Pov Dhani
Seperti biasa, pukul tiga lebih dua puluh lima menit dini hari. Bisa kurang bisa lebih, Aku sudah siap dengan sholat malam. Sajadah sudah terbentang, siap mejadi saksi amal ibadah ku kelak. Semoga saja di terima.
Ini sudah berlangsung selama empat tahun dan memasuki tahun ke lima sejak pertemuan pertama dengan Nera.
"Ya Allah, bukalah pintu hati Tenera Alivia berikanlah Rahmat dan Hidayah-Mu dan jadikan dia sebagai Istri solehah ku kelak, amiin ya Allah" itulah doa penutup setelah tahajud.
"Semoga Istiqomah ku tidak sia-sia ya Allah" Ucap ku dalam hati sembari melipat sajadah. Aku mengambil kitab hafalan umrithi yang hampir lusuh, karena sering di buka dan selalu di bawa ke mana-mana.
Aku mengikuti sekolah salafiyah, namun langsung ke kelas tiga, karena aku merasa sudah menguasai ilmu kelas satu dan dua.
Beda dengan Nera, ia mengulang semuanya dari awal, supaya lebih memahami. Karena ilmu itu akan di hadiahkan untuk anak-anaknya kelak. Karena ilmu paling rendah yang akan di ajarkan pada anaknya yang masih pemula nantinya.
Nera meyakini, suatu saat di akhirat apa pun yang di ajarkan orang tua kepada anaknya akan sampai pada hari kiamat.
Nera berharap pahala anaknya akan mengalir ke padanya suatu saat nanti. Meski pun hanya satu ayat, yaitu bismillahirrahmanirrahim. Lafadz itu akan di bawa selamanya oleh anaknya ke mana pun ia pergi mengarungi bumi.
"Dhan, kamu sudah siap dengan visi misi mu? Nanti akan di presentasikan loh" Rizky duduk di samping ku yang masih menghafalkan umrithi, sambil menunggu subuh tiba.
Sejauh ini aku masih adzan subuh di ndalem yang speakernya ke seluruh asrama. Kecuali asrama rusun yang jaraknya kurang lebih satu kilo meter. Asrama rusun hanya berisi santri Mts putra dan MA putra.
Asrama tersebut bersebelahan dengan gedung Mts putra putri, dan gedung MA putra putri. Jadi santri putri Mts dan MA manaiki kloter menuju sekolahnya. Sedangkan SMK putri cukup jalan kaki.
"Sekeluarnya kata-kata dari mulut ku saja" sahut ku santai.
"Emang gampang ya kalau kamu bicara di depan umum."
"Sama saja seperti bicara dengan mu."
"Dasar kamu ya, semoga kamu jadi Ketos supaya SMK ini asik seperti diri mu."
Ada saja yang masih suka dengan ku yang cerobohnya tidak tahu malu, dan bicara seenak udel sendiri.
"Oke, akan ku buat SMK ini berbeda, dengan SMK putri sekali pun."
"Sudah waktunya adzan, buruan berangkat. Keburu telat."
"Siap Ndan! perjuangan masa depan, hehehe."
Aku bergegas ke ndalem untuk rutinitas subuh ku.
"Le, sudah satu bulan lebih kamu adzan dan tidak pernah telat. Mulai nanti bawakan kitab ini untuk ngaji setelah subuh" Abah memanggil ku seusai aku adzan.
"Nggeh Bah" hanya itu yang mampu ku ucapkan. Hati ingin menolak, namun naluri ku lebih menerima.
Ini adalah tugas baru bagi ku. menyiapkan ngaos Abah setelah subuh. Tandanya aku tidak boleh telat, tidak boleh datang setelah Abah. Sebelum Abah rawuh (datang) aku harus standby di halaman ndalem.
Ini tandanya aku tidak boleh mendapat ta'ziran supaya tidak telat menyiapkan ngaos Abah.
Meski hati ini menggerutu, bibir ku selalu tersenyum. Menerima semua apa yang di perintahkan oleh Abah.
Aku harus nurut, ini contoh Birrul Walidain. Ayah Ibu ku jauh, aku di sini di titipkan pada Abah jadi aku harus nurut apa pun perintahnya. Tidak mungkin Abah memerintahkan aku sesuatu hal yang buruk.
Dhani sudah membiasakan diri hidup tanpa ta'ziran, lalu apa kabar Nera dengan segala ta'ziran-nya?
...***...
Bocah ayu ini masih setia dengan ta'ziran-nya. Sifat keras kepala yang membuat ia selalu melawan apa pun yang sekiranya ada kebenaran yang di salahkan. Itu membuat dirinya semakin di ta'zir.
Memang tidak salah membela kebenaran, yang salah itu emosinya yang tidak bisa di atur yang membuatnya selalu terjadi baku hantam dengan santri lain.
Santri putri sudah berbaris di depan gerbang SMK putri, siap menuju SMK putra untuk mengikuti upacara pelantikan OSIS sekalian memperkenalkan calon Ketua tahun ini.
(Maaf ya, author bikin kelas X jadi OSIS, biasanya kelas XI Ketos dan Wakilnya kelas X. Tapi ini di buat beda).
"Ra, aku sudah tidak sabar ingin melihat begitu tampan pacar ku, hehehe" Ida mulai meracau. Ia menjadi sedikit cerewet semenjak menjalin hubungan dengan Angga.
"Heh, aku malas sekali harus upacara-upacaraan segala. Memperpanjang waktu saja. Memang enak sih jam kosong, tapi malas juga kalau di suruh upacara."
"Aduh Ra, tidak usah ngedumel deh" cetus Rani.
"Mending kamu tatap saja si bocah tengil mu" timpal Ida.
"Heleh, aku tidak yakin dia menerima jabatan itu."
"Semoga saja dia menerima, supaya mendapat pacar baru. Bukan kamu yang tidak pernah menganggapnya" sahut Ida sangat ngena.
Deg.
Kenapa aku nyesek ya, tidak pernah menerima Dhani. Apa mungkin dia hanya mempermainkan ku. Sejak SMP dia selalu seperti itu ke pada setiap wanita. Semua di anggap bercandaan.
"Huhhh" ku buang nafas kasar. Bingung dengan rasa ini.
Aku masih ingin setia menjaga hati ku untuk Fian, meski aku tak tahu bagaimana dengan Fian.
"Wah, itu si bocah tengil. Manis banget Ra" Ida histeris melihat tampilan Dhani yang sekarang.
Aku memang sedikit terpana dengan tampilannya kali ini. Apa dia akan menerima jabatan ini dengan senang hati, apa hanya menjaga nama baik Angga. Entah lah hanya dia yang tahu.
"Ganteng gitu tidak kamu anggap Ra? Jangan nyesel kalau dia beralih" Rani menatap ku sekilas.
"Ya, aku sih biasa saja, kamu tahu sendiri aku memiliki hati yang harus ku jaga."
"Ya, buat penyemangat kan tidak masalah."
"Aku tidak ingin memberikan harapan palsu."
"Berikan saja untuk orang lain."
"Sayang juga kalau di miliki orang."
"Makanya sebelum di miliki orang lain, kamu harus bisa menerimanya, meski akhirnya Dhani atau Fian yang menjadi jodoh mu."
"Aku bukan tukang selingkuh."
"Sudahlah, ini tentang memiliki, bukan selingkuh atau zina" papar Ida.
"Kamu bisa memilih, mana yang lebih bisa menjaga di rimu sampai di hadapan Allah. Kamu bakal tahu mana yang menghormati mu dengan rasa sayangnya, bukan sayang karena hasratnya" Rani menatap ku dalam.
"Okey, akan aku pertimbangkan."
Upacara sudah berlangsung, dan tak terasa hampir selesai. Pikiran ku di penuhi perkataan Ida dan Rani barusan. Aku makin bimbang dengan rasa ini.
"Jangan terlalu di pikirkan Ra, dari tadi kamu di tatap si manis."
"Dari tadi?" Ku lirik di mana Dhani berdiri. Jantung ku berdegup semakin kencang menatap senyum simpulnya.
"Apa ini jurus yang dia lakukan selama ini. Menarik perhatian wanita dengan senyumnya, lalu mengabaikannya begitu saja. Pandai sekali dia membuat candaan sekejam ini."
Meski hati ku ngedumel, memaki, tapi bibir ku membalas senyumnya.
"Lihat Dhani senyum-senyum terus Ra" Ida membuyarkan lamunan ku, membuat ku gugup.
"I...iya, memang suka tebar pesona dia" sahut ku setenang mungkin.
Bukan Nera jika tidak pandai menjaga image.
"Kamu juga terpesona, buktinya membalas senyumnya dari tadi" cetus Rani.
"Sudahlah, akui saja perasaan mu."
"Aku bangga saja akhirnya dia mau di calonkan Ketua OSIS. Dan terlihat menikmati momen ini" elak ku.
"Alah, tidak usah ngacau deh Ra" Ida dan Rani tersenyum miring.
Seusai upacara pelantikan, santri putri melakukan voting di SMK putri. Sedangkan santri putra tetap di halaman tempat upacara berlangsung.
...***...
Pov Dhani
"Alhamdulillah, upacara berjalan lancar."
"Iya Dhan, kamu bersiaplah dalam waktu dekat akan mempresentasikan visi-misi mu, di lanjut voting dan pengumuman."
"Aku jadi makin semangat, mendapat energi pagi."
"Semoga kamu terpilih, semangat!!"
"Amiin ya Allah."
Aku tak tahu mengapa aku bahagia akan pemilihan kepemimpinan. Padahal aku paling tidak suka menjadi pemimpin karena tanggung jawabnya sangat berat. Apa pun yang di perintahkan akan di pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Inilah alasan ku selalu menolak menjadi pemimpin. Apa pun dosa rakyat atau anggota jika itu di bawah kepemimpinannya pasti akan di pertanggungjawabkan juga.
"Ya Allah, jadikanlah hamba pemimpin yang adil dan bijaksana" batin ku.
Aku akan belajar menjadi pemimpin supaya bisa membimbing Nera nantinya.
"Bismillahirrahmanirrahim, ridhoilah hajat hamba mu ini ya Allah" batin ku lagi.
Aku berjalan menuju halaman yang sudah di penuhi santri, putra khususnya. Mereka sudah siap akan memilih ku nomor dua, atau Ferdinan nomor satu.
Semoga jabatan ku nantinya sesuai dengan kemampuan ku. Hanya itu harapan terbesar ku saat ini. Aku tidak ingin menjadi bodoh dalam tanggungjawab ku.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh" salam pembukaan dari MC.
"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarrokatuh" sahut santri putra menggema.
"Alhamdulillahirobbil 'alamin, wassholatu wassalam mu'ala ashrofiil anbiyai wal mursalin, wa'ala 'alihi washohbihi ajmain, ammaba'du.
Alhamdulillah, pertama-tama kami panjatkan puji bagi Allah karena masih memberikan kesehatan ke pada kami sampai siang ini.
Kedua kalinya, sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw, semoga kami semua di beri syafa'atnya di yaumul qiyamah kelak, amiiin.
Di sini kita akan melanjutkan acara sebelumnya, yaitu Penyampaian visi misi calon Ketua OSIS kita.
Langsung saja kami sambut, Ferdinan kelas X TKR 1 di persilahkan naik ke atas panggung."
Kemudian sang MC turun dari panggung, Ferdinan naik ke atas panggung untuk menyampaikan visi misinya. Di iringi tepuk tangan yang meriah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments