First Kiss

      Suara Sofia sudah tak terdengar lagi matanya terpejam bias kesakitan di wajahnya pun memudar perlahan. Gadis itu tengah mencoba tidur untuk memulihkan tenaganya. Biyan masih memandangi wajah putih pucat di hadapannya berkali-kali ia menarik nafas dan membuangnya dengan berat. Sungguh di luar dugaannya jika gadis yang selama nyaris setahun bersamanya ini adalah seorang pembunuh bayaran. Biyan tersenyum getir ia ingin tahu berapa harga nyawa bagi seorang putra Maxwilliam ini. Ia beranjak ke dapur setelah menaikkan selimut Sofia hingga ke dadanya. Ia memeriksa kulkas dan lemari penyimpanan di rumah pondok mereka ini. Pria itu memasak apa pun yang bisa ia dan Sofia makan. Setelah setengah jam menyiapkan hidangan ia naik ke kamar atas untuk beristirahat sejenak dan berpikir apa yang akan terjadi setelah ini.

       "Ardha, apa kau bisa membantuku?"

Suara berat Biyan terdengar hampir putus asa di balik ponselnya. Di seberang sana Ardha menyimak apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya itu dan berkali-kali mengiyakan. 

       "Iya, aku akan atur pelayaran kita nanti, aku akan urus semuanya aku tahu tempat yang aman." Suara Ardha terdengar mulai tenang setelah dikejutkan dengan cerita Biyan tentang penyerangan di rumahnya. 

           "Bawa perlengkapan medisku juga obat-obatan. Sampaikan ke bibi Rima untuk berhati-hati dan katakan kalau aku baik-baik saja beliau tidak usah khawatir. Mungkin saat kita tiba nanti aku akan menghubungi ayahku." 

Ardha kembali mengiyakan apa kata Biyan. Pria berperawakan gempal itu pun segera menyiapkan segala sesuatunya seperti yang Biyan minta. Tak lupa ia pun menyiapkan tas ranselnya sendiri, cukup lama ia menimbang apa akan membawa benda yang ada di dalam lacinya itu atau tidak. Ia hampir tidak pernah menggunakannya namun ia tahu dengan pasti Biyan mahir menggunakan ini karena sering berlatih bersama ayahnya. Tanpa ragu lagi pistol genggam dan peluru-pelurunya ia masukkan ke dalam tasnya jika benar mereka masih dikejar maka pistol ini pasti akan sangat berguna.

    Butuh waktu beberapa jam bagi Ardha untuk melengkapi kebutuhan Biyan. Mereka akan melakukan pelayaran sungai menuju laut dan jika rencananya berjalan mulus maka mereka akan tiba di pulau pribadi milik keluarga Ardha dan menyusun rencana selanjutnya. Pria berkulit putih dan memiliki senyum jenaka itu menyiapkan mobil dengan berjerigen bahan bakar serta bahan makanan. Tak lupa ia membelikan sahabatnya itu beberapa pasang pakaian namun untuk Sofia ia hanya butuh mengambil pakaian milik Flora yang masih disimpan rapih oleh ibunya. Ardha memastikan Sofia tak akan keberatan. Ketika semua sudah beres Ardha berangkat sendirian memacu mobilnya menempuh jalan pintas yang membelah hutan dan akan tiba satu atau dua jam kemudian.

          Senja mulai merayap di tepi hutan dan siluet gelap mulai membayang di pepohonan. Sofia menggeliat sejenak kondisi tubuhnya sudah cukup membaik. Ia mampu menahan rasa sakit ini toh di kehidupan lampaunya ia pernah nyaris mati berulang kali dengan luka yang lebih parah. Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan ia mencoba bangun dan berjalan pelan saat ia butuh ke kamar kecil. Langkah kakinya pelan hampir tak terdengar lalu terhenti ketika melihat sosok Biyan tengah berdiri di beranda samping yang menghadap ke sungai besar yang tenang. Pria itu mematung sambil bersedekap di dada seperti kebiasaannya kala ia harus berpikir keras. Menghabiskan waktu berbulan-bulan bersamanya sudah cukup membuat Sofia tahu kebiasaan dan watak Biyan. Sofia mendekati Biyan namun disaat yang sama justru Biyan berbalik hendak masuk ke dalam ruangan. Sesaat mata mereka bertemu, Sofia merasa canggung di satu sisi hatinya masih berpihak pada cintanya namun di sisi yang lain ada amarah yang selalu mengorek luka masa kecilnya. 

        "Anna…" mendadak Biyan melangkah lebar dan memeluk perlahan Sofia. Mengecup pucuk kepala gadis itu dan membenamkannya dalam pelukan yang seakan tak ingin ia lepaskan. Getaran cinta yang sama tak ada yang berubah dari Biyan dan hal itu membuat perih tersendiri di hati Sofia.

            "Aku tak peduli jika namamu adalah Sofia, aku tak peduli jika akhirnya kau akan memilih untuk membunuhku. Aku rela untuk semua itu. Aku akan menebus kesalahan keluargaku untukmu. Aku…" Biyan tak tahu harus berkata apa lagi. Ia hanya ingin memberi tahu jika ia masih peduli pada gadis yang ada dalam pelukannya dan cinta yang masih sama besarnya. Nafas Sofia tertahan ia masih ingat tekadnya untuk balas dendam namun kini ia merasa luruh dalam pelukan nyaman Biyan. Ia memilih diam, ia memilih membiarkan tubuhnya menyatu di dekapan Biyan. Biyan sedikit menjauhkan wajahnya, jemarinya menyentuh dagu Sofia. Semburat oranye senja menerpa wajah Sofia hingga tampak sempurna kecantikannya di mata Biyan. Sorot mata Biyan sendu,sorot yang mengatakan jika dirinya rela untuk apa pun juga. Biyan mendekatkan wajahnya ke arah Sofia dan mengecup bibir Sofia perlahan. Ia seharusnya melakukan ini lusa disaat pernikahan mereka sudah digelar. Menciumnya penuh mesra dan cinta kasih sebagai suaminya. Namun hal itu tak akan terjadi karena mereka ada disini sekarang dan berencana untuk sebuah pelarian. Sofia belum memberikan reaksi ia memberikan waktu untuk jantungnya berdebar lebih kencang. Biyan belum menghentikan ciumannya ia ingin tahu apa gadis ini akan membalasnya atau tidak. Biyan semakin dalam merengkuh Sofia namun memberikan kelonggaran di bagian pinggang Sofia yang masih terluka. Jemarinya memegang tengkuk Sofia. Ciuman yang lembut tanpa tergesa-gesa hingga ia sadar Sofia sama sekali tidak ingin membalasnya tapi Biyan tak tahu jika Sofia menahan diri sekuat tenaga untuk tidak membalas ciuman itu. Biyan melepaskan pelukannya disaat yang sama matanya turut membuka. 

        "Maafkan aku … aku tidak bisa menahan diri." Biyan merasa terluka sikap dingin Sofia membuatnya patah hati. 

            "Aku ingin ke kamar kecil tapi aku justru melihatmu berdiri di sini." Jawab Sofia kau tak tahu Biyan jika aku bersusah payah untuk tidak membalas ciumanmu itu! Keluh Sofia.

          "Aku akan mengantarmu, ayo." Biyan menggandeng tangan Sofia namun gadis itu melepaskan tangannya ia hanya mengikuti langkah Biyan dari belakang. Biyan menghela nafas kini ia merasakan jarak yang jauh antara ia dan gadis yang dicintainya, sangat jauh. Sementara di dalam kamar mandi Sofia menatap wajahnya di dalam cermin. Jemarinya tanpa sadar menyentuh bibirnya yang gemetar. Ini adalah ciuman pertama bagi Sofia, tak pernah ada yang menyentuh bibirnya dengan lembut dan penuh cinta seperti yang dilakukan Biyan. Ia tak pernah merasakan segugup itu dan detak jantung yang berkejaran dengan sensasi aneh. Ia tertunduk lemas, matanya mulai berair. Sofia menangis. Ia berada di persimpangan perasaannya dan bimbang hendak berada di mana. Ia tak mungkin membunuh Biyan namun ia tak sanggup pula meredam api yang menyala sisi lain dalam dirinya. Ia merasa rindu pada Biyan rindu pada pelukan hangat Biyan yang pernah ia dapatkan selama ini. Sofia menangis sebagai wanita biasa yang patah hati.

Terpopuler

Comments

Adelima Ima

Adelima Ima

lanjut lagi

2020-05-04

0

Reynjyi Marissa

Reynjyi Marissa

Lanjut thor semangat 😍

2020-05-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!