Dengan balutan gaun berwarna putih Anna melangkah pelan-pelan, dekorasi wedding party bernuansa hutan terasa sejuk namun tidak bisa meredam gugup di hati Anna. Tak jauh dari ia melangkah sosok pria tinggi, berkulit putih, dengan rambut hitam kecoklatan tersisir rapi menyunggingkan senyum yang membuatnya semakin tampan. Biyan, pria yang sebentar lagi mengucap janji setia sebagai suaminya. Balutan jas putih membuat Biyan dan Anna serasi. Namun langkah Anna terhenti di sudut taman ia melihat seorang anak perempuan menangis tersedu-sedu kepalanya terluka mengeluarkan darah. Sungguh tangisan yang menyayat dan mengganggu telinga Anna, suasana berubah menjadi mencekam dan menakutkankan di bawah sepatu Anna tiba-tiba ada genangan darah, buket bunga yang ia pegang terlepas dan segera bunga itu pun terkena darah.. Matanya nyalang melihat sekeliling para undangan yang duduk di bangku taman berjatuhan dan bersimbah darah, suara seperti tembakan dan desingan peluru mengubah denting piano cannon d menjadi suara-suara kematian. Air mata Anna tak terbendung ketika dokter Rasyidi ikut roboh diterjang peluru, Arda, bi Inah dan dengan gerakan lambat sebutir peluru melesat menembus kepala Biyan. Darah dimana-mana yang tersisa hanya Anna dan teriakan panjangnya.
Biyan menerobos pintu tanpa mengetuknya ia segera menghampiri Anna yang tengah duduk dengan badan yang gemetar, wajahnya pucat serta dahinya basah.
“Anna ada apa ? Mengapa kamu berteriak?” pria itu duduk di samping Anna matanya bergerak menyisir sudut-sudut kamar. Anna masih terengah-engah ia belum mampu menjawab, mimpinya kali ini sangat buruk seperti kenyataan dan membuat jantungnya sakit dikala ia mengingat kematian tragis Biyan di mimpinya. Tanpa sadar Anna memeluk erat Biyan, membenamkan kepalanya di dada Biyan. Biyan menoleh pada Arda yang berdiri di pintu kamar, Arda mengerti dan meninggalkan mereka berdua, pria tambun itu tersenyum sekilas dan mengerling usil pada Biyan. Biyan membalas pelukan Anna, mengusap punggung dan kepalanya.
“Jangan takut aku ada disini.”
“Aku bermimpi sangat buruk, aku bermimpi ayah, bi Inah dan dirimu tewas tertembak.” Dengan susah payah Anna berusaha menenangkan diri.
“Itu hanya mimpi An, aku masih ada disini bersamamu.” suara lembut Biyan seperti menyihir jantung Anna dan membuat ia seketika tenang. Anna melepas pelukannya, wajah piasnya berganti semu merona, ia baru sadar jika ia memeluk Biyan dengan sangat erat. Biyan pun menarik kembali tangannya meski di dalam hatinya masih ingin memeluk wanita yang terlihat rapuh ini di depannya.
“Apa kau butuh sesuatu untuk ku ambilkan ?” tawar Biyan, Anna hanya menggeleng pelan.
“Tidak ada, terima kasih, aku hanya ingin kembali tidur.” jawab Anna walau ia tak yakin bisa tidur lagi setelah mimpi yang menyeramkan itu. Anna merebahkan tubuhnya perlahan, tanpa di duga Biyan menarik selimutnya dan menutupi tubuh Anna, dan jemari kokoh itu mengelus pipi Anna.
“Istirahatlah yang cukup, aku ingin mengajakmu besok jalan-jalan. Hmmm… Lebih tepatnya berkuda di tepi hutan. Kamu setuju ?”
Mata Anna berbinar, ia mengangguk cepat sudah lama ia tak keluar rumah.
“Iya aku setuju.”
Arda menyesap tegukan kopi terakhirnya ketika Biyan sudah kembali ke ruang tengah, langkahnya terlihat gontai Biyan sedang dilanda rasa bingung yang besar. Biyan menghempaskan tubuhnya di sofa dan menutup matanya dengan punggung tangannya.
“Lamar dia Bi, tidak baik juga kan dua orang dewasa berlainan jenis lama-lama tinggal serumah kayak gini.” Arda tahu jika Biyan benar-benar menyukai Anna, setelah sekian lama Biyan memutuskan untuk sendirian saja.
“Rencananya gitu. Aku mau nikahi dia, tapi apa dia mau ? Dia seperti buku kosong tanpa cerita apa-apa, apa aku tidak egois jika aku mengisinya sendirian tanpa tau dia punya keluarga atau tidak, atau apa dia punya kekasih yang ikut hilang dalam ingatannya ?” Biyan menghela nafas, ayahnya pernah memberitahukannya jika kemungkinan besar Anna mengalami hilang ingatan yang tak bisa pulih. Artinya saat gadis itu tersadar maka kehidupan baru tanpa warna mulai ia jalani dan hanya ada Biyan, ayahnya, bi Inah dan Arda sahabatnya yang dikenal oleh Anna. Sikap Anna begitu tertutup ketika ia berada di luar sana. Ia membatasi diri berinteraksi dengan orang lain.
“Sebagai sahabat kamu aku cuma bisa mendukung yang terbaik buatmu. Melihat kamu bahagia bersama seseorang itu adalah kebahagiaanku juga. Sudah malam aku harus pulang masih ada kerjaan lain di rumah. Aku harap ini kali terakhir kamu memintaku mencari informasi tentang Anna.” Arda menepuk-nepuk bahu Biyan, meraih kunci mobilnya dan menghilang di balik pintu. Hanya suara langkah kakinya yang terdengar semakin jauh. Bunyi mesin mobil Arda terdengar lamat-lamat, sahabat Biyan itu sesaat tertegun, sekali lagi ia menoleh ke rumah kayu di belakangnya. Ia tersenyum kecil, telah lama ia menunggu hati Biyan tergugah oleh seorang wanita.
Masih jelas diingatan Arda betapa terpukul dan menyedihkannya Biyan saat Flora meninggal di meja operasi. Biyan berusaha melanjutkan operasi jantung Flora yang gagal namun Flora sudah pergi, tim dokter berusaha menenangkan Biyan di kamar operasi, Arda melihat kekacauan itu dari siaran cctv di ruang sebelah khusus untuk memantau jalannya operasi. Lama Biyan terdiam di pojok ruangan yang dingin itu meski jasad Flora sudah dipindahkan, nyeri yang sama dirasakan oleh Arda karena harus kehilangan adik perempuan satu-satunya, Flora.
sebagai sahabat tentu Ardha sudah melakukan yang terbaik untuk menghibur Biyan. Tak mudah membuat mantan tunangan mendiang adiknya tersenyum di awal-awal. tahun kematian Flora. Ia hanya tersenyum tipis kepada para pasiennya sebagai adab sopan santun. Biyan menjadi dingin dan mungkin lupa bagaimana cara ia tertawa. Lalu gadis tanpa ingatan ini muncul beserta titik kecil harapan. Entah apa yang membuat Biyan sering melengkungkan garis di bibirnya jika sedang dekat dengan Anna. Namun itu adalah harapan baru bagi Ardha, senyum-senyum kecil milik Biyan memberi sinyal ada es yang sedang mencair di dalam hati Biyan. Ardha semakin lega ketika Biyan mulai tertawa lagi, sorot matanya yang redup kembali berbinar. Sama dengan sorot mata yang Biyan pancarkan ketika bersama Flora. Tentu Flora disana juga sudah tenang, kekasihnya di bumi sudah "hidup" kembali. Ardha berjanji akan selalu ada buat Biyan jika Biyan meminta pertolongan atau apa pun itu. karena semata bukan hanya demi Biyan namun demi kenangan mendiang adiknya yang sudah tiada. Meski demikian kegelisahan Biyan ada benarnya ia belum bisa terlalu senang sebelum masa lalu Anna benar-benar tidak menjadi masalah bagi Biyan di masa yang akan datang. Ardha harus memastikan itu juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Justus Janis
🕺
2020-04-28
0