Seorang Lily

 

Lily menikmati pemandangan kerlip lampu-lampu kota di atas rooftop apartemen Jonan kekasihnya. Ia mengenakan kemeja flanel Jonan yang kebesaran di tubuhnya, tangan kirinya memegang cangkir berisi teh crysan kesukaannya yang selalu ada di apartemen laki-laki muda berdarah blesteran Amerika Latin. Jonan masih separuh berdarah Indonesia dengan ibunya yang seorang wanita suku Jawa hingga membuat perpaduan yang manis di rupa Jonan. Hidung mancung, rambut hitam yang lebat sebahu, badan yang atletis dan tinggi yang nyaris dua meter. Mereka sudah setahun berhubungan dengan rahasia tentunya karena Jonan sendiri adalah putra seorang kartel bandar serbuk haram yang sudah lama bermain di ranah Asia. Jonan pun tahu jika Lily seorang anggota Black Butterfly, top three malah dengan Sofia dan seorang gadis muda yang namanya tak begitu diingat Jonan. Hubungan mereka penuh dengan resiko, seorang anggota Black Butterfly haram hukumnya menjalin hubungan asmara dengan pria mana pun, jika ketahuan maka Aretta sendiri yang akan menembak mati kaki tangannya itu. 

 

           “Apa yang sedang kau pikirkan Ly ?” lengan kokoh Jonan melingkar di pinggang Lily ia merengkuh wanita yang dikasihinya itu hingga rapat pada tubuhnya. Lily hanya mendesah pelan hanya bersama Jonan ia merasa ketenangan hidup jauh dari suara tembakan, perkelahian, dan lari bersembunyi setelah tugasnya menghabisi orang selesai. 

          “Aku ingin berhenti Jo, aku ingin berhenti jadi pembunuh. Aku ingin kita keluar dari dunia hitam ini, pergi sejauh mungkin dan memulai kehidupan yang baru.” Terdengar helaan nafas Lily yang tampaknya ia sadar jika kalimatnya barusan hanya lah impian belaka sulit mewujudkannya jadi nyata. 

Jonan mengecup kepala Lily lembut ia paham kegelisahan kekasihnya itu, toh dari lubuk hati Jonan ia pun sudah muak dengan bisnis haram dan organisasi kartel yang ia jalani bersama kelima saudaranya. Tapi keluar dari keluarga Alfredo Suarez adalah hal yang mustahil baginya bahkan ia yakin selain murka ayahnya pun sanggup kehilangan satu putranya yang membangkang. 

           “Menikahlah denganku Lily… Jadilah istriku dan kita hidup bersama dari nol sebagai manusia baru.” Suara Jonan begitu tenang namun terdengar penuh kepastian. Lily terkejut ia menarik diri dari pelukan Jonan dan mencari mata pria itu untuk memastikan dia tidak salah dengar.  Bibir tipis Jonan menarik seulas senyum, ia menunggu reaksi Lily selanjutnya. 

          “Kau sedang bercanda kan Jo ?” Lily meletakkan gelasnya di balkon dan mengatur nafas. Jonan menarik sesuatu dari saku celananya dan menarik jemari Lily. Tanpa bicara ia memasangkan sebentuk cincin pada jari manis Lily. 

Gadis itu masih terdiam dan sungguh efek kejut itu membuat isi kepala Lily menjadi kosong dan menghilangkan stok kata-kata di kepalanya. 

         “Kita akan menikah dan membina sebuah keluarga. Jauh dari sini, jauh dari dunia hitam dan segala kejahatan yang telah membesarkan kita. Mulai sekarang kau harus belajar memasak dan membereskan rumah.” Jonan mengecup dahi Lily dan kecupan itu membuat Lily tersadar ia menyangka jika yang terjadi barusan adalah halusinasinya. Ia memeluk pria jangkung itu dengan erat. Matanya basah hatinya dipenuhi haru dan bahagia. Ia baru saja dilamar dan ia akan jadi istri seseorang. 

              Tanpa mereka sadari seseorang tengah mengintai mereka dari balkon hotel di seberang apartemen Jonan. Ia baru saja menurunkan teropongnya dan menyaksikan Lily dan Jonan tengah berpelukan dan saling membalas ciuman. Teropong itu dihempaskan ke lantai hotel, jemarinya bergetar menahan amarah karena aroma pengkhianatan. Sesosok wanita itu berbalik dan menjauh dari balkon. Jemarinya memijit-mijit pelipisnya sejenak ia berusaha mengingat sesuatu tak lama binar matanya berubah ia yakin kali ini ada harga yang setimpal untuk perbuatan Lily yang berani melanggar peraturan Black Butterfly. Ia berjalan menuju tempat tidur dan membalik laptopnya yang masih menyala ada file baru yang ia terima dua hari yang lalu. Ada klien yang menginginkan salah satu putra Alfredo lenyap dan pilihannya jatuh pada Jonan. Aretta tersenyum puas dan tertawa seakan sedang menonton film komedi. Setelah puas perempuan yang masih cantik di usia lima puluhan itu mengontak salah seorang anggotanya untuk misi ini. 

         “Sofia sayang… Ada target baru filenya tengah ku kirim ke emailmu. Bersihkan dalam tiga hari ini, aku sudah membayarkan separuh dari harganya dan seperti biasa di hari H akan ku genapi sisanya.” Aretta menutup telpon setelah mendengar kata” iya mam” dari anak buah kesayangannya itu. Sofia adalah bidak catur yang paling diandalkan karena tak pernah mengecewakan dan tak banyak bicara. 

           “Kita lihat apa yang terjadi padamu nona Lily karena ingin bermain api denganku !” tawa Aretta sekali lagi terdengar di kamar hotel itu tawa yang dingin dan menakutkan. 

            Sofia mengemas tas senjatanya dengan rapi kali ini target akan berada di sebuah peresmian club malam milik pengusaha Alfredo. Ia masih mempelajari ruangan club itu dari dua hari yang lalu. Gadis itu menyembunyikan sepucuk pistol berperedam suara di pahanya. Ia yakin kali ini berjalan sempurna. Saat ini ia berada di salah satu kamar kecil toilet perempuan. Club belum terlalu ramai sambil menunggu waktu Sofia bersiap-siap dari ruangan ini. Ia mengenakan wig dan lensa mata berwarna hijau, ia membubuhkan setitik eye liner di atas bibirnya seakan-akan itu adalah tahi lalat yang sudah ada sejak lahir. Penampilan Sofia berbeda ia harus berbaur dengan pengunjung lain agar bisa menjangkau Jonan dengan mudah. Ia melirik jam tangannya waktunya hampir tiba peresmian club biasanya dibanjiri pengunjung karena ada harga miring dan minuman gratis. Ia akan keluar dari toilet namun ia sejenak tertahan karena suara Lily yang terdengar tergesa-gesa mencarinya. Ia keluar perlahan dan mendapati Lily yang tengah memeriksa kamar kecil satu persatu. 

           “Sofia… Katakan padaku apa benar Jonan putra Alfredo yang menjadi targetmu ?” tanyanya memburu. Ada binar mata yang tak bisa dibaca Sofia. 

          “Ingat kode etik kita Lily, kita tidak mencampuri urusan target dari mam Aretta.” Desis Sofia mengingatkan. 

          “Berikan padaku Sofia, biar aku yang membereskannya !” pinta Lily dengan setengah mendesak. Sofia mengernyitkan dahi, ia cukup terkejut dengan permintaan Lily yang tidak biasanya. 

          “Ada apa Lily ? Mengapa aku harus menyerahkan targetku padamu ?”  Tanya Sofia dengan nada curiga. Lily hanya menggeleng jemarinya bergetar menahan segenap perasaannya. 

                “Kalau kau tak punya jawaban yang kuat untuk pertanyaanku lebih baik kau menyingkir.” Sofia kembali melirik jam tangannya suara sirine dan hentakan musik telah dimulai pesta pembukaan itu sudah dilakukan. Sofia berdecak kesal, rencananya sedikit berubah. Ia melewati Lily yang masih terlihat kacau. Langkah Sofia terhenti karena Lily menahan tangannya. 

           “Kuminta sekali lagi Sofia serahkan Jonan padaku…” namun Sofia melepaskan cengkraman Lily dan bergegas menuju hallroom dan mencari targetnya. Lily tersentak karena penolakan Sofia ia tak punya banyak waktu untuk menjelaskan kepada Sofia. Ia segera mengejar sosok pembunuh yang akan melenyapkan calon suaminya. Ketika tiba di hallroom mata Lily menangkap sekelabat bayangan Sofia tak jauh dari Jonan. Suara letusan senjata terdengar sosok Jonan ambruk dan seketika club malam itu ricuh. Sofia sangat terkejut dengan yang barusan terjadi sungguh di luar rencananya. Ia memilih berbaur bersama pengunjung dan menghilang. Lily masih terpaku memandangi jasad Jonan yang bersimbah darah para pengawal Alfredo dan keamanan club sibuk mengamankan lokasi jasad Jonan. Mata Lily menangkap gerak bibir para pengawal yang menyatakan Jonan telah tewas. Tubuh Lily terdorong oleh pengunjung yang berebut keluar dari club tanpa sadar pun Lily ikut terbawa hingga keluar. Ia menyebut nama Sofia dan Aretta berkali-kali dengan samar dan bibir bergetar. Masih segar di ingatannya saat dilamar Jonan beberapa hari yang lalu dan pagi ini ia mendapat ciuman bertubi-tubi dari Jonan karena memberi pria itu hadiah istimewa, sebatang testpack dengan tanda positif merah muda. 

         “Kalian berdua harus mati…” gumamnya lagi. Lily masih berjalan gontai menjauh dari club itu, suara ambulans terdengar sayup-sayup. Lily tak menyadari sebuah sedan hitam tengah melaju dengan kecepatan tinggi menyasar tubuhnya hingga terpelanting. Darah mengalir dari bagian bawah tubuh Lily sesaat sebelum ia hilang kesadaran ia mendesis pelan “Bayi kita Jonan…” matanya mulai menggelap ketika sosok Aretta turun dari mobil itu dan tersenyum puas. 

Terpopuler

Comments

Justus Janis

Justus Janis

🙎

2020-04-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!