Air mata Rasyidi meleleh pelan, ia menghentikan semua ingatan masa lalunya. Segala resiko akan ia hadapi jika Max marah kepadanya bahkan jika Max ingin membunuhnya. Ia memutuskan besok pagi akan berangkat menemui Max di kota besar sana dan berharap ayah kandung Biyan dapat menyelesaikan masalah kupu\-kupu hitam ini.
Anna berbaring di ranjang, sakit di kepalanya belum juga reda. Ia mencoba tidur namun suara - suara aneh muncul di kepalanya seperti suara keramaian tapi tak tahu dari mana sumbernya. Gadis itu kemudian berjalan menuju meja rias, ia mencari obat pereda nyeri di laci meja. Setelah menemukannya ia menenggaknya bersamaan air minum yang habis segelas. Ia masih saja gelisah lagi-lagi wajah perempuan bermata hijau itu kembali menghantuinya. Anna mencoba mengalihkan perhatiannya ia bergegas ke dapur berharap bisa membuat sesuatu dan nyeri di kepalanya membaik. Ia melewati kamar Biyan, tak ada suara gadis itu memastikan jika saat ini Biyan tengah tertidur. Dari dapur mood Anna berubah ia tak ingin lagi memasak. Lalu ia ke arah ruang kerja Rasyidi ia masih penasaran dengan rupa wajah ibu Biyan dan ingin mencari fotonya di sana.
Ruang kerja Rasyidi tampak rapi dengan buku-buku medis yang berjejer banyak. Jemari Anna pelan menyusuri rak demi rak buku matanya mencari-cari sesuatu. Sampul berbentuk album foto mungkin. Sebelumnya ia memang pernah masuk kesini tapi tidak lama hanya mengantarkan minuman ke dokter Rasyidi. Jari Anna terhenti pada sebuah kotak kayu yang tertutup rapat. Butuh sedikit usaha untuk membukanya, dahi Anna berkerut melihat isinya. Ia mengambilnya perlahan dan menggenggamnya,sebentuk senjata berjenis berreta lengkap dengan magazine yang terisi penuh peluru. Warnanya silver berbalut hitam dengan ukiran nama MAXWILLIAM die or life.
Jantung Anna berdetak lebih cepat, ia mengembalikan senjata itu beserta kotaknya di tempat semula. Kepalanya semakin sakit rasanya ingin meledak. Bergegas ia meninggalkan tempat itu. Suara-suara aneh kembali memenuhi kepalanya. Anna berlari masuk ke kamarnya, mencoba menenangkan diri. Ia melihat pantulan dirinya di cermin ia pasti sedang berhalusinasi, ia melihat dirinya tidak dengan baju yang dikenakannya tapi dengan baju lain, baju yang mirip dengan… Trish iya… perempuan bermata hijau tadi itu Trish… Desis Anna perlahan. Ia memejamkan mata, terdengar dari dalam kepalanya suara-suara tembakan, bunyi ledakan dan orang-orang yang mengerang kesakitan.
Matanya perlahan terbuka mata hangat Anna kemudian berganti menjadi mata dingin Sofia.
Semuanya tampak baik\-baik saja, Sofia berlaku normal selayaknya Anna dan memang jika ingin jujur Anna adalah karakter baik, ceria dan tulus yang lama sudah dikubur Sofia. Ia beraktifitas seperti biasa, membuat makanan dan masih bersemangat membicarakan rencana pernikahannya dengan Biyan. Hingga Biyan dan Rasyidi berangkat ke klinik Sofia banyak menghabiskan waktunya di ruang olahraga Biyan, melatih kembali tubuhnya dengan latihan otot, lari dan melatih pernafasannya. Keringat mengucur membuat sekujur tubuhnya basah, mata coklat itu menyorotkan pandangan yang dingin, tak peduli seberapa lelahnya ia sekarang, namun gadis itu punya firasat tak lama lagi sesuatu yang buruk akan terjadi dan ia harus bersiap walau hati kecilnya berharap ia tak akan berpisah dengan Biyan, pria yang telah menaklukkan hati dan sisi lainnya yang tersimpan lama.
Sofia merasa segar setelah mandi membersihkan diri, ia merasa jauh lebih baik sekarang dengan ingatan yang sudah kembali memenuhi memorinya. Ia baru saja hendak menyantap roti bakarnya ketika ia merasa seseorang tengah berada di dalam rumah.
“Bi Inah ?” Sofia segera bersikap awas, setelah pertemuannya dengan Trish segala sesuatunya bisa terjadi. Ia mengambil sebilah pisau dengan langkah pelan ia memeriksa ruang tengah. Ceklek… Benda dingin menempel pada pelipis Sofia suara barusan adalah suara kunci pengaman pistol yang terbuka. Sofia mengangkat tangannya dan menjatuhkan pisaunya.
“Aku harus memanggilmu apa, Sofia atau Anna ?” suara seorang perempuan itu terdengar lembut, yaa suara Trish yang menyusup masuk ke dalam rumah.
“Apa mau kamu Trish ?” Sofia pelan-pelan berbalik pada lawan bicaranya.
“Menyelesaikan apa yang seharusnya menjadi tugasmu Sofia. Sungguh mengejutkan seorang Sofia pembunuh berdarah dingin sedang mempersiapkan pernikahannya.” Trish masih menodongkan pistol ke wajah Sofia.
“Apa yang terjadi padamu Sofia ? Kau mengkhianati Black Butterfly !” seru Trish menahan amarah.
“Berkhianat ? Oohh… Bagaimana dengan Lily yang mengirim dua lusin anjing pemburu untuk menggagalkan misiku disini hingga aku kecelakaan dan hilang ingatan ?!”
Ekspresi Trish berubah mendengar pernyataan Sofia barusan, Lily berkhianat ? Mengacaukan misi sesama Butterfly ? Tidak mungkin… Dengan gerakan cepat Sofia memukul tangan Trish hingga pistolnya jatuh, belum hilang keterkejutan Trish Sofia melancarkan serangan ke arah Trish. Sebisa mungkin Trish menghindar dari pukulan dan tendangan Sofia. Duel dua gadis itu semakin keras, mereka sama-sama bertahan dan saling serang. Trish tidak menyangka jika kemampuan bela diri Sofia masih belum berkurang sesungguhnya ia memang bukan tandingan Sofia. Buughh… Satu pukulan telak mendarat di perut Trish yang membuat gadis itu mundur dan terhuyung-huyung.
“Shit…!” maki gadis itu disela deru nafasnya, ia menatap Sofia yang masih terlihat tenang. Meja, kursi dan beberapa buku berserakan.
“Katakan Trish, kau berada di pihak mana, apa kau ikut berkomplot dengan Lily ?” Sofia masih berdiri tegak.
“Aku tidak tahu jika Lily mengkhianatimu justru di mata kami semua kau lah yang mengkhianati Black Butterfly Sofia. Aretta menyuruhku untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, butuh waktu untuk menemukanmu.” terang Trish yang masih menyeringai sakit.
“Terus terang aku kaget saat mengetahui kau akan menikah dengan pemuda itu. Dia targetmu, kau tak pernah mengulur waktu untuk menghabisi target lalu kenapa ?” sorot mata Trish penuh tanda tanya. Ia menunggu jawaban jujur Sofia karena jawaban itu menjadi alasan ia harus membunuh Sofia atau tidak meski ia tahu Sofia lebih hebat darinya dan tak semudah itu mengalahkannya.
“Aku jatuh cinta pada Biyan yang sudah merawatku berbulan-bulan. Pun ketika ingatanku kembali rasa itu tidak berubah di hatiku.”
Trish tertawa mendengar jawaban Sofia, tawa yang sinis dan setengah mengejek.
“Ha ha ha ha… Sofia… Seorang mesin pembunuh jatuh cinta… Ha Ha ha…”
Trish menatap Sofia dengan nyalang, ia persis dengan Aretta yang berdarah dingin. Bahkan Trish tak perlu alasan untuk melenyapkan seseorang bahkan jika itu hanya untuk kesenangan. Sofia tidak menyangka jika Trish akan berubah sejauh ini.
"Jangan pernah bermimpi bisa menyentuh Biyan dan orang terdekatnya. Aku bakal sama gilanya denganmu dengan alasan yang lain. Aku ingin menjadi manusia Trish bukan mesin pembunuh Aretta." jawab Sofia dengan pasti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Justus Janis
😇
2020-04-28
0