkinan besar bapak tahu Nera akan sekolah dimana".
"Kamu suka, tanya sendiri saja jangan cemen dong".
"Aduh, bapak ini seperti tidak pernah jatuh cinta saja".
"Memangnya untuk apa kamu bertanya seperti itu?". Pak Adi menatapku meledek.
"Aduh, bapak ini loh. Saya juga mau sekolah yang sama dengannya".
"Tanya ke Nera saja, jangan malu dong. Biasanya kamu kan malu-maluin".
"Aduh pak, ini bukan masalah malu, tapi ya memang malu".
"Ada-ada saja". Pak Adi malah masuk ke rumahnya. Aku terpaksa mengekor di belakangnya.
"Pak, ayolah. Saya mohon, berikan informasi itu. Saya sangat membutuhkannya".
"Kamu tanyakan saja sendiri". Kata pak Adi.
"Kasih tau kenapa yah, kasihan anak itu". Istri pak Adi yang kebetulan di jendela ikut membujuk suaminya.
Pak Adi keluar membawa secarik kertas yang disodorkan padaku. "Jangan jadi pengecut ya, lain kali langsung dengan orangnya".
"Iya pak, siap deh".
"Saya tunggu undangannya".
"Doakan semoga sukses pak, bukan undangan. Saya tidak akan menjadi pengecut lagi". Ucapku tegas, dan lantang. Sehingga istri pak Adi menahan tawanya.
Flashback Off
Aku jadi teringat pak Adi, guru bar-bar yang penyayang. Guru simpel yang tidak banyak gaya. Guru tegas yang tidak banyak bicara. Guru idolanya Nera juga. Nera selalu mendapat nilai sepuluh di mata pelajarannya. Tapi anehnya di mata pelajaran lain Nera selalu menyalin hasil kerjaku.
Meski menyalin, pasti ada satu atau dua nomor yang tidak disalin. Padahal dia wanita yang pandai dalam segala hal, tapi mengapa seperti malas sekali jika di suruh berfikir.
Jadi teringat masa SMP, dimana aku jadi pria lebay yang di gemari banyak orang. Itu membuatku tersiksa, sehingga sangat sulit mendapatkan hati Nera. Sejauh ini pun cintaku belum resmi di terima, masih harus menunggu idul adha dan tidak pulang, baru aku akan di terima. Itu pun jika Nera bersedia. Jika tidak, aku bisa apa?
"Dhan, apa rencanamu selanjutnya?". Rizky masih menatap punggung Nera.
"Sudahlah, lebih baik kamu persiapkan untuk rapat perdana bersama santri putri".
"Bersama Nera, asik". Rizky kegirangan seperti anak kecil mendapat mainan.
Aku juga tidak tahu bagaimana besok menghadap Nera, seperti sidang dengan lurah pondok saja. Aku hanya tersenyum membayangkan wajah Nera yang tak pernah membuatku bosan, apalagi meninggalkannya. Tidak, tidak akan aku berhenti berjuang meski dalam diam.
"Buat apa Nera membawa buku besar". Rizky masih berbicara seputar tentang Nera.
Aku sering melihat Nera menulis seperti cerpen tapi ini lebih banyak. Hampir satu buku penuh, semacam cerita bersambung. Dia memang hobi menulis, dia juga selalu menjadi sekertaris di sekolah.
"Apakah dia seorang penulis novel? Aku akan membuktikannya sendiri". Batinku.
...***...
Pov Marissa
"Mir, kamu panggil sekertaris OSIS dan bendaharanya". Ku masukkan buku dan pelengkapnya ke dalam tas, kemudian keluar kelas. Kebetulan kelas sedang jam kosong.
"Siap! Mira sangat semangat, apalagi ini rapat perdana dengan santri putra. Dia juga menggemari Rizky. Salah satu inti OSIS putra.
Aku hanya menunggu di lantai satu gedung SMK. Tak berselang lama yang di tunggu datang. Ku tatap sinis mata Nera yang sok tenang itu.
Aku harus mendapatkan apa yang ku inginkan, termasuk Dhani. Aku harus menyingkirkan Nera terlebih dahulu.
"Kita langsung saja ke lab BB". Aku melangkah dan diikuti semuanya menuju lab BB (Busana Butik). Tak lupa, Mira selalu menggandeng lenganku.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh". Ketika kami sudah masuk sempurna ke dalam lab.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh". Sahut inti OSIS putri.
"Sebelumnya, kami akan mengadakan rapat perdana dengan OSIS putra mengenai kegiatan LDK nantinya". Ku tatap mata Nera yang masih tenang.
"LDK tuh apa Mar?". Ida menyimak dengan diam. Beda dengan Nera yang acuh namun tetap tenang.
Sebenarnya Nera itu orangnya baik dan cantik. Hanya saja kalau di baikin bisa saja ngelunjak. Aku hanya ingin Dhani dari nya. Jika dia mau menyerahkan dengan senang hati, aku juga akan menerima pertemanannya dengan senang hati juga.
"Latihan Dasar Kepemimpinan. Disini kami akan melatih diri kita bagaimana cara memimpin. Anggota OSIS yang mengikuti acara ini". Aku menjelaskan dengan tegas.
Alangkah menyebalkannya, Nera masih tenang dan fokus dengan pikirannya sendiri. Hanya sekilas menolehku dengan tatapan datar.
Setelahnya, kami sibuk dengan diri masing-masing. Sesekali aku mencuri pandang kepada Nera yang asik mengobrol dengan Ida, terkadang juga tertawa. Sepertinya sangat tenang hidupnya, padahal sering di ta'zir.
"Assalamualaikum". Suara salam berulang kali. Hatiku terasa tersambar petir melihat pujaan hatiku. Gemetar. Dhani tercinta sangat keren meski memakai sandal jepit swalow biru.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarrokatuh". Sahut kami yang di dalam.
Ku lirik Nera sekilas, dia tampak diam hanya menjawab salam sambil tetap tenang berbicara lirih dengan Ida. Apa dia sok jaim di depan Dhani. Apa ini caranya memikat?.
Kalau aku tenang seperti Nera sudah pasti Dhani akan pindah haluan dan tidak akan melirikku. Aku yang sedikit cari perhatian saja di abaikan.
Kami duduk santai seperti rapat pada umumnya. Disini pemimpinnya Dhani, kami kaum putri hanya diam dan memberi sanggahan, begitu pun aku. Kalau rapat bersama santri putra, pemimpinnya ketua OSIS putra.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh". Dhani mengawali rapat dengan salam. Sangat berwibawa, tatapannya juga tegas.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh". Sahut kami serempak.
"Okey, tanpa banyak basa-basi, saya langsung pada pokok pembahasan. Disini kami berkumpul ingin mendiskusikan kegiatan LDK atau Latihan dasar kepemimpinan. Tujuannya supaya kami bisa mempondasi diri menjadi sosok pemimpin yang bertanggung jawab. Belajar bagaimana kita menempatkan diri menjadi seorang pemimpin. Intinya bagaimana kita bisa memimpin dengan menyikapi segala hal yang mungkin terjadi dan bertanggung jawab atas kepemimpinan kita". Dhani menjelaskan secara garis besar saja.
"Ada yang perlu di tanyakan". Dhani menatap setiap member yang ada.
"Bagi sekertaris putra atau pun putri". Dani menatap Nera yang masih memasang wajah datar. Kemudian tersenyum kece pada Nera. membuatku sangat cemburu. "Persiapkan proposalnya, dua hari lagi kalian diskusikan. Besoknya di haturkan ke ndalem di dampingi ketua OSIS atau wakilnya".
"Okey". Sahut Rizky, dengan anggukan kepala. Sedangkan Nera, Dia hanya menatap Dhani tanpa ekspresi.
"Dasar, tebar pesona". Makiku dalam hati, untuk siapa lagi kalau bukan Nera. Aku tidak rela jika Dhani masih memilih Nera. Aku tidak rela.
"Okey, jika tidak ada yang perlu ditanyakan lagi, rapat tutup". Dhani diam menunggu sanggahan atau pertanyaan.
"Okey, sekian. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh". Dhani menutup rapat, karena tidak ada yang perlu di tanyakan lagi.
Dhani langsung keluar diikuti yang lainnya. Sedangkan Nera hanya diam memperhatikan santri putra yang keluar tanpa sisa.
"Jangan berharap deh, Dhani sudah move on dari kamu". Aku berbisik ditelinga Nera.
Sialnya, Nera hanya menatapku sekilas tanpa jawaban, kemudian keluar. Yang jelas menuju asrama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments